Cerita dari Hutan: Mengetuk Pintu Batang Toru

Cerita dari Hutan: Mengetuk Pintu Batang Toru
info gambar utama

Kaki-kaki penuh semangat itu melangkah tenang di Terminal 1C Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Senyum tersungging lebar dari para pemikul tas carrier besar, karena sesaat lagi mereka akan memulai petualangan akbar.

Ada 6 orang yang berangkat dari Jakarta, dengan latar belakang dan profesi yang berbeda-beda. Namun itu bukan penghalang bagi keenam orang ini untuk menjalani misi besar, menelusuri keindahan Hutan Batang Toru, habitat alami Orang Utan Tapanuli.

Christian Nataliea dan Sumarwan menjadi perwakilan sekaligus koordinator dari Hutan Itu Indonesia (HII), selaku penyelenggara acara bertajuk Cerita dari Hutan. Kemudian saya, Aditya Jaya dari GNFI, dan Nur Khafifah dari Kumparan, menjadi dua utusan media yang diundang dalam perjalanan ini.

Lalu dua orang lainnya berasal dari Institut Pertanian Bogor (IPB) yang memenangkan seleksi agar dapat ikut serta di ekspedisi ini. Kedua mahasiswa terpilih tersebut adalah Afifah Hasna dan Raffi Ryan Akbar.

Dari kiri ke kanan: Sumarwan, Raffi Akbar, Nur Khafifah, Afifah Hasna, Aditya Jaya, dan Christian Nataliea
info gambar

Sekitar pukul 09.30 WIB pesawat yang kami tumpangi lepas landas dari bandara internasional Soekarno-Hatta menuju bandara Silangit. Selama perjalanan yang memakan waktu dua jam tersebut, obrolan untuk mengakrabkan diri jadi kegiatan seru sampai akhirnya pesawat tiba di bandara tujuan.

Sejuknya Silangit dan sambutan Danau Toba

Setibanya di bandara Silangit kami langsung disapa dengan udara yang sangat sejuk. Tidak terlalu dingin, tapi angin yang berhembus sangat menyegarkan. Bagi kami yang kesehariannya berjibaku di tengah kepadatan kota besar, suasana ini tak dimungkiri sangat menyenangkan!

Beranjak menuju pintu keluar bandara, di sana kami langsung disambut oleh Arrum Harahap perwakilan dari Yayasan Ekosistem Lestari/Sumateran Orang Utan Conservation Program (YEL/SOCP). Ia ditemani dua pengemudi yang membawa kami melakukan kunjungan singkat ke Danau Toba.

Kunjungan singkat ke Danau Toba | Foto: Sumarwan (HII)
info gambar

Hanya kunjungan singkat, karena Danau Toba memang bukan destinasi utama kami di sana. Ibarat tamu yang datang dari jauh, Danau Toba menjadi hidangan pembuka yang mengawali petualangan kami sebelum menjelajah hutan Batang Toru, atau Harangan Tapanuli dalam bahasa Batak.

Namun dari Danau Toba kami tidak langsung menuju hutan Batang Toru. Butuh perjalanan panjang ke sana, sehingga kami harus menginap dulu semalam untuk mempersiapkan diri menjajal jalur masuk hutan yang terjal dan berlumpur.

“Jaraknya 15 Km dan waktu tempuhnya sekitar 6 jam. Disarankan memakai sepatu boots karena medan yang berlumpur dan kita akan melewati beberapa sungai,” terang Arrum saat perjalanan menuju penginapan.

Dari bandara Silangit menuju hotel tempat kami menginap di kota Pandan dibutuhkan waktu 1,5 jam perjalanan. Menariknya, di sepanjang jalan banyak kami jumpai hal-hal menarik, seperti warga yang ke gereja mengenakan baju berwarna cerah plus selendang, makam berukuran besar, dan dua terowongan yang dinamakan Goa Belanda.

Menuju Batang Toru

Setelah tiba di bandara Silangit pada Minggu (2/12), kami pun beranjak menuju hutan Batang Toru pada keesokan harinya (3/12). Namun sebelumnya, kami singgah dulu di mes YEL/SOCP untuk melakukan persiapan akhir dan menunggu dua anggota lain bergabung.

Dua anggota tim kami ini merupakan dua orang influencer dari Bali. Sandrayati Fay, musisi indie yang sudah dikenal banyak kalangan anak muda, dan Rudolf Gilmore Perez, yang menekuni bidang penulisan di majalah Manusia.

Dan….. akhirnya lengkap sudah anggota tim kami. Terdiri dari 8 orang yang dikumpulkan HII, kemudian dipersatukan dengan teman-teman hebat dari YEL/SOCP, berangkatlah kami menuju kampung S.Kalangan II, kampung terakhir sebelum memasuki jalur hutan Batang Toru.

Tim HII beserta tim YEL/SOCP di depan mes | Foto: Arrum (YEL)
info gambar

Sekitar pukul 11.30 WIB kami tiba di kampung S.Kalangan II, atau pemukiman terakhir yang juga terkenal dengan penyadapan nira-nya. Dari sana, kami dibantu tiga orang porter untuk membawa barang-barang berat dan logistik, agar meringankan beban bawaan selama perjalanan.

Ada yang menarik sebelum kami memasuki jalur di dalam hutan. Dari kampung terakhir, ada jalan setapak berupa beton yang terus kami pijak sekitar 200-300 meter. Barulah setelah beton itu “habis” perjalanan menuju tengah hutan dimulai.

Setelah beton terakhir itu pula, pintu masuk hutan Batang Toru kami ketuk. Perjalanan panjang dimulai, dan langsung dihadapkan dengan hal-hal mengejutkan setelahnya.

Bersambung...


Sumber: Dokumentasi GNFI, YEL/SOCP, dan HII

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini