Hari Wayang Dunia Dirayakan di Surakarta

Hari Wayang Dunia Dirayakan di Surakarta
info gambar utama

Seorang guru wayang beber dari Pacitan, Ki Supani Gunodharmo, duduk bersila dengan selembar kertas yang digambar dengan ilustrasi cerita boneka yang diletakkan di depannya. Di belakang master wayang adalah sekelompok wiyaga (iringan musik), masing-masing memainkan instrumen, antara lain biola, gambang, dan gong serentak memainkan musik Jawa yang ritmik.

Menggunakan tongkat kayu, Ki Supani mulai menceritakan kisah boneka sesuai dengan gambar di atas kertas. Malam itu, Ki Supani menceritakan kisah Panji Joko Kembang Kuning, sebuah drama tentang Joko Kembang yang mencari Dewi Sekartaji yang hilang, putri Prabu Brawijaya.

Di wilayah Jawa Tengah, wayang beber jarang dilakukan dibandingkan dengan wayang kulit lainnya, terutama karena berkurangnya jumlah pewayangan wayang beber. Pertunjukan langka menarik banyak orang untuk menyaksikan pertunjukan.

Ki Supani adalah satu dari puluhan dalang yang melakukan pertunjukan wayang kulit di Institut Seni Indonesia (ISI) di Surakarta, Jawa Tengah pada 6-9 November untuk merayakan Hari Wayang Sedunia. Selain Ki Supani, dalang lain termasuk pemain dari Yogyakarta, Bandung, Tegal, Kebumen, Hungaria, dan Jepang juga hadir.

Di bawah tema "Gebyar Wayat Jagat Mendalang", sebuah tarian di Pendapa Ageng GPH Joyokusumo oleh penari veteran Wahyu Santosa Prabowo, bersama dengan puluhan mahasiswa ISI Surakarta menandai awal dari empat hari acara.

Sebelumnya, dalang Ki Manteb Soedharsono juga menggelar ruwatan (upacara penyucian) dan melakukan pertunjukan boneka Murwakala.

Thirty-eight puppeteers from various cities appeared in performances at the festival, with the stage filled by various wayang shows, including wayang beber, wayang golek, wayang krucil, wayang wahyu, a number of new puppet creations such as wayang with dolls and collaborations between wayang kulit, wayang orang and dances.

A performance also entered the Indonesian Museum of Records (MURI), which featured a shadow puppet show on a 135-meter screen by puppet master Ki KPAA Suro Agul Begug Purnomosidi, who is also a former regent of Wonogiri.

Not only adult puppeteers, a number of children puppeteers also participated in the World Wayang Day celebrations, performing in a collaboration of wayang kulit, wayang orang and wayang golek with theater performances.

"This is very extraordinary. I was touched because in modern times, the enthusiasm of people toward wayang remains great. Not only the performance, but also the audience," Ki Manteb said on the sidelines of the opening ceremony.

Tiga puluh delapan dalang dari berbagai kota tampil dalam pertunjukan di festival, dengan panggung diisi oleh berbagai pertunjukan wayang, termasuk wayang beber, wayang golek, wayang krucil, wayang wahyu, sejumlah kreasi boneka baru seperti wayang dengan boneka dan kolaborasi antara wayang kulit, wayang orang dan tarian.

Pertunjukan tersebut juga masuk ke Museum Rekor Indonesia (MURI), yang menampilkan pertunjukan wayang kulit pada layar 135 meter oleh guru boneka Ki KPAA Suro Agul Begug Purnomosidi, yang juga mantan bupati Wonogiri.

Tidak hanya dalang dewasa, sejumlah dalang juga berpartisipasi dalam perayaan Hari Wayang Sedunia, melakukan kolaborasi wayang kulit, wayang orang dan wayang golek dengan pertunjukan teater. "Ini sangat luar biasa.

"Saya tersentuh karena di zaman modern, antusiasme orang terhadap wayang tetap besar. Bukan hanya pertunjukan, tapi juga penonton," kata Ki Manteb di sela-sela upacara pembukaan.

Rektor ISI Surakarta Guntur mengatakan wayang seharusnya tidak hanya dipahami sebagai fenomena artistik dan estetika tetapi juga sosial dan budaya. Keindahan wayang adalah bahwa ia melibatkan unsur seni lainnya, seperti tari, teater dan budaya, tambahnya.

"Semua wayang kulit, dari Surakarta, Yogyakarta, Banyumas, Jawa Timur, dan gaya lain muncul dalam pertunjukan ini. Ada 30 pertunjukan yang diakomodasi oleh acara ini," kata Guntur ketika membuka pertunjukan. Guntur menambahkan bahwa World Wayang Day adalah sebuah acara untuk memperingati pembentukan pengakuan wayang pada tahun 2003 sebagai Masterpiece of Human Heritage of Oral dan Intangible. Untuk ISI Surakarta, katanya, perayaan tahunan ini adalah kesempatan untuk belajar, serta pertunjukan seni, terutama wayang.


Sumber: Jakarta Post

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini