KAI Sukses 'Bangkitkan' Kereta Uap Lawas Buatan Jerman

KAI Sukses 'Bangkitkan' Kereta Uap Lawas Buatan Jerman
info gambar utama

PT. Kereta Api Indonesia (KAI) berhasil mengoperasikan lagi lokomotif uap buatan Jerman tahun 1921 yang telah lama pensiun. Lokomotif uap ini akan dipakai sebagai kereta wisata di Kota Solo, Jawa Tengah.

Kota Solo memang sudah punya lokomotif uap untuk kereta wisata bernama Jaladara, tetapi karena usia yang terus bertambah, kereta berjuluk sepur kluthuk berusia 124 tahun tersebut bolak-balik masuk perawatan.

“Padahal jumlah trip kereta Jaladara dalam setahun adalah 80 kali,” kata Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Hari Prihatno, dalam lama resmi Pemkot Surakarta.

Untuk penggantinya atau temannya, Pemkot Surakarta mendatangkan lokomotif uap dari Balai Yasa Yogyakarta. Sebelumnya, lokomotif bernomor seri D1410 itu terakhir kali beroperasi tahun 1958 di Jawa Barat, kemudian dibawa ke Taman Mini Indonesia Indah (TMII).

Balai Yasa Yogyakarta, Balai Pelestarian Cagar Budaya | Foto: kebudyaan.kemdikbud.go.id
info gambar

Dari Yogyakarta, lokomotif yang pernah dipesan Joko Widodo saat masih menjabat sebagai wali kota Solo ini butuh waktu enam jam untuk sampai di Solo, sejak bertolak dari Stasiun Lempuyangan pukul 9.25 WIB. Lamanya perjalanan dikarenakan usianya yang sudah tua dan mengalami beragam gangguan.

Sewaktu di Klaten contohnya, kereta mengalami gangguan dan harus didorong lokomotif lain. Sebab, untuk memanaskan mesinnya harus dengan bahan bakar kayu, dan butuh waktu 2-3 jam. Padahal kereta harus berhenti di beberapa stasiun untuk bergantian jalur dengan kereta lain.

"Tadi dari Lempuyangan ke sini (Klaten) jalan sendiri. Kemudian dari Ceper Klaten ke Purwosari didorong. Perjalanannya panjang sehingga kita harus nambah air lagi di Klaten," terang Executive Vice President (EVP) PT. KAI Daerah Operasional 6 Yogyakarta, Eko Purwanto, dikutip dari merdeka.com.

Kondisi masih baik

Meski begitu, kondisi lokomotif ini diklaim masih baik. Balai Yasa Yogyakarta sukses merestorasi lokomotif dengan bantuan dari PT. KAI. Biaya restorasi mencapai Rp2 miliar.

Perawatan dimulai dengan membawa boiler dan ketel ke metalurgi untuk mendapat pernyataan aman beroperasi. Kemudian suku cadangnya dicarikan dari kereta sejenis atau dipesankan di dalam negeri, karena pabriknya sudah tidak ada.

Uji coba kemudian dilakukan di Balai Yasa Yogyakarta pada akhir Januari dan berjalan lancar. "Sekitar dua minggu lalu sudah kita uji coba di Balai Yasa Yogyakarta dan ini sudah mulai beroperasi," ujar Eko, dikutip dari Kompas.com.

Sementara itu Koordinator Tim Restorasi Balai Yasa Yogyakarta, Suharyanto, menambahkan bahwa lokomotif yang bisa melaju dengan bakar batu bara atau kayu jati itu mampu menarik empat gerbong penumpang.

“Kalau dijalankan setiap hari malah lebih bagus. Tapi tetap ada batasannya karena operasionalnya di dalam kota,” ucapnya, dikutip dari laman resmi Pemkot Surakarta.

“Lokomotif ini akan digunakan bergantian dengan lokomotif Jaladara. Mungkin juga bisa dioperasikan jika rencana perpanjangan rute kereta api uap wisata hingga Wonogiri terealisasi,” pungkas Suharyanto.


Referensi: surakarta.go.id | liputan6.com | merdeka.com | kompas.com

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini