'Botram' Bersama Para Pengungsi

'Botram' Bersama Para Pengungsi
info gambar utama

Hidangan lezat siap tersaji di kediaman Sara (bukan nama sebenarnya) di Kuala Lumpur, Malaysia. Pengungsi dari Afghanistan telah menghabiskan waktu berjam-jam memasak dan mempersiapkan hidangan untuk open house yang dikelola oleh social enterprise The Picha Project.

“Para tamu dapat melihat kehidupan para pengungsi,” ujar Sara pada Our Better Word, program kisah inspiratif dari Singapore International Foundation. “Mereka dapat melihat masalah mereka dan memahami, tanpa perlu berkata apa-apa. Mereka dapat merasakan kehidupan kami karena mereka berada di rumah para pengungsi.”

“Hidangan kami dapat menjadi jembatan antra para pengungsi dan masyarakat lokal. Kami menggunakan makanan untuk membangun persahabatan.”

Makan bersama para pengungsi di The Picha Project. Foto: Our Better World
info gambar

Konsep open house terbukti berhasil mendekatkan masyarakat dari berbagai budaya yang berbeda. Per Juni 2018, The Picha Project telah melaksanakan 90 open house dengan lebih dari 1.000 peserta.

Co-founder The Picha Project Suzanne Ling mengatakan, “Setiap orang perlu makan dan minum setiap hari sehingga kami berpikir mengapa tidak menyatukan keduanya dan menjual makanan yang dibuat oleh para pengungsi untuk membantu mereka mencari nafkah.”

Ide sederhana ini telah memancing ketertarikan banyak warga lokal Malaysia, expatriat, dan pengunjung dari luar negeri. Para tamu mendengarkan berbagai cerita keluarga pengungsi sambil bersantap bersama.

Wearne, seorang tamu open house, mengatakan, “Saya tak menyangka para pengungsi tersebut melakukan perjalanan yang sangat sulit.” Ia menambahkan, “Di sini kita bisa mengenal para pengungsi secara personal melalui makanan dan kisah mereka.”

Diinisiasi oleh Suzanne, Kim Lim, dan Swee Lin yang merupakan teman satu universitas sejak tahun 2016, The Picha Project telah berkembang menjadi katering, open house, kios, dan makanan kering. Mereka bekerja sama dengan 11 keluarga pengungsi dari lima negara, yaitu Afghanistan, Irak, Myanmar, Palestina dan Suriah.

Para pengungsi menerima 50% hasil penjualan untuk bahan makanan dan tenaga kerja, yang lebih tinggi dari pada UMR Malaysia sebesar 1.000 MYR (Rp 3.400.000) per bulan. Sisanya digunakan untuk biaya operasional the Picha Project.

The Picha Project. Foto: Our Better World
info gambar

Per Mei 2018, terdapat sekitar 158.000 pengungsi di Malaysia. Meskipun memiliki kartu identitas dari UNHCR, badan khusus yang menangani pengungsi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa, hidup para pengungsi dan pencari suaka terkatung-katung.

Suzanne mengatakan, “Tidak ada tunjangan dari pemerintah, akomodasi, ataupun bantuan makanan untuk membantu mereka.” Mereka pun tidak memiliki izin untuk bekerja. Sara sendiri merupakan perawat, namun tidak dapat melanjutkan pekerjaannya seperti dulu di negara asalnya.

“Mereka memiliki keterampilan, bukan untuk mencuri,” kata Suzanne.

Tertarik untuk mengikuti open house? Ikuti kegiatan The Picha Project di sini.

A story by Our Better World – telling stories of good to inspire action.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Indah Gilang Pusparani lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Indah Gilang Pusparani.

Terima kasih telah membaca sampai di sini