Filosofi Rujak Gobet Dalam Tradisi Tujuh Bulanan Masyarakat Jawa

Filosofi Rujak Gobet Dalam Tradisi Tujuh Bulanan Masyarakat Jawa
info gambar utama

Bagi Kawan GNFI yang tumbuh besar di dalam lingkungan keluarga adat Jawa, pastinya sudah tidak asing lagi dengan berbagai acara tradisi Jawa.seperti tradisi lamaran pernikahan, hingga acara tradisi tujuh bulanan untuk ibu hamil atau orang Jawa menyebutnya mitoni.

Acara tujuh bulanan bagi orang Jawa dimaksudkan untuk meminta keselamatan dan pertolongan untuk sang ibu dan calon bayi kepada Yang Maha Kuasa. Dengan begitu ada sekitar lima rangkaian acara yang harus dilakukan oleh sang calon ibu bersama calon ayah.

Dimulai dari prosesi siraman, prosesi brojolan agar bayi lahir selamat, prosesi angreman hingga prosesi dodol rujak atau jualan rujak.

Namun, Mitoni tidak dapat diselenggarakan sewaktu-waktu, orang Jawa biasanya memilih hari yang dianggap baik yaitu di hari Selasa atau dalam hitungan Jawa jatuhnya di hari Senin siang sampai malam, dan hari baik selanjutnya yaitu hari Sabtu atau dalam hitungan Jawa jatuh pada hari Jumat siang sampai malam.

Secara teknis, upacara ini biasa dipimpin oleh dukun dan anggota keluarga yang dianggap sebagai orang yang tertua. Terlebih kehadiran dukun juga nantinya bersifat seremonial, dalam arti mempersiapkan dan melaksanakan upacara kehamilan.

Mengenai tempat diselenggarakannya biasanya dipilih di depan suatu tempat, biasa disebut pasren yaitu senthong tengah yang erat sekali dengan kaum petani untuk tempat memuja Dewi Sri (dewi padi). Akan tetapi, juga bisa diselenggarakan di ruang keluarga atau ruangan yang luas dan cukup untuk menyelenggarakan upacara tradisi mitoni.

#dodolrujak | Foto: @gramho.com on Instagram
info gambar

Di pangkal acara tradisi mitoni nantinya akan dilanjutkan dengan prosesi dodol rujak dan dawet cendol yang dilakukan oleh calon ibu dan calon ayah. Rujak yang digunakan dalam prosesi ini ialah Rujak Gobet.

Rujak Gobet merupakan salah satu makanan tradisional Jawa yang berasal dari daerah Malang, Jawa Timur. Rujak yang terdiri dari beraneka buah seperti bengkuang, nanas, pencit (mangga muda), blimbing, jambu, babal (nangka muda), kedondong, asem dan racikan bumbu lainnya memiliki rasa asam, manis, pedas dan segar menjadi satu. Hal ini membuat Rujak Gobet ini menjadi menarik dan unik, bahkan baunya yang menggoda membuat semua orang mendekat dan ingin mencicipinya.

Prosesi dodol rujak dan cendol yang dilakukan oleh sang calon ayah dan calon ibu ini dimulai dari calon ayah yang memabawa payung untuk memayungi calon ibu yang sedang membawa wadah untuk menampung hasil jualan. Uang yang digunakan yaitu uang koin yang terbuat dari tanah liat atau biasa disebut kreweng. Setelah itu, calon ayah akan menerima uang dari pembeli untuk dimasukkan dalam wadah tersebut dan sang calon ibu melayani para pembeli.

Dalam tradisi mitoni, Rujak Gobet memiliki nilai filsafat yang tinggi. Calon orang tua mengharapkan anak yang terlahir nanti bisa berkumpul dan berbaur oleh semua lapisan masyarakat. Prosesi ini juga dimaksudkan agar masa depan si anak dapat meraih kesuksesan dan tercukupi kebutuhan finansialnya.

Tak hanya itu, rujak Gobet yang merupakan rujak serut terbuat dari tujuh macam buah-buahan nantinya dalam prosesi dodol rujak, si calon ibu akan bertugas meracik bumbu rujaknya sendiri sebelum diberikan kepada pembeli.

Dari sinilah masyarakat Jawa biasanya melambangkan apabila rasanya kurang enak maka calon bayi nantinya berjenis kelamin laki-laki. Sedangkan, jika rasanya enak maka calon bayi nantinya berjenis kelamin perempuan.

Sumber : kompasiana.com, starjogja.com

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini