Dengan Lokakarya, Mengasah Kreativitas Anak dan Gaya Hidup Peka Lingkungan

Dengan Lokakarya, Mengasah Kreativitas Anak dan Gaya Hidup Peka Lingkungan
info gambar utama

Teduhnya Gang Rajawali yang tersisip di jalan besar Teuku Umar melatarbelakangi beragam celotehan, kerutan dahi, dan tangan-tangan terampil yang terlibat dalam lokakarya CHARCOAL FOR CHILDREN (CFC).

Setelah keberhasilan edisi-edisi sebelumnya yang bertema DRAWING FUTURE (2016/2017) dan PLAYPLAY (2017/2018), lokakarya tahunan ini kembali mengasah kreativitas pesertanya dengan tema HANDS ON!

Empat orang arsitek dan desainer Venty Vergianty, Maria Yohana Raharjo, Benson Saw dan Design Stream, dan Budiman Ong akan berkolaborasi dengan anak-anak untuk membuat karya berupa struktur atau instalasi dari bahan-bahan yang tidak terpakai.

Diselenggarakan oleh CushCush Gallery sejak dua tahun silam, lokakarya ini merupakan bagian dari program LagiLagi, sebuah inisiatif untuk menanamkan apresiasi terhadap gaya hidup yang dekat dengan lingkungan melalui pemahaman akan sumber daya lokal dan pengolahannya.

Ditujukan bagi anak-anak dan melibatkan partisipasi langsung, CFC juga bertujuan untuk memfasilitasi aktivitas serta pendidikan kreatif sejak dini, yang dikemas dalam bentuk permainan dan suasana yang menyenangkan, dan diakhiri dengan sebuah pameran yang dapat dinikmati bersama.

Setiap sesi lokakarya bersifat gratis, terbatas untuk 30 anak berusia 8-16 tahun. Pada setiap sesi, anak-anak akan bekerja baik sendiri maupun berkelompok untuk merespons benda-benda yang ada di sekitarnya serta berkolaborasi dengan keempat arsitek dan desainer yang terlibat.

Masing-masing sesi yang berlangsung menggunakan metode kreativitas yang berbeda dan unik, terhadap kolaborasinya dengan masing-masing arsitek dan desainer.

Walaupun tergolong acara yang masih baru, keberhasilan rangkaian CFC telah terwujud melalui edisi-edisi sebelumnya dengan keterlibatan 10 seniman, 63 relawan, 195 anak-anak dalam 6 lokakarya, dan 735 penonton pertunjukan dan pengunjung pameran.

Tahun ini, lokakarya CFC telah diadakan dalam 5 sesi yang berlangsung dari bulan Februari hingga Mei mendatang, dengan mengundang 4 desainer/arsitek untuk bekerja bersama anak-anak.

Pada masing-masing sesi dan masing-masing desainer/arsitek memiliki keunikan yang berbeda.

ada Sesi 1 di bulan Februari, kami mengundang Venty Vegianti dan Maria Yohana Raharjo untuk bermain dan bekerja dengan anak-anak untuk mengolah potongan-potongan kayu, serta sumpit bambu yang sudah tidak terpakai, dan membuat beragam bentuk struktur maupun instalasi yang menawan

Venty Vegianti merupakan seorang arsitek dan pematung yang tinggal dan bekerja di Bali. Ia mengenyam pendidikan S1 Arsitektur di Institut Teknologi Bandung (ITB) dan S2 Design for Interaction di TU Delft, Belanda.

Kini, ia bekerja sebagai arsitek sembari mengekspresikan keseniannya melalui tanah liat. Di bawah bimbingan seniman keramik tersohor Keng Sien Liem, ia mengembangkan karyanya sehingga terkesan jenaka dan spontan.

Kemudian Maria Yohana Raharjo merupakan arsitek yang tinggal dan bekerja di Bali dan Yogyakarta. Ia mengenyam pendidikan S1 dan S2 Arsitektur di University of New South Wales (UNSW), dan bekerja di Australia selama beberapa tahun, sebelum kembali ke Indonesia untuk mengembangkan hunian yang lebih baik melalui pengolahan sumber daya dan bahan-bahan lokal.

Di sesi berikutnya di bulan Maret, kami mengundang salah satu desainer dari Kuala Lumpur untuk berkolaborasi dan membuat sesuatu bersama anak-anak di Bali.

Benson Saw merupakan salah satu desainer yang semangat untuk menyajikan solusi desain yang anggun, tanggap, dan relevan terhadap tantangan ruang yang ada.

Filosofinya untuk senantiasa meningkatkan interaksi dan dialog berjalan selaras dengan lokakarya CFC tahun ini, yang membuka pengalaman baru bagi anak-anak di Bali. Bersama dengan anak-anak, Benson dan timnya menjelajahi beragam teknik kreatif membuat bangunan modular menggunakan blok-blok yang dibentuk dari potongan-potongan kayu.

Dan bulan April, sebagai sesi terakhir dari lokakarya CFC, Budiman Ong menghadirkan sesuatu yang berbeda dari sesi-sesi sebelumnya.

Budiman mengajak anak-anak tidak lagi belajar untuk membangun sebuah konstruksi, namun melatih keterampilan tangan mereka untuk membuat anyaman-anyaman yang dapat digabungkan hingga membentuk sebuah pola.

Apa yang dilakukan Budiman di sesi ini adalah sesuatu yang dicintai dan sering dilakukan olehnya di Ong Cen Kuang. Budiman Ong merupakan pendiri dari Ong Cen Kuang, sebuah perusahaan desain pencahayaan.

Setelah menuntaskan pendidikannya di Gray's School of Art dan Robert Gordon University di Skotlandia, Budiman kembali ke Indonesia untuk mendesain perhiasan, sebelum mendirikan perusahaannya di Bali.

Perusahaannya yang menyajikan lighting design dan furnitur senantiasa dikukuhkan dengan prinsip berlandas material, dan bekerja sama dengan para pengrajin lokal, sehingga menghasilkan produk-produk yang orisinil dengan khas buatan tangan.

Sebagai akhir dari program Charcoal for Children 2019: Hands-On! ini, LagiLagi & CushCush Gallery akan memamerkan seluruh karya anak-anak yang berkolaborasi dengan desainer/arsitek di CushCush Gallery, Jalan Teuku Umar Gang Rajawali 1A Denpasar, Bali, selama 2 bulan.

Malam pembukaan pameran akan diadakan pada hari Jumat, 31 Mei 2019 pukul 19.00 WITA dan pameran berlangsung sampai 1 Agustus 2019.

Pameran ini diharapkan menjadi perayaan bagi kreativitas anak-anak yang perlu kita perhatikan sejak dini dan menjadi salah satu upaya untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya creativity & design education sejak dini.

Pameran ini dibuka untuk umum, dan akan mengundang anak-anak di Bali untuk hadir, sehingga mampu membangkitkan rasa percaya diri dan yakin berkarya dimulai dari kapanpun dan dengan cara apapun.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

CG
AI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini