Kembalinya Jengis Khan, dan Munculnya Serigala Baru Asia

Kembalinya Jengis Khan, dan Munculnya Serigala Baru Asia
info gambar utama

"That's the new highway to the new airport" kata driver saya yang menjemput dari Bandara Internasional Chinggis Khaan di Ulaanbataar, ibukota Mongolia. Sebelumnya saya memang kurang memperhatikan sisi kanan saya, jalan raya yang terlihat jelas jalan dua lajur yang lebar dan masih belum dibuka. Jalan raya itu nantinya akan menuju bandara baru Ulaanbataar yang akan dibuka akhir tahun 2019. Saat itu, saya masih terkesima dengan jalanan yang saya lalui pagi itu, jalan lebar yang sama sekali tidak macet, dengan latar belakang gedung-gedung tinggi Ulaanbataar (masyarakat setempat sering menyingkatnya dengan "UB"), dan pegunungan Bogd Khan Uul yang indah di kejauhan. Sepanjang jalan, saya melihat begitu banyak mobil yang mendahului mobil yang saya tumpangi dengan mengibarkan bendera kecil Mongolia yang berwarna merah biru tersebut. Mengapa? (Jawabannya ada di bagian terakhir tulisan ini).

Pagi itu saya memang baru saja tiba di Ulaanbataar, setelah terbang cukup jauh dari Surabaya, Singapura, dan Beijing. Tak seperti biasa, dalam kunjungan saya kali ini, tak membekali diri dengan dengan banyak membaca tentang negara yang saya datangi. "Surprise me, Mongolia" begitu kira-kira niat saya. Saya biarkan benak saya cukup terisi dengan pengetahuan sejarah saya tentang Jengis Khan (orang barat menyebutnya Genghis Khan, sementara orang Mongolia menulis Chinggis Khan) yang pernah menaklukkan separuh dunia di abad 13 dan 14 masehi, yang saya dapatkan sejak masih SMP.

Masyarakat antusias memperingati terbentuknya bangsa Mongolia | Akhyari Hananto
info gambar

Menurut driver saya, Jengis Khaan tak seperti yang dunia sangka. "The world has been wrong in portraying the great leader" katanya. Mungkin dia benar. Menurut antropolog Amerika Serikat Jack Weatherford, Jengis Khaan lebih dari sekedar seorang pemimpin militer hebat (dan menakutkan) yang belum pernah ada sebelumnya; dia juga adalah pembangun bangsa yang memperkenalkan aturan-aturan hukum modern, melindungi kebebasan beragama, mendorong perdagangan internasional, dan menjalin hubungan diplomatik dengan negara-negara baru di Eropa dan kawasan lain. Imperium Mongolia juga berhasil menghubungkan dunia yang sebelumnya terputus-putus dengan menciptakan satu sistem komunikasi, perdagangan, teknologi, dan politik antarbenua. Berkat Jengis Khaan, dunia terguncang, dan di saat yang sama, sebuah tatanan dunia baru dimulai.

Buku-buku dan dokumenter baru tentang Jengis Khaan memang mulai banyak membahas tentang hal tersebut, tentu disamping kebrutalannya di medan perang. Banyak yang kini mulai melihatnya dari perspektif yang lebgih proporsional. Di tanah kelahirannya, Mongolia, dia tak sekedar legenda, dan kisah sejarah. Jengis Khan menjadi inspirasi dan identitas bagi bangsa tersebut.

Semangat Baru

Sejak awal abad 20, negara ini berada dalam sistem komunisme dan berkiblat ke Uni Sovyet (Russia) dalam banyak hal; pendidikan, kesehatan, infrastruktur, kesenian, dan lainnya. Bahkan alfabet Mongolia pun menggunakan alfabet Russia . Gedung-gedung, jalan, jembatan, ikon kota, gedung opera, juga menggunakan layout seperti kota-kota lama di Sovyet. Secara singkat, inilah negara satelit Uni Sovyet di masa lalu.

Masyarakat Mongol yang bangga dengan pakaian tradisionalnya | Akhyari Hananto
info gambar

Namun pada 1992, negara ini memutuskan untuk menanggalkan sistem komunisme, dan menganut sistem demokrasi. Rupanya ini membawa banyak perubahan identitas dan semangat bangsa Mongolia, terutama di era modern saat ini. Salah satunya adalah glorifikasi atas peran Jengis Khaan menaklukkan (bagi bangsa Mongolia "mempersatukan") Asia dan Eropa, dan menjadikannya ikon terpenting bangsa Mongol. Di era komunisme, hal ini dilarang. Bahkan menyebut nama "Chinggis Khaan" pun dilarang dan dianggap tabu. Uni Sovyet benar-benar menekankan bahwa Jengis Khaan adalah pemimpin brutal yang menyengsarakan banyak orang.

Kini, keadaan berubah total. Berbalik 180 derajat. Jengis Khaan ada di mana-mana.

Saya melihatnya pertama kali di bandara Chinggis Khaan yang terletak di sebelah selatan Ulaanbataar. Di berbagai sudut di bandara yang dibandung pada akhir tahun 50-an tersebut, terpampang berbagai lukisan dan gambar pahlawan Mongolia abad ke-13 tersebut, dengan tatapan yang hangat dan lembut, tak seperti gambaran banyak orang. Semua toko sovenir di bandara tersebut juga menjual pernak-pernik Jengis Khaan dalam bentuk magnet kulkas, lukisan, kaos, dompet, dan lain sebagainya.

,
info gambar

Di ibukota, glorifikasi ini makin terasa. Di Government Palace yang terletak di Sukhbatar Square (sebuah lapangan besar khas negara-negara sosialis), terdapat patung raksasa Jengis Khaan yang sedang duduk lengkap dengan jubah kebesarannya terlihat begitu megah menghadap ke arah lapangan luas tersebut, dan di kiri kanannya juga terdapat patung-patung para penerusnya (anak dan cucunya) dalam ukuran yang lebih kecil. Mereka juga meneruskan imperium Mongolia menaklukkan kawasan-kawasan baru.

Government Palace, Ulaanbataar, Mongolia | Akhyari Hananto
info gambar

Patung besar Jengis Khaan ini mirip mengingatkan saya pada patung raksasa Abraham Lincoln di Lincoln Memorial di Washinton DC, AS.

Di Tsonjin Boldog yang terletak sekitar 60 km sebelah timur Ulaanbataar, patung yang lebih megah juga dibangun. Patung raksasa setinggi 40 meter ini dibangun pada 2008 untuk memperingati 800 tahun berdirinya kekaisaran Mongol, di mana digambarkan Jengis Khaan dengan pakaian perangnya, duduk gagah di atas kuda perangnya. Begitu besarnya, patung ini bisa dilihat dari kejauhan. Patung ini menghadap ke timur, dan ini menggambarkan Jengis Khaan yang akan pulang ke kampung halamannya di timur (Mongolia) setelah menguasai Eropa yang terletak di barat. sekitar 2 km di depan patung ini, sebuah patung kecil juga dibangun yang menggambarkan ibunya yang bersiap menyambutnya dari medan perang.

Patung Raksasa Jengis Khaan | Akhyari Hananto
info gambar

Jengis Khaan juga menjadi nama banyak tempat dan bangunan, atau bahkan branding berbagai produk nasional negara tersebut seperti rokok, sepatu, botol minuman, dan lain-lain. Elbegdorj, seorang warga Ulaanbataar yang saya temui di kompleks patung Jengis Khaan mengatakan bahwa bangsa Mongolia menemukan banyak inspirasi dan semangat baru dari 'dikembalikannya' Jengis Khaan 'pada tempat yang seharusnya. "We are so proud of him, he is our forever hero. He is God' ungkapnya bangga.

"Kembalinya" Jengis Khaan seiring dengan perkembangan cepat negara tersebut di berbagai bidang.

The Asian Wolf

Mongolia sedang berubah dengan cepat. Di kawasan Zaisan di bagian selatan Ulaanbataar, terlihat pembangunan yang dikebut dengan cepat. Perumahan-perumahan baru, jalan-jalan baru, kompleks pertokoan terlihat di mana-mana. Toyota Prius, Land Cruiser, maupun mobil-mobil mewah lain (SUV dan sedan) terlihat begitu sering lalu lalang. Menurut Kementrian Pariwisata negara tersebut, bandara baru yang sedang dibangun akan menjadikan Ulaanbataar, yang sebenarnya secara geografis terletak cukup strategis, menjadi hub baru di Asia Timur.

"We are seeing that the world is coming to Mongolia. That's why, new airport is needed. And it's ready by end of 2019," kata seorang petinggi di kementerian tersebut. Reputasi Mongolia juga sedang baik. Kebebasan pers, indeks perdamaian, kecepatan internet, dan banyak indikator lain menunjukkan negeri ini sedang sangat bergairah untuk terus tumbuh dan menjadi kebanggaan baru Asia. Pada 2011, ekonomi negara ini tumbuh sangat tinggi, yakni 17.3% (data Bank Dunia) dan tetap tumbuh 2 digit setelahnya. Baru pada 2014, pertumbuhan ekonominya berada di level 7%, tahun lalu (2018) tumbuh 6.9%, dan hingga pertengahan 2019, sudah tumbuh 8.6%.

Masyarakat antusias dalam memperingati lahirnya bangsa Mongolia | Akhyari Hananto
info gambar

Luasnya wilayah, juga alamnya yang kaya akan sumber daya mineral, dan ditambah dengan populasinya yang kecil (hanya 3.1 juta para 2017) membuat Mongolia leluasa bergerak, terutama di bidang ekonomi. Pada 2009, Renaissance Capital dalam laporan mereka "Mongolia: The Blue-sky Opportunity" menyatakan bahwa Mongolia akan menjadi harimau Asia baru (new Asian Tiger); (sementara Mongolia sendiri lebih suka menggunakan istilah "Serigala Asia (the Asian Wolf), dan memprediksi pertumbuhan ekonomi "tak terhentikan" (unstoppable). Dengan perkembangan baru-baru ini di industri pertambangan dan minat asing meningkat pada tingkat yang mencengangkan, diklaim bahwa 'Wolf Economy' siap untuk menerkam.

Keyakinan ini ini ditambah dengan percaya diri bangsa Mongolia akan kemampuan bangsanya dalam mengejar ketertinggalan dari bangsa-bangsa lain yang lebih dulu maju. Inilah jawaban mengapa begitu banyak mobil di Mongolia yang mengikatkan bendera kecil bangsanya. Sebuah momentum luar biasa di sebuah negara dengan sejarah yang luar biasa. Mongolia saat ini sedang menulis bab baru dalam sejarah bangsanya. Ekonomi yang tumbuh tinggi, reputasi yang makin dihormati, pun rakyat dengan kepercayaan diri tinggi, akan membawa kebanggan baru bagi bangsa berjuluk The Land of the Blue Sky ini. Bisa jadi, suatu hari ini, bangsa ini akan kembali mengguncang dunia, dengan cara yang sama sekali berbeda dengan cara pahlawan besarnya, Jengis Khaan, dalam mengguncang dunia, 8 abad lalu.

(Bersambung)

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Akhyari Hananto lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Akhyari Hananto.

Terima kasih telah membaca sampai di sini