Bandung Plan adalah konsep kesejahteraan masyarakat Indonesia di bidang kesehatan yang muncul pada masa awal kemerdekaan Indonesia.
Program tersebut dirumuskan oleh dua dokter yaitu Johannes Leimena dan Abdoel Patah. Kemunculannya pada 1951 merupakan hasil dari keresahan mereka yang ingin mewujudkan pengobatan moderen agar bisa dinikmati oleh masyarakat luas.
Konsep Bandung Plan sendiri memiliki asumsi bahwa pelayanan kesehatan tak melulu soal aspek kuratif yang fokus pada penyembuhan, namun juga harus dikombinasikan dengan aspek promotif yang bisa mempromosikan kesehatan dan aspek preventif yang bisa mencegah msalah kesehatan. Perhatian terhadap lingkungan baik fisik dan non-fisik pun harus menjadi sebuah kesatuan.
Dilansir dari penjelasan Hans Pols dalam tirto.id, konsep yang dipresentasikan Leimena tersebut mencoba untuk mengintegrasikan pusat kesehatan masyarakat, pendidikan kesehatan masyarakat dan perawatan kuratif. Hal itu coba dilakukan agar pelayanan kesehatan di Indonesia bisa lebih efektif dan efisien.
Integrasi tersebut coba direalisasikan lewat empat tingkat pengembangan bidang kesehatan masyarakat yaitu dengan melakukan pembangunan rumah sakit utama di kota, rumah sakit pembantu di daerah kabupaten, poliklinik di kawasan kecamatan, hingga pos kesehatan pada desa terpencil.
Salah satu realisasi nyata gagasan itu tertuang dalam praktik pendidikan kesehatan yang berlaku pada 1952. Kurikulum saat itu mewajibkan para dokter yang telah lulus untuk bekerja di daerah terpencil selama tiga tahun. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mewujudkan perawatan medis yang lebih merata di Indonesia.
Gagasan yang coba dihidupkan kembali
Kekuasaan yang berganti ternyata tak mematikan gagasan yang dicetuskan oleh Leimena dan Abdoel Patah. Pada masa awal orde baru tepatnya di tahun 1968, gagasan Bandung Plan kembali dipresentasikan oleh Menteri Kesehatan, Gerrit Agustinus Siwabessy.

Usulan tentang pembangunan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) pun diterima oleh Soeharto dan menjadi salah satu bagian program Pembangunan Lima Tahun (Pelita) Orde Baru.
Hal tersebut masih menjadi perhatian hingga bertahun-tahun kemudian. Instruksi presiden (Inpres) no 5 tahun 1982 pun menyatakan bahwa kecamatan yang memiliki penduduk lebih dari 30.000 jiwa wajib untuk membangun Puskesmas di kawasannya.
Sama-sama lulusan STOVIA

Leimenna dan Abdoel Patah merupakan dua orang yang sama-sama lulus dari Sekolah Pendidikan Dokter Hindia atau School tot Opleiding van Indische Artsen (STOVIA).
Abdoel Patah yang berasal dari Majalaya, Jawa Barat, merupakan senior Leimena yang lulus pada tahun 1921, kemudian melanjutkan pendidikan di Belanda pada tahun 1930-an.
Beberapa tahun lebih muda dari Abdoel Patah, Leimena menamatkan pendidikannya di STOVIA pada tahun 1930. Pria yang berasal dari Ambon tersebut kemudian melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Tinggi Kedokteran atau Geneeskunde Hooge School (GHS).
Tak hanya bergerak di bidang kesehatan, Leimena pun sempat menduduki bangku pemerintahan di 18 kabinet dalam waktu 21 tahun. Beberapa jabatan politik pun pernah diemban Leimena, beberapa di antaranya adalah Menteri Kesehatan, Menteri Sosial, Menteri Distribusi dan Wakil Perdana Menteri.
Sumber: tirto.id | tirto.id | historia.id | guesehat.com | aiptkmi.com
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News