Pertama di Dunia, Selat Sunda dan Selat Lombok Punya Alur Pemisahan Laut Sendiri, Apa Itu?

Pertama di Dunia, Selat Sunda dan Selat Lombok Punya Alur Pemisahan Laut Sendiri, Apa Itu?
info gambar utama
  • Selat Sunda dan Selat Lombok menjadi dua alur laut pertama di dunia yang memiliki bagan pemisahan (traffic separation scheme/TSS) dan akan diadopsi oleh organisasi maritim internasional (IMO) pada Juni mendatang.
  • Kedua TSS tersebut masuk dalam alur laut kepulauan Indonesia (ALKI) I dan II, dimana kapal-kapal internasional bebas berlayar (freedom to passage) di perairan tersebut, sesuai perjanjian Hukum Laut PBB (UNCLOS) 1982.
  • Pelaksanaan TSS oleh Pemerintah Indonesia dengan memenuhi sarana dan prasarana penunjang keselamatan pelayaran di area TSS yang telah ditetapkan, seperti VTS, SROP, SBNP, elektronik terkini.
  • TSS penting bagi Indonesia karena berfungsi strategis dan signifikan untuk memastikan pertumbuhan ekonomi di sektor maritim.

Selat Sunda dan Selat Lombok menjadi dua alur laut pertama di dunia yang memiliki bagan pemisahan (traffic separation scheme/TSS) dan akan diadopsi secara resmi oleh organisasi maritim internasional (IMO) pada Juni mendatang. Pengesahan itu, menasbihkan Indonesia sebagai negara kepulauan (archipelagic state) pertama di dunia yang memiliki pemisahan tersebut.

Sebelum Indonesia, sebenarnya sudah ada bagan pemisahan alur laut dan itu ada di Selat Malaka yang menghubungkan tiga negara di Asia Tenggara, yaitu Malaysia, Singapura, dan Indonesia. Namun, bagan tersebut tidak bisa diklaim oleh satu negara, dan karenanya apa yang dilakukan Indonesia sekarang menjadi yang pertama di dunia.

Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan R Agus H Purnomo mengatakan, bagan pemisahan alur laut untuk kedua selat tersebut sebelumnya diajukan oleh Indonesia dan mendapat persetujuan pada sidang plenary IMO Sub Committee Navigation Communication and Search and Rescue(NCSR) ke-6, Jumat (25/1).

“Nanti pada sidang IMO maritime safety committee ke 101 yang akan berlangsung pada Juni mendatang, bagan pemisahan alur laut dua selat tersebut akan diadopsi untuk kepentingan jalur pelayaran dunia,” ungkapnya, pekan lalu.

Bagan alur laut kepulauan Indonesia (ALKI). Sumber : supply chain Indonesia/Mongabay Indonesia
info gambar

Agus menjelaskan, kedua bagan pemisahan alur laut atau TSS tersebut saat ini masuk dalam alur laut kepulauan Indonesia (ALKI) I dan II. ALKI sendiri, adalah alur laut di wilayah perairan Indonesia yang bebas dilayari oleh kapal-kapal internasional (freedom to passage) dan tertuang dalam perjanjian Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut atau The United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982.

Bagi Agus, apa yang sudah dicapai tersebut, menegaskan posisi Indonesia di dunia sebagai negara kepulauan yang memiliki pengaruh kuat. Selain itu, kepercayaan IMO kepada Indonesia tersebut menjelaskan bahwa Indonesia memiliki peran aktif dalam bidang keselamatan dan keamanan pelayaran internasional.

“Itu memperkuat jati diri Indonesia sekarang,” tuturnya.

Jalan Panjang

Sebelum mendapat persetujuan dari IMO, Agus menerangkan, Indonesia harus melalui jalan panjang dengan mengajukan proposal terlebih dahulu dan prosesnya berlangsung selama dua tahun dengan melakukan persiapan melalui tahapan yang tidak mudah. Namun, proses yang panjang dan memakan waktu tidak sebentar itu, menjadi bukti bahwa Indonesia serius untuk berkontribusi aktif pada bidang keselamatan dan keamanan pelayaran dunia.

“Serta perlindungan lingkungan maritim, khususnya di wilayah perairan Indonesia,” tegasnya.

Kapal tanker Ocean Princess pengangkut BBM yang karam di Suaka Alam Perairan (SAP) Selat Pantar,kabupaten Alor provinsi NTT. Foto : Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) provinsi NTT/Mongabay Indonesia
info gambar

Walau sudah mendapat persetujuan akan diadopsi oleh IMO, namun Agus mengingatkan kepada semua pihak untuk bisa memahami bahwa tugas berat justru sudah menghadang di depan mata. Pemerintah Indonesia wajib untuk melaksanakan TSS di kedua selat yang dimaksud. Hal itu, karena IMO dengan ketat terus memantau pelaksanaan di lapangan.

Adapun, bentuk implementasi yang harus dilaksanakan Indonesia, kata Agus, itu adalah pemenuhan sarana dan prasarana penunjang keselamatan pelayaran di area TSS yang telah ditetapkan. Itu meliputi Vessel Traffic System (VTS), Stasiun Radio Pantai (SROP), Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP), serta peta elektronik yang terkini dan menjamin operasional dari perangkat-perangkat penunjang keselamatan pelayaran tersebut selama 24 jam 7 hari.

Selain sarana dan prasarana di atas, Agus mengingatkan, Pemerintah Indonesia juga wajib mempersiapkan regulasi, baik lokal maupun nasional yang berkaitan dengan operasional maupun urusan teknis untuk menunjang keselamatan pelayaran di TSS yang telah ditetapkan. Kemudian, juga melakukan koordinasi dan konsolidasi dengan para instansi dan stakeholderuntuk penetapan TSS dua selat tersebut.

Sementara, Direktur Kenavigasian Kemenhub Basar Antonius menjelaskan, penetapan TSS untuk Selat Sunda dan Selat Lombok dinilainya memang menjadi kebutuhan bagi jalur pelayaran nasional maupun internasional. Menurutnya, penetapan itu bisa menjamin keselamatan pelayaran di selat yang menjadi ALKI dan cukup ramai lalu lintas pelayarannya.

Basar menerangkan, dari data yang dimiliki Kemenhub, setiap tahunnya Selat Sunda dan Selat Lombok menjadi alur sibuk untuk jalur pelayaran nasional. Tercatat, sedikitnya ada 53.068 unit kapal dengan berbagai jenis dan ukuran yang biasa melewati Selat Sunda setiap tahunnya dan sedikitnya 36.773 unit kapal yang biasa melewati Selat Lombok setiap tahunnya.

Menurut Basa, Selat Sunda adalah salah satu selat yang paling penting di Indonesia yang terletak di jalur lalu lintas kapal yang dikategorikan sebagai ALKI I dari selatan ke utara dengan jalur lintas yang memiliki kepadatan tinggi dari Pulau Jawa ke Pulau Sumatera yang sebagian besar dilalui oleh kapal penumpang.

Kemudian, di Selat Sunda juga terdapat beberapa wilayah yang ditetapkan sebagai daerah konservasi laut dan wisata taman laut yang wajib dilindungi, salah satunya adalah Wilayah Pulau Sangiang yang telah ditetapkan sebagai Taman Wisata Alam Laut. Tak kalah pentingnya, di Selat Sunda juga terdapat dua gugusan terumbu karang, yaitu Terumbu Koliot dan Terumbu Gosal yang berbahaya bagi pelayaran.

“Adapun Selat Lombok yang terletak di jalur lalu lintas kapal yang dikategorikan sebagai ALKI II juga merupakan jalur lalu lintas internasional yang memiliki kepadatan tinggi dikarenakan oleh keberadaan kawasan wisata di sekitarnya,” tuturnya.

Jalur Penting

Tentang pemisahan alur lalu lintas yang berlawanan di sekitar selat, menurut Basar menjadi bagian dari upaya penyelamatan rute pelayaran yang dilalui kapal. Untuk itu, dengan penetapan TSS pada kedua selat tersebut, itu memastikan kapal-kapal yang melewatinya akan mendapatkan informasi yang memadai tentang lalu lintas di sekitarnya.

“Dengan demikian, itu akan mengurangi resiko terjadinya tubrukan kapal dan resiko kapal kandas yang tidak disengaja, dengan cara menjauhkan kapal dari terumbu karang. Dengan adanya TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok menunjukan komitmen Pemerintah Indonesia untuk memastikan bahwa wilayah perairan di Indonesia aman,” tegasnya.

Sebelumnya, pada sidang plenary IMO di London, Asisten Deputi Bidang Navigasi dan Keselamatan Maritim Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Odo Manuhutu menyampaikan paparan informasi umum tentang pengajuan TSS pada Selat Sunda dan Selat Lombok. Dalam paparannya, Odo menyebutkan bahwa Indonesia ingin memastikan keselamatan, perlindungan lingkungan maritim dan keamanan serta pertumbuhan ekonomi dan juga tentang penyediaan barang-barang Internasional.

“TSS di kedua selat berfungsi untuk memastikan keselamatan dan keamanan. Pada 2018, jumlah pelayaran di Selat Lombok kurang lebih 40.000 kapal. Jumlah di Selat Sunda lebih dari 50.000 kapal. Jumlah ini akan terus meningkat selama bertahun-tahun,” ucapnya.

Satu dari dua kapal ikan asing (KIA) berbendera Malaysia yang ditangkap pada Sabtu (2/2/2019) di perairan Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEEI) Selat Malaka | Foto: PSDKP KKP/Mongabay Indonesia
info gambar

Dengan adanya TSS Selat Sunda dan Selat Lombok, Odo menyebutkan, Indonesia berharap bisa mengurangi jumlah kejadian atau kecelakaan laut di kedua Selat tersebut dengan memisahkan arus lalu lintas yang berlawanan di wilayah tersebut. Untuk negara kepulauan seperti Indonesia dengan lebih dari 17.000 pulau, kata dia, keselamatan adalah suatu keharusan.

Pada kesempatan tersebut, Odo mengungkapkan, pentingnya TSS ditetapkan, karena kedua selat tersebut memiliki fungsi strategis dan signifikan untuk memastikan pertumbuhan ekonomi di sektor maritim. Khusus untuk Selat Sunda, keberadaannya menghubungkan dua dari lima pulau terbesar di Tanah Air.

“TSS menghubungkan Pulau Jawa dengan lebih dari 140 juta orang dengan Pulau Sumatera dengan lebih dari 50 juta orang,” tuturnya.

Diketahui, Indonesia menjadi negara kepulauan dan diakui dunia melalui perjanjian UNCLOS 1982. Bersama Indonesia, ada juga empat negara lain yang diakui dunia dan UNCLOS sebagai negara kepulauan. Mereka adalah Fiji, Papua Nugini, Bahama, dan Filipina.


Sumber: Ditulis oleh M Ambari dan diposting ulang dari Mongabay Indonesia atas kerjasama dengan GNFI

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini