70 Tahun Hubungan Indonesia - Rusia, dan Kisah Monster Laut Kebanggaan Bung Karno

70 Tahun Hubungan Indonesia - Rusia, dan Kisah Monster Laut Kebanggaan Bung Karno
info gambar utama

Pada tanggal 3 Februari 2020 ini, hubungan diplomatik Indonesia-Rusia (Uni Sovyet) yang dimulai tahun 1950 genap berusia 70 tahun. Hubungan Uni Soviet dan Indonesia pasca-Perang Dunia II mulai berkembang dengan pesat sejak keduanya menjalin hubungan diplomatik pada tahun 1950. Pada saat itu, Uni Soviet membutuhkan sekutu di Asia Tenggara, sedangkan Indonesia membutuhkan dukungan dalam menyingkirkan sisa-sisa Pemerintahan Kolonial Belanda.

Uni Soviet ketika itu banyak membantu Indonesia, baik di sektor infrastruktur, keuangan, penyiapan kader-kader bangsa melalui bidang pendidikan, maupun teknik militer. Salah satu peran penting Uni Soviet lainnya adalah dukungannya dalam proses kembalinya Irian Barat ke pangkuan Ibu Pertiwi pada tahun 1963.

Puncak kemesraan kedua negara berlangsung pada awal tahun 1960-an, yaitu saat Uni Soviet membantu“membangun” Angkatan Bersenjata Indonesia dari awal. Soviet bahkan mengirimkan angkatan bersenjatanya ke Indonesia. Di antara peralatan militer yang mengeluarkan biaya berkisar satu miliar dolar AS, yang paling menonjol adalah proyek Cruiser 68-bis "Ordzhonikidze" yang kemudian dinamakan sebagai KRI Irian 201.

KRI Irian 201 ©2013 Merdeka.com
info gambar

Pemimpin Sovyet saat ini, Nikita Khrushchev, berkinjung ke Indonesia pada bulan Februari 1960. Selama kunjungan tersebut, terjadi penandatanganan perjanjian untuk penyediaan kapal, pesawat, helikopter, tank, dan senjata lainnya. Tidak diragukan lagi, yang paling mahal di antara daftar tersebut adalah kapal penjelajah "Ordzhonikidze". Dunia internasional mengenal kapal buatan Uni Soviet (Rusia) ini sebagai kelas Sverdlov dan dibuat sebanyak 14 buah. Di luar Uni Soviet pengguna kapal kelas Sverdlov ini pada zaman itu hanya Indonesia.

KRI Irian memiliki jumlah total anak buah kapal (ABK) mencapai 1.250 orang dengan komandan pertamanya Kolonel Frits Suak.

KRI Irian langsung digunakan dalam Operasi Trikora khususnya untuk mendukung operasi militer secara besar-besaran bertajuk Operasi Jayawijaya.

Helikopter mendarat di geladak | Foto geladak | https://zhuanlan.zhihu.com/
info gambar

Kapal raksasa ini berangkat ke perairan Indonesia pada bulan April 1962, hanya selang empat bulan sebelum berakhirnya operasi Trikora, yakni operasi merebut Irian Barat ke pangkuan Indonesia, yang pada saat itu tidak mau dilepaskan oleh Belanda. Ketika KRI Irian memasuki perairan NKRI pada 5 Agustus 1962, kapal induk Kerajaan Belanda Hr.Ms. Karel Doorman segera diperintahkan untuk menyingkir agar tidak terjadi kontak langsung dengan KRI Irian. Meski tidak pernah terjadi kontak langsung, KRI Irian ternyata juga memberikan dampak politik yang besar. Salah satu buktinya adalah Amerika Serikat akhirnya meminta Belanda untuk segera keluar dari NKRI.

Awak kapal KRI Irian 2011 | https://zhuanlan.zhihu.com/
info gambar

Terlihat bahwa peran Uni Soviet dalam momen-momen ini jelas terlihat. Menurut publikasi terakhir yang muncul di media Rusia, yang dikutip oleh RBTH, pada masa itu Uni Soviet tidak hanya berkomitmen untuk menyediakan pesawat tempur dan peralatan lainnya untuk menyiapkan militer Indonesia. Para perwira dan tentara Soviet terlibat di sebagian pos perang di kapal perang dan kapal selam. Uni Soviet bahkan siap berhadapan dengan sekutu Belanda di NATO, yaitu Inggris dan Amerika dengan pilihan antara kemerdekaan Indonesia atau dimulainya Perang Dunia III. Namun, ternyata mitra Belanda; yakni Inggris dan Amerika; tidak mau memperjuangkan kepentingan Belanda di Irian Barat.

Foto geladak | https://zhuanlan.zhihu.com/
info gambar

Setelah kampanye militer pembebasan Irian Barat selesai pada tahun 1964, kapal inimendapat perbaikan di galangan kapal Dalzavod-Uni Soviet. Ketika melakukan perbaikan ada hal kecil yang menarik perhatian para teknisi Uni Soviet sewaktu melihat ruang yang tadinya digunakan untuk menyimpan pakaian sudah diubah menjadi tempat ibadah.

Tidak lama kemudian suasana politik di Indonesia pun berubah dari Orde Lama pimpinan Soekarno menjadi Orde Baru di bawah pimpinan Soeharto. Kebijakan luar negeri pun berubah total. Inilah awal dari mendinginnya hubungan kedua negara.

Pemerintahan Orde Baru ternyata tidak begitu menaruh perhatian pada KRI Irian dan mulai jarang dioperasikan serta malah cenderung terlantar sehingga mengalami kemunduran. Dengan alasan biaya perawatan yang sangat besar akhirnya KRI Irian dibebastugaskan dan dijadikan besi tua. Pada tahun 1970 kondisi KRI Irian sudah sangat parah dan sedikit demi sedikit mulai kebanjiran air laut.

Laksamana Soedomo yang saat itu menjabat sebagai KSAL lalu memerintahkan agar KRI Irian dibesituakan (scrap) di Taiwan tahun 1972 dengan alasan kekurangan komponen suku cadang kronis.

Hubungan kedua negara yang dingin di era Orde Baru kemudian lambat laun membaik. Sejak runtuhnya Uni Sovyet, hubungan kembali menghangat. Bahkan, sejak tahun 2000 terjadi pertemuan yang sangat intensif antara Presiden Indonesia dan Presiden Rusia. Selama tahun 2000-2020 tercatat 13 kali pertemuan bilateral antara presiden kedua negara, 4 kali di antaranya dilakukan saat kunjungan, dan 9 kali lainnya di sela-sela konferensi internasional. Presiden Vladimir Putin telah bertemu dengan empat presiden Indonesia dari Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono, hingga Joko Widodo.

Sumber : TribunNews.com | Detik.com | RBTH.com

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Akhyari Hananto lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Akhyari Hananto.

Terima kasih telah membaca sampai di sini