Dari Perempuan Penulis Untuk Anak Indonesia

Dari Perempuan Penulis Untuk Anak Indonesia
info gambar utama

Fitrah seorang perempuan adalah menjadi seorang ibu. Tak hanya ibu biologis namun juga ibu secara sosial, dan seorang ibu adalah madrasah pertama bagi anak.

Segala hal yang anak ketahui berawal dari seorang ibu. Pondasi anak di kehidupan berikutnya berawal dari ibu. Kebiasaaan baik dan buruk anak pun dimulai dari kebiasaan ibu.

Seorang ibu dan perempuan penulis, pastilah kesehariannya tidak jauh dari dunia literasi. Menulis berawal dari membaca, tak ada membaca tanpa adanya sebuah buku, sehingga keluarga penulis perempuan tak akan jauh dari dunia buku, menjadikan buku sebagai harta yang tak ternilai dan menganggap literasi sebuah kebutuhan.

Perempuan sebagai ibu dan penulis menularkan kebiasaan positif di dunia literasi kepada anak. Di era digital seperti sekarang ini, memutus anak dari gawai bukanlah hal yang mudah, karena memang anak tersebut terlahir di dunia yang berbeda dengan masa lalu orangtuanya.

Namun menjadikan literasi sebagai sebuah alternatif bagi anak selain canggihnya teknologi gawai dan sejenisnya masih bisa dijumpai di beberapa keluarga.

Perempuan penulis akan menghadirkan bacaan yang bermutu, bermanfaat, dan tentu saja diminati oleh anak. Menjadikan buku menjadi harta dan menjadikan membaca sebagai kebutuhan, itulah titik tolak seorang anak melampaui batas cita untuk menjemput mimpinya.

Menjadikan anak cinta buku menjadi hal yang sangat susah di masa sekarang. Pesona buku (termasuk buku cerita bergambar) sudah tergantikan dengan mainan daring berbasis teknologi yang lebih instan dalam menikmatinya.

Dengan duduk santai, mata anak akan dimanjakan dengan tontonan yang terus bergerak tanpa harus bersusah payah mengeja huruf demi huruf. Bandingkan dengan buku sebagai hiburan, masih membutuhkan ketekunan dari setiap anak agar dapat mencerna isi dan kandungannya.

Namun jelas keduanya akan jauh berbeda secara hasil. Tontonan instan hanya akan menimbulkan efek hiburan secara sekejap, memori hanya menangkap sebatas pandangan mata.

Membaca buku akan meningkatkan kemampuan otak anak untuk kritis dan berpikir sekaligus meningkatkan imajinasi anak tentang isi buku tersebut. Otak yang selalu mendapatkan stimulasi akan semakin berkembang menjadi lebih optimal.

Anak-anak sekarang akan menjadi pemuda Indonesia di era 10-20 tahun mendatang. Generasi yang serba instan, mendapatkan hal yang diingankan dengan mudah tanpa perjuangan.

Generasi inilah yang akan membawa negeri ini mengalami kemajuan ataupun kemunduran. Jikalau sejak masa kanak-kanak tidak dibekali ilmu dari sebuah kecintaaan pada dunia literasi, maka 30 tahun mendatang negeri ini akan kehilangan jatidirinya.

Menggerakkan budaya literasi untuk anak berarti mempersiapkan masa depan Indonesia. Membentuk generasi muda yang siap dengan tantangan dan kompetisi baik pada dirinya sendiri maupun dari luar.

Generasi literasi adalah generasi yang memiliki modal utama untuk maju dan berkembang, generasi yang tidak mudah tergoyahkan karena adanya hoaks dari luar. Generasi yang semakin lama akan semakin kokoh dengan pondasi kuat dan semakin menjulang meraih mimpi dan cita.

Perempuan penulis... meski karya belum bisa membahana namun yakinilah kontribusi kita terbesar pada negeri ini sedang dirajut. Mungkin bukan berasal dari tulisan dan karya kita, namun tanpa kita sadari, ada tangan-tangan mungil yang selalu mendampingi kehidupan kita, mengikuti proses literasi yang kita lakukan dan akhirnya mereka telah bertekad bahwa “aku baca, aku tulis dan aku paham”.

Bukan sekadar hasil akhir yang kita tuju namun proses yang panjang inilah yang harus selalu kita nikmati dan syukuri.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini