Jelajah Hutan Desa, Uji Nyali dengan Fun Trail

Jelajah Hutan Desa, Uji Nyali dengan Fun Trail
info gambar utama
  • Sejumlah warga di beberapa desa di Bali kini mendapat Hak Pengelolaan Hutan Desa (HPHD)
  • Tantangannya, bagaimana menjaga kelestariannya sambil memanfaatkan potensinya untuk warga?
  • Desa Galungan di Kecamatan Sawan, Buleleng coba mengajak warga menjelajah hutan desanya dengan kompetisi fun trail
  • Sejumlah bagian hutan desa juga disakralkan, siasat menjaganya dari kejahatan seperti penebangan dan alih fungsi.

Berkelana ke Bali utara adalah pengalaman berkebalikan dari Bali selatan, pusat wisata massal Kuta, Sanur, dan Nusa Dua. Di Kabupaten Buleleng, sejumlah desa sedang belajar mengelola hutan desanya.

Lebih dari 200 orang pelari Fun Trail, menjelajah alam di Desa Galungan berkesempatan masuk ke hutan desa yang selama ini tak terakses. Total perjalanan lebih dari 10 kilometer dimulai dari pusat desa, lalu ke arah perkebunan berisi kopi, durian, manggis, dan pisang.

Setelah itu masuk hutan dengan jalan tanah super licin usai hujan lebat pada awal Maret lalu. Panitia membuka jelajah hutan ini dengan menanam sejumlah pohon di beberapa titik hutan dan kebun.

Sejumlah perempuan lanjut usia juga mengikuti Fun Trail ini dengan bekal tongkat khusus naik gunung. Mereka tak gentar melalui jalur cukup ekstrem di dalam hutan Desa Galungan. Perlahan tapi pasti, tiap jalur diikuti dengan hati-hati.

Siasat Desa Galungan untuk memetakan potensi hutan desanya dengan fun trail, jelajah hutan, kebun, dan perkampungan | Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia
info gambar

Tanaman berumur panjang tumbuh lebat di antarajalan setapak tanah. Hanya sedikit warga yang sering masuk hutan ini, tak terlihat ada jejak motor karena medan terjal, celah tebing sempit, dan cukup berliku.

Sebuah air terjun dengan air jernih menjadipembasuh keringat para pelari ini. Terjunan dan debur air sangat keras, mengalir ke sejumlah jeram-jeram kecil di bawahnya. Airnya bisa langsung diminum, terutama jika di jeram teratas yang belum terkontaminasi aktivitas manusia. Di jeram-jeram bagian bawah, cocok untuk berendam atau mendinginkan kaki.

Air Terjun Galungan ini petanda perjalananmenuju perkampungan setengah jalan lagi. Menuruni tebing yang membuat kaki terpeleset karena lumpur. Para pelari saling membantu, berpegangan tangan agartak tergelincir. Tali-tali kayu berguna sebagai alat bantu, sesekali ada yang terjatuh dan merosot dengan pantat. Baju dan celana bernoda lumpur. Cukup menggenjot adrenalin.

Jalur tanah terjal jadi tantangan menarik, kemudian diselingi jalan landai dengan tutupan daun-daun kering tebal seperti karpet kompos. Ketika kebun durian dan kopi tersibak, petanda kawasan hutan sudah terlalui dan kini menuju persawahan lalu pemukiman.

Kombinasi sawah, kebun, bukit, dan kabut ada di Desa Galungan | Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia
info gambar

Dedi, salah seorang relawan panitia Fun Trail menarik plastik hitam berisi sampah plastik. Ia dan sejumlah rekannya menjadi penyapu jalan, berada dibarisan paling belakang untuk memunguti sisa sampah plastik yang sengaja atau tak sengaja mengotori hutan. Mereka mencabuti tanda-tanda penunjuk arah juga seperti papan, kertas, dan police line.

Rute dalam hutan dilahap rata-rata 30 menit sampai 1 jam tergantung kemampuan peserta. Bagi yang ingin menikmati menghirup oksigen sebanyaknya, mereka akan berlama-lama dalam hutan. Membersihkan paru-paru sambil menikmati bebukitan yang mengapit desa ini. Melihat bukit dari atas bukit.

Suara air yang didistribusikan lewat pipa-pipa paralon dari sumber air terjun mengalir sampai perkebunan. Saking derasnya sampai tak sedikit air yang bocor, tak digunakan, hanya menggenangi saluran irigasi kebun. Apalagi saat itu hujan masih rajin turun.

Saat bersua area persawahan, pemandangan berganti. Hutan desa terlihat mengelilingi lahan sawah. Kabut menyeruak menutupi matahari. Perpaduan bukit, sawah, dan kebun yang membuat betah.

“Pasti asyik kemah di sini,” seru Mahayanthi, pengunjung dari Kota Denpasar yang mendirikan kemah di halaman rumah penduduk. Sebagai pengunjung, tak bisa sembarangan kemah tanpa arahan warga sekitar karena banyak lokasi yang disakralkan. Mahayanthi memanfaatkan penjelajahannya untuk memetakan lokasi.

Pokdarwis Desa Galungan menunjukkan olahan kebun dan potensi ekowisatanya termasuk hutan desa | Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia
info gambar

Ketut Redewi, warga Desa Galungan ini tinggaldi tengah kebun. Ia memanfaatkan lahan dengan mengisinya dengan aneka tanaman obat. “Anak saya jarang minum pil, kalau sakit tinggal petik daun,” ujarnyabangga. Saat itu anak nomor empat sedang batuk, ia meramu daun-daunan untuk anaknya.

Perempuan lima anak ini mahir mengolah aneka tumbuhan obat di rumahnya. Ia juga dikenal sebagai tukang pijat kesehatan. “Kami perlu pendampingan mengolah dan mengemas olahan tanaman obat,” pintanya. Kemahiran meramu tanaman obat dan memijat adalah kombinasi lengkap, potensi desa untuk melestarikan keasrian lingkungan desa.

Kadek Semi, anak kedua Redewi juga bercerita upaya anak-anak di sekolahnya untuk mengurangi sampah plastik di desa. Ada tradisi dan kewajiban menyetor sampah plastik tiap pekan. Upahnya bukan uang, tapi nasi bungkus saat kenaikan kelas, dan tak perlu membayar saat ada upacara adat di sekolah. Semuanya dibarter dengan sampah plastik yang mereka pungut sekitar rumah dan desa.

Semi berbinar menyeritakan senangnya ia mengumpulkan sampah plastik ini. Namun saking banyaknya jenis sampah plastik saat ini, rumahnya juga tak steril. Masih banyak sebaran plastik di setiap sudut pekarangan dan kebun. Tertimbun lumpur atau tanah karena tiap keluarga masih membuang sampah di teba (halaman belakang) rumah.

Semi, salah satu anak Desa Galungan menunjukkan sampah yang akan ditabung di sekolah | Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia
info gambar

Made Santiawan, koordinator Kelompok SadarWisata (Pokdarwis) mengatakan desanya kini mengelola hutan desa yangsebagiannya ingin dikembangkan sebagai ekowisata. Pemetaan dilakukan denganmengidentifikasi potensi alam, misalnya sumber-sumber air, air terjun,persawahan, dan kebun. “Tantangannya menjaga tetap hijau,” ujarnya. Selain ituwarga didorong mengolah hasil kebun untuk meningkatkan hasil.

Sampai 19 November 2018, di Bali tercatat ada22 Hak Pengelolaan Hutan Desa (HPHD) dengan luas total 6852 hektar tersebar di 4 kabupaten yakni Buleleng, Jembrana, Karangasem, dan Bangli. Di antaranya Desa Pangeragoan-Jembrana (1325 ha), Desa Lemukih (988 ha), Galungan-Buleleng (712 ha), Desa Selat-Buleleng (552 ha),Tejakula-Buleleng (353 ha), Sukawana-Bangli (315 ha), Wanagiri-Buleleng (250ha), dan lainnya. Mereka mendapat hak pengelolaan seperti jasa lingkungan dan hasil hutan bukan kayu.

Desa Galungan berlokasi setelah Bedugul, kawasan wisata alam dan agro di Kabupaten Tabanan. Setelah melewati Bedugul,terus ke arah Utara menuju Singaraja, ibukota Kabupaten Buleleng. Di tengah jalan berkelok membelah bukit menuju Bali Utara, ada pertigaan yang menunjukkan arah desa ini.

Setelah berbelok ke arah Desa Galungan dariJalan Raya Bedugul-Singaraja, di sepanjang perjalanan yang melewati DesaLemukih dan Galungan terlihat kebun penuh buah dan cengkeh. Paling menonjol buah durian, membelokkan mata dari jalan aspla penuh tikungan tajam dan terjal membelah bukit ini.

Buah durian tergantung belasan sampai puluhan butir di pohonnya. Tak sedikit di pinggir jalan raya. Lalu lalang pengendara membawa tumpukan buah durian dan manggis juga terlihat. Perjalanan melewati desa-desa hijau, sepi, nan harum buah.


Sumber: Ditulis oleh Luh De Suriyani dan diposting ulang dari Mongabay Indonesia atas kerjasama dengan GNFI

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini