Agung Ridwan, Disleksia Dewasa yang Berkarya

Agung Ridwan, Disleksia Dewasa yang Berkarya
info gambar utama

Seorang pemuda kulit putih yang bertanah kelahiran di Bojonegoro pada tahun 1994 dan tinggal dekat dengan makam itu bernama lengkap Ridduwan Agung Asmaka. Nama panggungnya dikenal dengan sebutan Agung Ridwan. Sosok pria yang semangat, murah senyum dan selalu berbahagia. Namun di saat dewasa ia baru menyadari bahwa dirinya adalah seorang disleksia.

Disleksia merupakan sebuah gangguan dalam proses belajar yang ditandai dengan kesulitan membaca, menulis atau mengeja. Biasanya, para penderita disleksia akan mengalami kesulitan untuk mengidentifikasi kata-kata yang diucapkan dan mengubahnya menjadi huruf atau kalimat. Begitulah kurang lebih tentang definisi disleksia.

Agung ridwan telah didiagnosa menjadi disleksia dewasa. Namun, perjuangannya untuk berkarya juga tidak tanggung-tanggung. Penuh semangat dan enerjik. Ia membuat tiga karya yakni Perpustakaan Semangat Muda (Perpus GatDa), Les Bayar Sampah (Les Basa) dan Dunia Imajinasi. Kak Agung, sapaan akrabnya sering mengadakan kegiatan untuk buka lapak baca di CFD Alun-alun Bojonegoro. Selain itu juga punya kegiatan perpus keliling yang menggunakan kendaraan becak lengkap dengan puluhan bahkan hingga ratusan buku yang bertumpuk-tumpuk.

Kak Agung Ridwan saat perform musik di Bojonegoro
info gambar

Tak hanya itu saja, saat liburan. Anak-anak di sekitarnya diajak untuk mengikuti sanggar gatda yang merupakan program kesenian dan kebudayaan untuk anak-anak. Di akhir latihan akan ada panggung ekspresi untuk menunjukkan hasil latihan yang dilakukannya

Lain perpus gatda lain pula les basa. Sebuah program pembelajaran yang ketika datang anak-anak hanya membawa sampah sebagai pengganti uang. Sampah yang seharusnya dibuang malah dikumpulkan untuk menjadi investasi pendidikan anak-anak. Ini adalah bank sampah model baru yang 'ditukar' dengan pendidikan.

Selain perpus gatda dan les basa, kak Agung juga mendirikan Dunia Imajinasi. Wooow, benar-benar berkarya sosok disleksia dewasa ini. Dunia imajinasi dibentuk sebagai ajang aktualisasi diri kak Agung dengan kondisinya sebagai orang dewasa yang disleksia. Kak Agung bahkan disebut juga sebagai seniman muda karena karya-karyanya melalui dunia imajinasi.

Agung Ridwan tampil dengan wayang imajinasi
info gambar

Dunia imajinasi merupakan wadah kesenian yang digunakan untuk melestarikan kesenian dan kebudayaan. Di dalamnya ada dongeng, wayang, pantomime, bermusik dan bermain peran (drama). Dunia imajinasi dibentuk pada tanggal 29 Desember 2017. Hingga kini sudah puluhan ribu anak yang terhibur oleh dunia imajinasi melalui dongeng dan lain-lainnya.

Hingga kini Kak Agung Ridwan sudah roadshow di 12 kota 5 Provinsi yaitu di Bojonegoro, Jombang, Surabaya, Jember, Tuban, Kediri, Mojokerto, Lamongan, Jakarta Utara, Blora, Sumba Timur dan Lombok. Berbagai macam sekolah sudah dihiburnya juga. Mulai dari PAUD SD hingga masyarakat umum. Ia mempunyai impian untuk bisa roadshow keliling nusantara. Tujuannya untuk menginspirasi bahwa setiap orang bisa berkarya dengan segala keterbatasannya.

Orang yang tidak mampu berkarya adalah orang yang membatasi dirinya sendiri, maka lepaskanlah dan jangan kau batasi dirimu agar kau mampu berkarya untuk diri sendiri, keluarga, masyarakat dan bangsa. Mungkin kalimat tersebut yang bisa menggambarkan sosok kak Agung Ridwan sebagai seorang disleksia dewasa yang mampu berkarya.

Impian kak Agung Ridwan masih belum selesai, masih ada satu hal lagi yang ingin digapainya. Yaitu toko imajinasi, sebuah outlet online yang berisikan merchandise dunia imajinasi dan produk-produk masyarakat sekitar misalnya seperti wayang mbah joni atau kerajinan dari warga kampungya seperti aksesoris dan lain sebagainya. Tak pernah berhenti berkarya dan bermanfaat untuk masyarakat. Perpus GatDa, Les Basa dan Dunia Imajinasi menjadi sebuah bukti bahwa setiap manusia mampu berkarya. Ayo pemuda Indonesia, berkaryalah !

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini