Bergabung di Komunitas Menulis, Ini 5 Manfaatnya untuk Penulis Pemula

Bergabung di Komunitas Menulis, Ini 5 Manfaatnya untuk Penulis Pemula
info gambar utama

Bergabung di komunitas menulis, perlukah untuk penulis pemula?

Bagi saya pribadi, selama empat bulan meniti jalan penulis, bergabung di komunitas menulis ternyata memberikan banyak manfaat, terutama dalam 5 hal ini:

1. Menjadi bahan bakar untuk konsisten menulis

Sebagai penulis pemula, ada banyak tantangan untuk bisa bertahan pada pilihan karier ini. Pastinya, terkadang ada rasa ingin menyerah, karena untuk mencapai predikat ‘Lulus dengan Cumlaude’ dibutuhkan jam terbang menulis yang tinggi.

Sesuai dengan pernyataan Malcolm Gladwell di dalam bukunya “Outliers”, bahwa untuk menjadi ahli, seseorang perlu melakukan kegiatan yang ditekuninya itu selama 10.000 jam.

Bayangkan, jika waktu yang diluangkan dalam satu hari untuk menulis adalah 4 jam, maka artinya kita harus menulis selama minimal 7 tahun agar dapat menjadi ahli.

Itu pun jika menulisnya setiap hari tanpa ada bolong. Jika ada istirahat beberapa hari setiap bulannya, mungkin bisa menjadi 8 sampai 10 tahun.

Waktu yang sangat lama, bukan? Jika tidak kuat, sudah barang tentu satu per satu penulis pemula akan berpaling dari jalan ini.

Salah satu cara untuk menjaga konsistensi menulis tersebut adalah dengan bergabung pada komunitas menulis. Bagaimana tidak? Dengan melihat anggota lainnya terus menghasilkan karya, pasti akan membuat kita terpacu untuk terus menulis dan memperbaiki kualitas tulisan.

Sedikit cerita, saya bergabung di sebuah komunitas bernama Ibu-ibu Doyan Nulis, atau biasa disingkat IIDN. IIDN adalah sebuah komunitas menulis khusus perempuan, yang memiliki motto Aktif, Kreatif, dan Produktif.

Anggotanya sebagian besar adalah para ibu, karena misi komunitas ini memang lebih ke arah memberdayakan ibu, agar dapat berkarya, dan bahkan berdikari melalui tulisan.

Mungkin karena biasanya seorang ibu itu identik dengan orang yang tidak punya kegiatan atau penghasilan, sehingga IIDN berusaha merangkul para ibu.

Di IIDN, saya bertemu dengan banyak penulis hebat. Hebat di sini artinya, mereka sudah memiliki jam terbang menulis yang tinggi. Terbukti dari karya-karyanya.

Ada yang telah menerbitkan buku solo (baik penerbit mayor maupun indie), menjadi ghost writer, dan ada pula yang menjadi kontributor terbaik di sebuah situs media. Harus saya akui, tulisan mereka sangat ‘enak’ dibaca.

Walaupun belum pernah bertatap muka langsung dengan mereka, tetapi hal ini menjadi semacam ‘bensin’ bagi saya untuk tidak menyerah dalam menulis serta bersabar di jalan penulis.

IIDN

2. Mendapatkan sumber bacaan berkualitas

If you want to be writer, you must do two things above all others, read a lot, write a lot. There's no way around these two things that I am aware of, no shortcut. (Stephen King)

Pengasah utama kemampuan penulis ada dua, yakni menulis dan membaca, seperti yang dikatakan oleh Stephen King di atas.

Di komunitas penulis, biasanya para anggota membagikan hasil tulisan mereka. Dari situ, kita dapat membaca tulisan penulis dari berbagai tingkatan (dari yang sudah senior sampai yang masih pemula).

Dengan beragamnya tulisan yang dibaca, kita jadi bisa memiliki patokan atau standar tulisan yang enak dibaca dan tidak.

Sedikit cerita lagi, selain di IIDN, saya bergabung di Kelas Literasi Ibu Profesional (KLIP), dulu namanya ODOP (One Day One Post).

KLIP ini semacam sebuah kelas atau wadah yang kegiatan intinya adalah ‘memaksa’ anggotanya untuk konsisten menulis. Tulisan yang telah dibuat biasanya disetor oleh penulisnya, sehingga antar-anggota bisa saling membaca.

Awal menulis di KLIP, kebanyakan tulisan saya adalah untuk pribadi, alias berisi curhatan emosi terhadap kekesalan saya terhadap kerjaan di kantor, masalah dengan anak, atau suami (ditulisnya di google document, tidak di media sosial).

Tetapi berkat banyak membaca tulisan anggota lainnya, lama-kelamaan saya mencoba untuk meningkatkan tulisan saya, dengan menuliskan hikmah yang didapat dari perjalanan sebagai seorang ibu dan istri. Berkat ini, alhamdulillah tulisan saya lolos untuk buku antologi di sebuah penerbit mayor.

3. Bisa upgrade ilmu kepenulisan

Pada komunitas menulis, biasanya ada sharing seputar dunia kepenulisan. Sharing-nya ini bisa secara berkala, atau momentum.

Sejauh ini, ilmu yang saya dapat dari komunitas menulis benar-benar menambah pengetahuan saya. Beberapa di antaranya adalah tentang metode menulis free writing, PUEBI (Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia), dan menerbitkan buku dari blog.

Sharing bisa juga dilakukan secara tiba-tiba (karena lahir dari interaksi para anggota yang yang sedang tanya-jawab).

Contohnya begini, seorang anggota KLIP bertanya di grup pada Mbak Ernawati (anggota KLIP juga, yang berhasil menerbitkan buku pertamanya dalam bentuk solo dan penerbitnya mayor).

Mbak Erna menjawab, lalu yang lainnya ikut menimpali dan bertanya. Jadilah ada sesi sharing dadakan. Pesan yang paling mengena dari sharing itu adalah:

Jika memang berniat jadi penulis, cobalah untuk mengirim naskah ke penerbit mayor terlebih dulu. Karena di penerbit mayor ada proses seleksinya. Jangan terburu-buru ke penerbit indie".

Meski dadakan, tetapi bagi saya, sharing ini sangat bermakna, karena pengetahuan dan nasehat yang diberikan belum tentu bisa didapat dari Google.

4. Dikenal lebih banyak orang, membuka peluang untuk berkolaborasi atau mendapat pekerjaan

Ketika bergabung di sebuah komunitas, lakukanlah interaksi dengan anggota lainnya. Dengan begitu, selain menambah pertemanan atau networking, nama kita juga akan mulai dikenal sebagai penulis.

Seiring waktu, jika tulisan kita semakin bagus, maka tidak menutup kemungkinan akan ada yang melirik kita untuk berkolaborasi menulis buku.

Untuk saat ini, saya memang belum mendapat tawaran untuk berkolaborasi. Maklum, saya belum banyak mengenal orang dan baru sekitar tiga sampai empat bulan bergabung di komunitas.

Tetapi bergabung di komunitas IIDN mengantarkan saya pada media menulis lain, yang dari situ, saya mendapatkan pekerjaan pertama untuk menulis. Fee dari menulis tersebut sangat lumayan bagi saya yang notabene-nya adalah penulis pemula.

5. Terinspirasi untuk berani mendobrak zona nyaman

Saya mulai mengenal IIDN, ketika saya sedang searching di Google mengenai komunitas menulis. Saya pun kemudian bergabung di grup Facebook-nya.

Tidak beberapa lama bergabung, ada promosi buku antologi karya penulis IIDN yang berjudul ‘Ngeblog Seru Ala Ibu-Ibu’. Karena penasaran, saya turut mengikuti PO (Pre-Order) yang sedang dilakukan saat itu.

Sebulan kemudian, saat buku tersebut sampai, saya langsung membaca buku itu. Hasilnya? Buku itu sukses membuat saya untuk serius menekuni dunia blog.

Saya langsung membeli domain blog di bulan itu, dan saya juga berhasil menerbitkan satu tulisan yang panjangnya sekitar 1000 kata. Sejak itu, saya mulai memperbaiki tampilan blog, agar orang lebih tertarik untuk berkunjung, dan selalu membuat tulisan yang panjangnya sekitar 1000 kata.

Kira-kira begitulah kekuatan dan daya tular (positif) dari sebuah komunitas, sehingga saya pribadi sebagai penulis pemula sekaligus penulis perempuan, sangat menyarankan untuk bergabung di komunitas.

Sebuah pepatah umum mengatakan:

“Sendiri mungkin akan membuat kita berjalan lebih cepat, namun kita tidak akan mampu melakukan perjalanan jauh jika hanya sendiri.”

Salam semangat!

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

QN
AI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini