Satu Lagi Penghargaan Internasional untuk Garin Nugroho

Satu Lagi Penghargaan Internasional untuk Garin Nugroho
info gambar utama

Puluhan karya telah dibuat Garin Nugroho, dan sederet penghargaan telah diraih. Namun prestasinya tak berhenti di situ, karena sutradara film asal Yogyakarta ini baru saja memenangkan sebuah penghargaan film internasional di Australia.

Garin membawa film terbarunya berjudul Kucumbu Tubuh Indahku (Memories of My Body), untuk tampil di Asia Pacific Screen Award (APSA) 2018. Di ajang tersebut, film Garin sukses menyabet Cultural Diversity Award under the patronage of UNESCO.

Poster ajang APSA 2018 | Dok. Fourcolours Films
info gambar

Keberhasilan ini melanjutkan rentetan prestasi film Kucumbu Tubuh Indahku, yang sebelumnya telah meraih penghargaan Bisato D’Oro Award 2018 di Venice Independent Film Critic pada awal September 2018, dan Best Film di Festival Des 3 Continents di Nantes, Prancis, pertengahan November lalu.

Dengan memenangkan APSA 2018, maka film Kucumbu Tubuh Indahku berhak mendapat hadiah berupa pemutaran di UNESCO, Paris, pertengahan Desember mendatang. Sementara itu seremoni penyerahan penghargaan dilakukan di Brisbane, Australia, selaku tuan rumah APSA edisi ke-12.

APSA sebagai ajang penghargaan film di kawasan Asia-Pasifik, menekankan penilaiannya pada program budaya internasional. Film yang mencerminkan asal budayanya, menjadi tolok ukur APSA dalam melakukan penilaian dari 70 negara yang berpartisipasi.

Kemudian untuk pemutaran di Indonesia, film Kucumbu Tubuh Indahku akan diputar perdana di Jogja NETPAC Asian Film Festival 2018, yang diselenggarakan pada 3-4 Desember 2018.

Garin Nugroho di APSA 2018 | Dok. Fourcolours Films
info gambar

Melalui siaran pers yang diterima GNFI, film Kucumbu Tubuh Indahku menceritakan tentang kisah hidup Juno (Muhammad Khan), yang sejak kecil sampai dewasa menyimpan impian jadi penari. Tempatnya tumbuh besar di sebuah desa di Jawa, terkenal dengan tarian Lengger Lanang, sebuah jenis tarian perempuan yang dibawakan laki-laki.

Demi menggapai cita-citanya, Juno pun semasa hidupnya mengalami peleburan tubuh maskulin dan feminism, yang terbentuk alami oleh kehidupan desa dan keluarganya. Konflik di film ini dimulai saat mengisahkan perjalanan hidup Juno yang penuh trauma kekerasan tubuh.

Trauma kekerasan politik yang dialami ayahnya menjadikan Juno hidup sendiri. Kehidupan masa kecil Juno serba sendiri di desa miskin, yang menjadikan dirinya menjadi ibu dan bapak bagi kehidupannya. Juno dalam kesendirian melihat banyak kekerasan yang muncul di sekitarnya. Trauma pertama terhadap kekerasan dialami ketika masuk dalam konflik memiliki tubuh dalam grup Tari Lengger di desanya .

Kekerasan menjadikan tubuhnya harus berpindah dari satu desa ke desa lain. Perpindahan yang menjadikan Juno bertemu banyak sosok manusia dari petinju hingga maestro penari Reog.

Perpindahan ini menjadikan tubuhnya mengalami beragam trauma kekerasan, dari trauma sosial hingga trauma kekerasan politik. Sebuah perjalanan tubuh yang membawanya menemukan keindahan tubuhnya.


Sumber: Siaran pers Fourcolours Films

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini