Yang Nyaris Terlupa Akibat Corona: Hari Film Nasional

Yang Nyaris Terlupa Akibat Corona: Hari Film Nasional
info gambar utama

Tanggal 30 Maret diperingati sebagai Hari Film Nasional di Indonesia. Tanggal tersebut dinobatkan sebagai hari sakral bagi dunia perfilman Indonesia, karena pada 30 Maret 1950, merupakan hari pertama dimulainya syuting film Darah dan Doa (Long March of Siliwangi).

Film itu disutradarai oleh Usmar Ismail, tokoh perfilman Indonesia, sekaligus pendiri Perusahaan Film Nasional (Perfini). Film buatan Usmar tersebut, dianggap menjadi pelopor dunia perfilman Indonesia. Sebab, Darah dan Doa (Long March of Siliwangi) merupakan film pertama yang disutradarai oleh warga pribumi dan diproduksi oleh perusahaan film asli Indonesia.

“Meskipun saya telah membuat dua film sebelum Darah dan Doa, film itu saya rasakan sebagai film saya yang pertama karena buat pertama kalinya, sebuah film diselesaikan baik secara teknis kreatif maupun secara ekonomis oleh anak-anak Indonesia. Buat pertama kalinya pula, film Indonesia mempersoalkan kejadian-kejadian yang nasional sifatnya,” tulis Usmar Ismail dalam bukunya Mengupas Film (1983), dikutip dari pikiran-rakyat.com.

Adegan dalam film Darah dan Doa (Long March) karya Usmar Ismail pada 1950 | GoogleImage/Inibaru.id
info gambar

Penulis skenario film tersebut adalah sastrawan legendaris Indonesia dari tanah Batak, Sitor Situmorang. Ceritanya mengangkat tentang perjalanan panjang prajurit Indonesia dan keluarganya dari Yogyakarta ke pangkalan utama mereka di Jawa Barat.

Perjalanan itu dipimpin oleh Kapten Soedarto, tokoh utama dalam film tersebut. Kapten Soedarto digambarkan bukan hanya sebagai seorang pemimpin, tapi juga manusia biasa yang sangat mungkin berbuat kesalahan. Dalam perjalanannya, sang kapten bertemu dengan seorang pengungsi wanita berdarah Indo-Belanda. Seiring pertemuan, dia pun menaruh hati padanya meski saat itu ia sudah beristri.

Meski dibumbui romansa, film itu sukses menggambarkan ideologi yang dimiliki orang-orang Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaannya. Karena itu, Darah dan Doa dianggap sebagai film pertama yang mencerminkan karakter khas Indonesia dan menjadi tonggak dimulainya perfilman Tanah Air.

Penetapan 30 Maret sebagai Hari Film Nasional merupakan hasil konferensi Dewan Film Nasional pada 11 Oktober 1962. Keputusan tersebut baru diresmikan oleh Presiden BJ Habibie di era pemerintahannya.

Sebelum Darah dan Doa

Jika ditilik lebih jauh, sebenarnya dunia film Tanah Air dimulai sejak berdirinya bioskop pertama di Tanah Abang pada 1900. Namanya teater Gambar Idoep. Bioskop pertama itu menayangkan film-film bisu. Kru, aktor, dan tempat produksinya tidak ada yang melibatkan Indonesia sama sekali.

Baru lebih dari dua dekade setelahnya, pada 1926 muncul film lokal pertama. Film itu dibuat oleh sutradara asal Belanda, G. Krueger dan L. Hueveldorp, dengan judul Loetoeng Kasaroeng. Kemudian, pada 1928, pekerja film dari Shanghai datang ke Indonesia untuk menggarap film Lily van Shanghai. Meskipun film-film itu diproduksi di sini dan banyak menggunakan aktor lokal, cerita yang ditampilkannya lebih banyak mencerminkan dominasi Belanda dan Cina di Indonesia.

Berlanjut ke masa penjajahan Jepang di era 1940-an. Jepang juga menggunakan media film sebagai alat propagandanya di bidang politik. Pada masa ini, hanya film politik dan film Indonesia lama yang diperbolehkan tayang. Film-film lokal yang terbaru tidak diberi izin produksi.

Pada 1951, diresmikan bioskop termewah dan termegah saat itu Metropole di Jakarta. Pada periode ini, jumlah gedung-gedung bioskop meningkat pesat. Pemiliknya sebagian besar adalah orang Tionghoa.

Bioskop Metrople di tahun 1955. Pada tahun 1960, Presiden Soekarno memerintahkan semua nama yang bercorak asing diganti dalam bahasa Indonesia. Sejak saat itu, Metropole berganti nama menjadi Megaria, yang dikenal hingga sekarang | Koleksi Tempo Doeloe
info gambar

Empat tahun sesudahnya, pada 1955, terbentuk Persatuan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia dan Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (GAPEBI), yang akhirnya dilebur menjadi Gabungan Bioskop Seluruh Indonesia (GABSI).

Saat itu, ada dua perusahaan film terbesar nasional yang dipimpin oleh dua orang asli Indonesia, yaitu Perfini oleh Usmar Ismail dan Persari (Perseroan Artis Indonesia) Film dipimpin oleh Djamaludin Malik, ayah penyanyi dangdut Camelia Malik.

Perkembangan Film Indonesia

Seiring berjalannya waktu, perfilman Indonesia mulai meniti kesuksesan. Di era 1980-an, industri film nasional melahirkan bintang-bintang seperti Lydia Kandouw, Meriam Belina, dan Ongky Alexander yang terkenal lewat film Catatan si Boy.

Hanya saja kesuksesan itu sempat menurun drastis. Pada era 1990-an, industri film Indonesia dianggap mati suri akibat dominasi film impor dan monopoli distribusi film. Namun, itu juga memicu industri hiburan ini ke arah yang semakin baik.

Catatan si Boy film yang dibintangi oleh Ongky Alexander | GoogleImage/Liputan6.com
info gambar

Kini, film Indonesia pun semakin kreatif dan inovatif. Cerita yang dihadirkan lebih beragam dengan penggarapannya yang lebih modern dan profesional. Semakin banyak pula film-film karya sineas Indonesia yang mendapatkan penghargaan di kancah internasional. Sebut saja Pengabdi Setan karya Joko Anwar yang memenangkan Scariest Film Awarddi Florida, Amerika Serikat.

Selain itu, film yang sempat memantik kontroversi Kucumbu Tubuh Indahku karya Garin Nugroho memenangkan penghargaan di Asia-Pacific Film Festival (AFPP) ke-59. Masih banyak lagi film-film karya sineas Indonesia yang meraih penghargaan nasional maupun internasional. Jika dituliskan semua, tidak akan cukup dalam satu artikel pendek ini.

Tahun 2020

Memperingati Hari Film Nasional pada tahun 2020 ini, sineas-sineas Tanah Air merayakannya dengan memberikan ucapan dan doanya melalui akun sosial media mereka.

Sutradara Garin Nugroho menulis dalam unggahan di akun Instagramnya, @garin_film, “Selamat Hari film, dikenal awalnya sebagai Gambar Hidoep, ia akan menemani dan menghidupkan ruang hidup kita lewat beragam media dengan aliran gambar yang membawa inspirasi dan cara melihat hidup dalam beragam cara pandang, baik kenyataan, fiksi ataupun ekspresi pembuat film, tentang cinta, kepahlawanan, kemanusiaan, gugatan, renungan, karakter manusia hingga peristiwa tak tersentuh dalam hidup kita. Doa kebersamaan untuk mereka yang hidup dan menghidupi film.”

Salah satu film horor karya Joko Anwar yang meraih penghargaan nasional maupun internasional, salah satunya Scariest Film Award di Florida, Amerika Serikat | GoogleImage/Viva.co.id
info gambar

Sementara Joko Anwar merayakan Hari Film Nasional dengan mengucapkan rasa terima kasih kepada seluruh pekerja film yang sudah mengabdikan hidupnya dan menyapa penonton yang telah bersedia mendukung film Indonesia.

Dalam akun Twitternya, @jokoanwar, menulis, “Selama hari film nasional teman-teman! Terima kasih untuk para pekerja film yang selalu bikin film dengan dedikasi, skill, dan hati. Terima kasih buat penonton yang selalu merayakan film dan pencapaian film Indonesia!”

Selain Garin dan Joko, sineas-sineas Indonesia lain pun turut merayakannya melalui akun sosial media mereka masing-masing. Sebagai penonton, kita juga bisa merayakan Hari Film Nasional dengan menghargai karya dan dedikasi para sineas Indonesia. Menonton film orisinal dan tidak melakukan atau mendukung pembajakan, merupakan salah satu cara mengapresiasi film-film Indonesia.

Semoga film-film Indonesia semakin berkualitas. Selamat Hari Film Nasional!


Sumber: Tirto.id | Pikiran-rakyat.com | AntaraNews.com | Gatra.com | Covesia.com | Liputan6.com | CNNIndonesia.com

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini