Alba Akhirnya Pulang Kampung

Alba Akhirnya Pulang Kampung
info gambar utama

Alba akhirnya benar-benar pulang kampung. Orangutan albino yang berada di pusat rehabilitasi Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF) Nyaru Menteng, Kalimantan Tengah, itu dirilis ke Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR), Rabu (19/12/2018). Ditemani Kika yang seusianya (6 tahun), mereka dicatat sebagai orangutan terakhir yang dilepasliarkan periode 2018.

Sejak diselamatkan 29 April 2017 di Desa Tanggirang, Kecamatan Kapuas Hulu, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalteng dan BOSF, Alba yang berarti putih dalam Bahasa Latin, dirawat intensif satu tahun delapan bulan. Alba yang memiliki kelemahan pada jarak pandang akibat albimisme, disatukan dalam komplek sosialisasi 7 bersama tiga orangutan lain yaitu Kika, Radmala, dan Unyu.

“Dulu, Alba datang dengan kondisi menyedihkan, kurus, kusam, dan lemah. Dia terpisah dari induknya dan ditangkap masyarakat,” terang dokter hewan klinik Nyaru Menteng, Agus Fabroni.

Awal masuk karantina, Alba mendapat perhatian penuh tim medis Nyaru Menteng. Dari pengamatan diketahui makannya hanya pisang, tebu dan susu. “Matanya punya kecenderungan bergerak tidak teratur (Nystgmus). Daya jangkau penglihatannya hanya 2-3 meter sehingga ia sempat dimasukkan ruang khusus sedikit paparan cahaya selama dua bulan,” ungkapnya.

Alba, orangutan albino satu-satunya di dunia. Foto: BOSF (Borneo Orangutan Survival Foundation)
info gambar

Setelah mengalami perbaikan nutrisi, postur tubuh membaik sesuai usianya. Fisiknya yang sehat berdampak pada penglihatannya yang membaik, perilaku menghindari cahaya berkurang. Sejak itu, Alba digabung dengan tiga orangutan berkarakter liar. Selama di kandang, ia gesit. Beberapa kali, ingin melepaskan diri dengan memanjat tembok dan pohon-pohon tinggi. “Kenapa Kika yang dipilih untuk dilepas bersama Alba, karena yang lain belum cukup usia,” jelasnya.

Sebagai dokter yang merawat Alba, Agus tidak khawatir dengan kondisi awal pelepasliaran Alba. Kegemarannya memanjat pohon terbukti. Tim teknis dan medis yang mengikuti Alba pasca-dilepas di TNBBBR, melihatnya menaiki pohon setinggi 35-40 meter, beberapa saat setelah berjalan. “Ini melebihi batas panjatan normal orangutan seusianya yaitu 20-25 meter.”

Alba saat pertama tiba di Nyaru Menteng | Foto: BOSF/Indrayana
info gambar

Rencana awal, Alba akan ditempatkan di Pulau Buatan seluas 10 hektar, di tengah Pulau Salat, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah. Di Pulau yang lokasinya empat jam dari Nyaru Menteng itu, pembangunan infrastruktur telah dirampungkan. Ada klinik, tempat tinggal penjaga, dokter hewan, serta bangunan pendukung lainnya. Namun, gagasan brilian itu dibatalkan dengan sejumlah pertimbangan, yang akhirnya pemerintah bersama BOSF menyetujui TNBBBR sebagai lokasi ideal.

Pulau Buatan yang rencana awalnya dipersiapkan untuk Alba dan tiga individu orangutan lainnya seluas 10 hektar | Foto: BOSF
info gambar

Untuk Alba, monitoring dilakukan lebih intensif setelah pelepasan. Setiap hari akan ada catatan perilaku dan perkembangannya. Sebagai gambaran, dalam kondisi normal, orangutan akan membuat sarang minimal satu dan biasanya lebih dari dua. Sarang istirahat siang dan sarang tidur di malam hari.

Hal penting bagi orangutan yang telah dilepasliarkan adalah kemampuannya mengindentifikasi pakan dan membuat sarang di atas pohon untuk menghindari predator. Juga, tingkahnya yang tidak lagi bergantung manusia. Semua persyaratan itu dimiliki Alba dan Mongabay Indonesia menyaksikan pelepasan satu-satunya orangutan albino di dunia ini di TNBBBR, sebagai momen bersejarah.

Harta Karun Indonesia

Jamartin Sihite, CEO BOSF menuturkan tantangan terbesar kehidupan orangutan saat ini adalah hutan yang merupakan rumah besarnya yang berkurang. Penempatan Alba di TNBBBR diharapkan menjamin pergerakan Alba, mengingat taman nasional ini kewenangannya ada di pemerintah. “Di sini ada polisi hutan, harapan saya dan kita semua, Alba aman,” jelasnya.

Kami yakin, Alba mampu bertahan. Namun, jika dalam perkembangannya, seperti semua orangutan yang dilepasliarkan tidak mampu beradaptasi, ia akan ditarik untuk dibawa ke kawasan suaka. Tempat hidup yang memang seperti hutan.

“Seunik apapun, seimut apapun, hidup orangutan memang di hutan. BOSF akan berusaha mengembalikan orangutan-orangutan ke hutan dan untuk yang tidak bisa survive akan dibuatkan wilayah suaka. Mereka tidak akan hidup di kandang,” ujarnya.

Alba di kandang tansportasi menuju TNBBBR untuk dirilis | Foto: Yusy Marie/Mongabay Indonesia
info gambar

Kepala Seksi PTN Wilayah II Kasongan, TNBBBR, Firasadi Nursub’i menyebut, pemantauan nest to nest akan terus dilakukan oleh timnya bekerja sama dengan tim monitoring BOSF. Selain itu, akan dilakukan patroli pengamanan di sekiling kawasan yang luasanya sekitar 122 ribu hektar untuk Kalimantan Tengah. Keseluruhan, 243 ribu hektar.

Kendala utama menjaga kawasan menurut pria yang dipanggil Subu ini adalah akses dan transportasi. “Untuk personil kami masih mampu, karena melibatkan juga polisi dan TNI,” ujarnya.

Alba yang dilepasliarkan di TNBBBR. Pemantauan intensif akan dilakukan untuk melihat perkembangannya | Foto: Yusy Marie/Mongabay Indonesia
info gambar

Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Indra Exploitasia mengatakan pelepa­­sliaran Alba dilakukan lebih cepat, agar sifat liarnya tidak hilang. Dengan begitu, proses adaptasi ke habitatnya lebih mudah. Tentu saja, sebelumnya telah dilakukan uji kelayakan habitat. “Penetapan kawasan konservasi, kawasan esensial, kawasan lindung dan beberapa kawasan lain, merupakan upaya nyata pemerintah memproteksi kehidupan satwa dan habitatnya,” paparnya.

Untuk mengembalikan orangutan ke alam liar, pemerintah menurutnya, melakukan sejumlah upaya seperti menyiapkan habitat, melakukan kajian ilmiah, penyelamatan, lalu rehabilitasi (fisik dan keliarannya atau wilderness). Proses rehabilitasi yang lama dari proses yang ada.

“Harapan kami, peta habitat bisa menjadi basis tata ruang. Andai nanti kabupaten melakukan revisi RTRWK, kami akan berusaha menyampaikannya sebagai acuan. Sekarang ini, wajib ada Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) sebagai mandat UU 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,” ujar Indra.

Alba telah memenuhi segala persyaratan untuk dilepasliarkan di habitat aslinya, hutan | Foto: BOSF/Indrayana
info gambar

Terkait ekonomi kreatif, sebut dia, juga harus dibangun cara agar masyarakat bisa mendapat manfaat, meski tidak langsung dari keberadaan satwa melalui ekowisata. Jangan sampai punah seperti harimau jawa, upaya konservasi harus dengan pengawetan dan perlindungan. “Dijadikan ikon adalah hal yang bisa dijalankan,” jelasnya.

Kepala Badan Ekonomi Kreatif, Triawan Munaf mengatakan, pada dasarnya menjaga alam yang merupakan kekayaan Indonesia adalah tanggung jawab bersama. “Kembalinya Alba ke hutan, adalah simbol konservasi yang dilakukan KLHK dan BOSF dalam upaya merawat dan memastikan orangutan hidup di habitatnya,” tuturnya.

Seunik apapun, seimut apapun, hidup orangutan memang di hutan | Foto: BOSF/Indrayana
info gambar

Total, pelepasliaran orangutan di TNBBBR yang dilakukan BOSF sejak 2012 adalah 114 individu dari batas daya tampung yang 200 individu. Survei fenologi telah dilakukan untuk keamanan dan daya dukung kehidupan orangutan di taman nasional ini.


Sumber: Diposting ulang dari Mongabay Indonesia atas kerjasama dengan GNFI

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini