Komunitas demi Komunitas dalam Hidupku

Komunitas demi Komunitas dalam Hidupku
info gambar utama

Ketika aku memasuki dunia menulis dengan bermodalkan mesin ketik bekas pada Februari 1999, tak pernah terpikirkan dalam benakku untuk mengenal komunitas.

Bagiku yang minderan, untuk mengenal banyak orang rasanya belum memungkinkan. Aku sedang merintis sesuatu dari titik terbawah dengan mengirim karya ke berbagai media dan kerap berujung pada penolakan atau tiada kabar pemuatan.

Jadi, apa yang bisa kubanggakan?

Kukira hidup akan selalu berada dalam lingkaran minder untuk dikenal apalagi mengenal banyak orang, tetapi seiring waktu aku belajar percaya diri bahwa untuk menjadi penulis tak perlu harus punya banyak buku yang luar biasa jumlahnya, maupun pengetahuan yang sangat luas mengenal sastra dan ilmunya.

Aku otodidak yang belum dimungkinkan keadaan, jadi apa salahnya tetap berkarya dengan sarana pas-pasan.

Saat itu statusku sebagai penulis amatiran tak lebih dari penganggur terselubung. Honor tak seberapa yang kudapat belum bisa jadi tumpuan kehidupan, hanya sekadar untuk jajan atau pembeli bahan bacaan.

Aku merasa stagnan. Sampai pada akhirnya waktu memperkenalkanku pada komunitas kecil dan besar yang mengantarkanku menjadi seperti sekarang.

Mari berkenalan dengan mereka!

Arti komunitas

KBBI 3 mengartikannya sebagai sekelompok organisme (orang, dsb.) yang hidup dan saling berinteraksi di dalam daerah tertentu; masyarakat; paguyuban.

Kemudian Wikipedia mengartikannya lebih simpel: Komunitas adalah sebuah kelompok sosial dari beberapa organisme yang berbagi lingkungan, umumnya memiliki ketertarikan dan habitat yang sama.

Dua arti di atas mencerminkan seperti apa dan bagaimanakah komunitas yang kukenal dan telah kumasuki, komunitas tempat aku pernah aktif di dalamnya.

Yayasan Jendela Seni Bandung (YJSB)

Aku membaca iklan di koran Pikiran Rakyat mengenai acara lomba menulis puisi spontan pada Pameran Buku Bandung di Gedung Landmark, Jalan Braga. Kuputuskan untuk ke sana menjajal kemampuanku dalam menulis puisi meski tidak yakin akan bisa, setidaknya aku berani mencoba.

Di sana aku mengenal beberapa peserta yang meminati hobi sama: menulis. Yang membuatku nyaman adalah pesertanya ada yang sama pemula sepertiku.

Lomba itu seakan ditujukan untuk masyarakat umum yang menyukai dunia literasi tetapi belum tahu bagaimana menyalurkannya. Literatur dan literasi adalah dua hal yang mutlak berdampingan.

Kang Erwan Juhara sebagai ketua YJSB, atau biasa disebut Jendela Seni, adalah sosok yang ramah dan inspiratif. Beliau tak lelah membina para pemula agar menemukan arah. Eka Retnosari adalah murid binaannya yang kini telah sukses menerbitkan novel solo.

Dari Jendela Seni, aku mengenal banyak teman yang sedunia. Bersahabat dengan Rusi Hartati adik Kang Erwan Juhara, kami bisa haha-hihi diskusi seru tentang buku dan literasi.

Duniaku sebagai gadis muda seakan riang lagi. Teman-teman baruku di Jendela Seni bertambah seiring waktu dan interaksi. Jemdela Seni adalah batu awal lompatanku.

Forum Bahasa Media Massa (FBMM)

Seorang Tendy K. Somantri yang kala itu redaktur budaya H.U. Galamedia lalu kepala Pusat Data dan Analisi di H.U. Pikiran Rakyat adalah pengantar yang membuatku berani memasuki pintu demi pintu.

Milis guyubbahasa merupakan pintu pertama yang kumasuki, lewat milis itulah aku bisa belajar banyak mengenai bahasa. Bergaul dengan sesama rekan-rekannya yang pekerja media sampai pengajar di berbagai lembaga.

Memahami gramatika adalah modal dasar utama bagi seorang penulis. Di sana ilmuku kian bertambah lewat diskusi-diskusi. Bahkan aku pernah ikut konvensi bahasa di Wisma Kompas-Gramedia, Pacet, Cianjur yang membukakan mataku tentang bagaimana pekerja media dan penerbitan itu.

Mnemonic Geng Mnuliz

Namanya unik tetapi ada makna untuk Mnemonic. Sayang aku lupa artinya, haha. Itu komunitas penulis kedua yang kuikuti. Kami punya milis untuk saling belajar dan berbagi ilmu kepenulisan, sekaligus bercanda khas anak muda.

Kadang-kadang ada kopi darat di Toko Buku Wabule (Warung Buku Lesehan), markas para pemdiri komunitas yang mangkal di Jalan Imam Bonjol, Bandung.

Evi Sri Rezeki adalah insan yang sukses sekarang sebagai penulis dan narablog kondang. Padahal kala kami pertama kali bersua di Wabule, Evi adalah sosok manis dan polos yang baru belajar menulis.

Kini ia telah berkembang. Pengalaman dan pergaulan mengajarkan banyak hal. Bagiku Mnemonic sangat mengesankan meski telah bubar. Ada interaksi tak terlupakan. Komunitas itu jadi pengingat bahwa kami pernah muda dan penuh hasrat.

Ibu-ibu Doyan Nulis (IIDN)

Pertama kali aku tahu soal IIDN dari tabloid Nova, kalau tidak salah. Kiprahnya membuatku ingin bergabung di komunitas itu. Sungguh, aku butuh berada dalam ruang lingkup pergaulan yang sedunia sekaligus sesuai dengan statusku sebagai seoprang ibu rumah tangga.

Ketika pada akhirnya aku punya modem Smartfren dan bisa terhubung dengan internet sepanjang waktu, aku langsung mencari keberadaan IIDN di Facebook lantas bergabung pada Desember 2013.

Di sanalah aku malah punya banyak teman baru yang sesama anggota grup. Menyimak obrolan dan diskusi, dan lucunya hal yang paling menarik minatku adalah diskusi seru tentang EYD (Ejaan Yang Disempurnakan).

Anna Farida yang mengasuh kelas “EYD Hari Ini” kocak dan asyik. Membimbing para ibu untuk percaya diri melatih kemampuan berbahasa lewat praktik dan pemahaman sederhana yang dipaparkan Anna. Dan aku menulis ulasan buku digital tentang “Bercanda dengan EYD” di blog personal.

Sayang memang aku terpaksa berhenti internetan di rumah karena suatu hal, jadinya tak bisa melanjutkan pelajaran asyik lewat diskusi santai para ibu di IIDN. Setidaknya aku dan Anna Farida bisa punya kedekatan personal. Sosok semacam itu adalah Cikgu yang membuatku salut.

Kini setelah aku bisa internetan lagi di rumah dan punya ponsel pintar, aku kembali aktif menyimak grup IIDN di Facebook. Prosesor komputerku sudah lemot karena umur pabrikannya kini 10 tahun, jadi jarang bisa menampilkan halaman dalam layar secara utuh.

Makanya dulu aku jarang Facebook-an dan lebih fokus di blog karena lebih gampang dibuka.

Bagiku IIDN adalah madrasah yang penuh kisah, dan aku kian salut pada kiprah para ibu hasil didikan IIDN. Mereka ikut kelas menulis gratis maupun berbayar dan telah beroleh bimbingan hingga menuai kesuksesan.

Ada banyak hal yang telah IIDN lakukan, sayangnya dulu aku tak bisa terlibat di dalamnya karena suatu hal. Sekarang aku ingin aktif terlibat dan kembali mengulang pelajaran.

Be a Writer (BaW)

Perlu kuceritakan, ya. Aku baru tahu keberadaan grup itu setelah melihat “iklan” tentangnya numpang lewat di berandaku. Aku jadi ingin ikut dan menyimak. Maka bergabunglah aku di sana.

Yang menarik di BaW adalah ada pembahasan alias bedah karya anggota. Senang rasanya bisa terlibat diskusi interaktif seperti itu.

Aku bisa menyerap ha-hal baru yang kuharap menjadikan pengetahuanku bertambah. Terutama dalam penulisan fiksi, aku selalu merasa miskin imajinasi.

Penutup

Bagiku komunitas itu penting sebagai pengawal perjalanan kita dalam dunia literasi. Mulailah berkomunitas kala kau hendak memasuki dunia pilihan, entah dalam bidang apa pun. Itu akan memperkaya cakrawala pikir dan rasa lewat silaturahim dengan sesama anggota yang bertebaran.

"Komunitas adalah wadah untuk menampung aspirasi dan meruahkannya dengan jalan tersendiri. Dengan berkomunitas, kau tak akan merasa sendirian lagi, malah akan kian termotivasi untuk melangkah maju demi masa depan dan keyakinan.

Komunitas-komunitas yang kupaparkan di atas adalah komunitas yang telah membantuku untuk melangkah sepenuh keyakinan meski aku kerap jatuh atau terhalang jalan"

Bagiku orang-orang di balik komunitas adalah insan hebat. Mereka punya niatan berbagi dengan membentuk semacam wadah untuk berinteraksi sekaligus berkomunikasi. Karya tulis dengan beragam medium adalah tujuan utama komuinitas menulis.

Bagiku sebagai perempuan, sangat penting untuk bergabung dalam komunitas yang sesuai dengan idealisme. Rasanya itu akan membantuku agar bisa lebih percaya diri dan tak minderan.

Komunitas akan tetap eksis selama motor penggeraknya aktif dan dinamis menggerakkan sekian banyak anggota dengan menyelenggarakan beragam acara. Acara yang menarik dan interaktif lebih tepat sasaran bagi anggotanya.

Kurasa aku harus mengakhiri tulisan ini. Terlalu panjang bisa membuat pembaca bosan. Lagi pula malam telah larut jelang dini hari, beberapa jam lagi sahur akan dimulai.

Aku tak perlu membahas tentang siapa orang-orang di balik komunitas sebagai pendirinya atau sekadar penerus untuk memegang kendali. Bagiku mereka orang hebat penuh dedikasi.

Salam literasi.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

RS
AI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini