Mengenang Lukman Niode, Legenda Pemegang Rekor Gaya Punggung Asia

Mengenang Lukman Niode, Legenda Pemegang Rekor Gaya Punggung Asia
info gambar utama

“Saya belikan dia celana renang supaya bisa ikut-ikutan berenang dengan kakak-kakaknya.”

Meski kenyataannya saat itu Lukman tak pernah dilatih secara khusus. Ia hanya melihat dan mendengar sang ayah, Mus Niode, melatih tiga saudaranya, yaitu Idrus, Nana, dan Burhanuddin.

Setiap ikut ke kolam renang, Lukman selalu menggunakan celana renang yang dibelikan ibunya, dan hanya main-main air di kolam anak-anak.

Begitulah kenang J Niode, ibu Lukman Niode, kepada Kompas.com. Ia bangga garis hidup anaknya berubah dan menjadi atlet renang paling membanggakan bagi Indonesia.

Itulah sekelumit kilas balik kisah Lukman Niode, sebelum akhirnya Jumat (17/4/2020), sang legenda berpulang.

Dunia olahraga Indonesia sontak berduka. Mantan perenang nasional itu meninggal dunia di Rumah Sakit Pelni, Jakarta.

Belakangan diketahui terinfeksi Covid-19 setelah melakukan swab test. Padahal Lukman sebelumnya sudah dua kali melaksanakan rapid test dan hasilnya negatif.

Sebenarnya Luki (panggilan akrabnya) memang sudah menderita penyakit. Dalam tubuhnya terdapat bakteri pada usus yang penyebarannya sudah sampai ke paru-paru.

Masa Kecil Lukman Niode

Terlahir di keluarga perenang, Lukman kecil terobsesi untuk serius belajar berenang saat melihat tiga kakaknya yang sedang digembleng oleh ayahnya.

Melihat kakaknya kerap mendulang prestasi di berbagai ajang perlombaan, Lukman kecil pun bergairah. Ayahnya yang melihat semangat anak bungsunya itu akhirnya ikut melatihnya di tengah pelatihan intens kakak-kakaknya.

Teknik dasar olahraga renang yang diajarkan adalah menahan napas. Namun tempat pertama Lukman belajar tenik dasar tersebut bukan di kolam renang, melainkan di wastafel yang dipenuhi air.

“Muka saya masukkan ke dalamnya, lalu tiap tiga hitungan saya mengambil napas,” tutur Lukman dalam buku Apa & Siapa Sejumlah Orang Indonesia: 1983-1984 yang dikutip Historia.

Lukman Niode kecil
info gambar

Awal karir Lukman sebagai perenang dimulai saat masuk klub Tirta Kencana Jakarta. Dan sejak saat itu pula dia langsung memilih gaya punggung sebagai spesialisasinya.

Debut pertamanya menjadi perenang cilik yaitu saat mengikuti turnamen kelompok usia di bawah 10 tahun pada Kejuaraan Nasional (Kejurnas) Antarklub Medan pada 1972.

Belum berhasil membawa gelar juara, setahun setelahnya Lukman langsung mencicipi debut internasionalnya di Bangkok, Thailand.

Sayang, debut internasional pertamanya itu juga belum berhasil membuat Lukman kecil membawa gelar juara. Prestasinya tidak terlalu buruk sebenarnya saat itu, karena Lukman berhasil menempati urutan keempat.

Raja PON Melenggang ke Olimpiade

Tiga tahun setelah debut internasional di Bangkok, ternyata berhasil memberikan Lukman pelajaran besar. Terutama mental sebagai perenang profesional.

Terbukti, sejak saat itu Lukman mendulang pundi-pundi prestasi.

Pada Kejurnas 1976, Lukman berhasil menyabett sembilan emas. Tahun berikutnya pada Pekan Olahraga Nasional (PON) IX 1977, Lukman menyapu bersih 10 emas dari 10 nomor cabang renang. Saat itu Lukman ikut Kontingen DKI, padahal usianya baru 13 tahun.

Tidak hanya itu, dalam momen yang sama, Lukman menyetak tiga rekor nasional sekaligus, yaitu dua rekor untuk 200 meter gaya punggung dan 100 meter gaya bebas.

Untuk rekor gaya punggung, dia pecahkan sendiri dalam satu waktu momen PON IX 1977.

Pada ajang PON selanjutnya, pada 1980, Lukman kembali mendulang tujuh emas. Melihat pencapaiannya yang sangat luar biasa itu, akhirnya Lukman diikutsertakan masuk dalam daftar tim nasional renang untuk mengikuti ajang SEA Games di Kuala Lumpur tahun 1977.

Ini adalah ajang SEA Games pertama bagi Indonesia, sehingga kepercayaan dan tanggung jawab itu tidak disia-siakan Lukman. Sekaligus untuk mengukir prestasi di debut internasionalnya setelah sempat gagal di Bangkok.

Saat itu tim renang Indonesia--Lukman dan 14 orang perenang lainnya--dibawa pelatih MF Siregar ke Amerika Serikat. Berlatih sampai ke negeri Paman Sam ternyata membuahkan hasil yang sangat memuaskan.

Pada debut pertama Indonesia di ajang SEA Games 1977, Indonesia menjadi juara utama. 19 dari 62 emas yang disumbangkan adalah dari cabang renang. Tiga diantaranya adalah milik Lukman dari pertandingannya di nomor 100 meter dan 200 meter gaya punggung, serta 4x100 meter medley relay putra.

Sejak saat itu, seolah tidak ada yang bisa menghentikan karir Lukman. Tahun demi tahun dari setiap ajang internasional, Lukman kerap menyumbang prestasi untuk Indonesia. Antara lain:

  • Asian Games Bangkok 1978: 3 Perunggu
  • SEA Games Jakarta 1979: 5 Emas
  • Junior Olympic Tokyo 1979: 2 Emas
  • PON 1980: 7 Emas
  • SEA Games Manila 1981:4 Emas
  • Asian Games New Delhi 1982: 6 Perunggu
  • SEA Games Singapura 1983: 2 Emas
  • SEA Games Thailand 1985:2 Emas
  • Asian Games Seoul 1986: 1 Perak dan 1 Perunggu
  • SEA Games Jakarta 1987: 1 Emas

Masa-masa gemilangnya memuncak setelah pencapaiannya pada Asian Games 1982. Saat itu ia terpilih sebagai satu-satunya wakil Indonesia di cabang renang untuk turun di Olimpiade Los Angeles 1984.

Lukman juga diberi dukungan KONI Pusat untuk belajar di Cypress High School dan Golden West Collenge yang keduanya di Los Angeles.

Di tengah-tengah masa pendidikan itulah dia juga diberi predikat sebagai The Best Performance dari Cypress High School, serta Best Male Athlete of the Year oleh Golden West College.

Di tengah-tengah persiapannya menuju Olimpiade Los Angeles 1984, Lukman juga berhasil mencetak rekor Asia untuk nomor 100 meter gaya punggung saat bertanding di SEA Games Singapura 1983.

Rekornya itu mengalahkan rekor sebelumnya dari perenang Jepang, Kenji Ikeda dengan keunggulan satu detik.

Hingga saat ini belum ada lagi perenang Indonesia yang mampu mencetak rekor Asia pada nomor yang sama.

Sampai tiba saatnya olimpiade. Sayang, Lukman belum mampu melangkah ke ronde final. Di nomor 100 meter gaya bebas ia hanya mampu sampai di urutan enam. Sementara di nomor 100 meter dan 200 meter gaya punggung Sang Raja PON hanya mampu sampai di urutan kelima.

--

Sumber: Historia | Republika | Liputan 6 | CNN Indonesia | Kompas

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Dini Nurhadi Yasyi lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Dini Nurhadi Yasyi.

Terima kasih telah membaca sampai di sini