Kitab Prapanca : 40% Istana Kerajaan Majapahit Sudah Tergambarkan Jelas

Kitab Prapanca : 40% Istana Kerajaan Majapahit Sudah Tergambarkan Jelas
info gambar utama

Lebih dari se-abad para sejarawan dan arkeolog mencoba memecahkan teka-teki lokasi, serta gambaran bangunan istana Kerajaan Majapahit.

Banyak para ahli menduga Istana Raja Hayam Wuruk itu di Trowulan, Mojokerto. Namun, dugaan tersebut masih menimbulkan penafsiran yang abu-abu tentang gambaran istana Majapahit seutuhnya.

Padahal, menurut catatan Prapanca mengungkapkan sekitar 40% dari keseluruhan wilayah Keraton Majapahit sudah tergambarkan jelas dalam kitabnya. Namun sisanya yang 60% tidak tercatat oleh Prapanca.

Beliau menggantikan bapaknya sebagai menteri urusan agama (Buddha), Prapanca relatif hanya sebentar saja mendampingi Hayam Wuruk dalam perjalanan legendarisnya yang tecatat dalam kitab Desawarnana, antara September hingga Oktober 1359 perjalanan itu berlangsung.

Walaupun begitu, catatan Prapanca baru selesai ditulis di atas bilah-bilah lontar pada Selasa, 30 September 1365. Hingga hari ini, catatan Prapanca adalah temuan hagiografis paling penting yang menggambarkan Jawa di abad pertengahan.

Catatan Prapanca juga dikenal dengan nama Negarakertagama yang bisa diartikan sebagai catatan-catatan tentang pengaturan negara di masa lampau. Dalam penyusunannya Prapanca menggambarkan dengan cukup rinci denah istana kerajaan dan kotaraja Majapahit.

Menurut Prapanca dalam buku Negarakertagama (Sebuah buku kuno yang ditulis pada abad ke-14), Istana Majapahit dikelilingi dinding bata merah tinggi dan tebal. Di dekatnya ada pos di mana para pelayan berjaga.

Gerbang utama menuju istana (kompleks istana) terletak di sisi utara tembok, dalam bentuk gerbang agung dengan pintu-pintu besar yang terbuat dari besi berukir. Di depan gerbang utara terdapat bangunan panjang tempat pertemuan tahunan pejabat negara, pasar, dan persimpangan yang disucikan.

Memasuki kompleks melalui gerbang utara terdapat lapangan yang dikelilingi bangunan-bangunan suci agama. Di sisi barat lapangan ini terdapat paviliun yang dikelilingi oleh kanal dan kolam tempat orang-orang mandi.

Di ujung selatan alun-alun terdapat berbagai rumah yang dibangun di teras dengan teras, rumah-rumah ini adalah tempat tinggal para pelayan istana. Gerbang lain mengarah ke lapangan ketiga yang penuh dengan bangunan dan aula besar. Gedung ini adalah ruang tunggu tamu yang akan menghadap raja.

Kompleks istana raja terletak di sisi timur alun-alun ini, dalam bentuk beberapa paviliun atau paviliun yang dibangun di atas platform batu bata berukir, dengan tiang kayu besar diukir dengan sangat halus dan atap yang dihiasi dengan ornamen tanah liat.

Di luar istana terdapat kompleks kediaman para Imam Siwa, biarawan Buddha, anggota keluarga kerajaan, serta pejabat dan bangsawan (bangsawan). Lebih jauh, terpisah oleh lapangan besar, masih banyak kompleks bangunan kerajaan lainnya, termasuk salah satu hunian Mahapatih Gajah Mada. Pada titik ini, penggambaran Prapanca tentang ibu kota Majapahit berakhir.

Kesaksian Ma Huan

Stutterheim, pada 1932 menulis tentang naskah kesaksian Ma Huan sebagai dasar penyelidikan yang dia lakukan. Ma Huan adalah tukang catat laksamana Cheng Ho yang melakukan ekspedisi ke berbagai bandar-bandar perdagangan dunia antara 1405 hingga 1433.

Salah satu tempat yang dia singgahi adalah wilayah pesisir pulau Jawa. Dalam catatan yang diterbitkan pada 1451, Ma Huan menulis bahwa empat bandar besar pesisir Pulau Jawa yakni, Tuban, Gresik, Surabaya, dan Majapahit adalah kota-kota yang tidak mempunyai pagar keliling.

Istana kerajaan, atau kotaraja dalam catatan Ma Huan memiliki tembok setinggi tiga chang atau tiga tombak. Kurang lebih 9,4 meter untuk ukuran sekarang. Sedangkan kelilingnya kira-kira lebih dari 200 paces atau lebih dari 310 meter.

Di dalamnya terdapat dua lapis pintu gerbang. Pintu gerbang pertama adalah pintu gerbang masuk ke lingkungan keraton. Sedangkan pintu gerbang yang kedua adalah pintu gerbang pribadi raja dan kerabat terdekat. Penjagaan kraton sangat ketat dan berlapis. Sedangkan kondisi kraton terlihat bersih dan rapi.

Kemudian sebuah buku tentang etiket dan prosedur untuk istana Majapahit menggambarkan ibukota sebagai "Tempat di mana kita tidak perlu berjalan melewati sawah".

Relief kuil dari era Majapahit tidak menggambarkan suasana perkotaan, tetapi lebih tepatnya menggambarkan area perumahan dikelilingi oleh dinding.

Istilah 'kuwu' di Negarakertagama dimaksudkan sebagai unit hunian yang dikelilingi oleh dinding, tempat penduduk tinggal dan dipimpin oleh seorang bangsawan.

Pola pemukiman ini adalah karakteristik kota pesisir Jawa abad ke-16 menurut penjelajah Eropa. Diperkirakan ibu kota Majapahit terdiri dari kumpulan banyak unit hunian seperti ini.

Situs Kumitir Jatirejo

Penemuan Talud di Jatirejo, 6 km dari Trowulan, Mojokerto (Asean Heritage & History).

Berjarak kurang lebih 6 km dari Trowulan BPCB (Balai Pelestarian Cagar Budaya) Jawa Timur, melakuakan proses ekskavasi terhadap situs Kumitir yaitu struktur bata merah berbentuk talud kuno atau tembok penguat tanah.

Talud diperkirakan mengelilingi sebuah kompleks bangunan suci era Kerajaan Majapahit yang dibangun pada abad ke-14 tersebut dengan kedalaman sekitar 1,5 meter. Selama 10 hari, tim ekskavasi baru menemukan satu struktur bata membentuk sudut di sisi timur laut.

Tembok ini untuk mencegah luapan banjir dari Sungai Brangkal atau Pikatan. Sebab, secara geografis posisi Situs Kumitir berada di dataran banjir Sungai Brangkal.

"Dianggap mengganggu, maka Majapahit membuat talud supaya airnya tidak naik,’" ujar Wicaksono Dwi Nugroho mengutip Radar Mojokerto.

Dugaan itu diperkuat dengan banyaknya material pasir, kerikil, dan bebatuan yang menimbun struktur talud.

Diduga, sedimen tersebut berasal dari banjir lahar dingin Gunung Welirang dan Anjasmoro yang melalui Sungai Brangkal. Menyusul, pada masa lalu, sungai ini letaknya cukup dekat dengan Situs Kumitir. Bahkan, Sungai Brangkal disebutnya menjadi batas alam sisi timur Kota Majapahit.

"Sekarang bergeser sekitar satu kilometer dari Situs Kumitir," tutupnya.

Penemuan Bagian Bangunan Candi

Penemuan batu besar bagian dari sebuah candi oleh warga Dusun Bendo, Mojokerto (Radar Mojokerto).
info gambar

Dilokasi yang tidak jauh dari penemuan Talud, ditemukan juga bagian dari sebuah bangunan candi oleh seorang warga dusun Bendo, Desa Kumitir berbentuk batu besar andesit diduga merupaka salah satu bagian candi.

Fendi Andriyanto (26) mengaku menemukan batu besar itu ketika ia bersama temannya hendak menggali tanah uruk.

"Kami sedang menggali tanah uruk. Saat kami temukan posisi batu ini terbalik, bagian yang lonjong itu di bawah," kata Fendi Kamis (16/4) dikutip dari Suara Mojokerto.

Bedasarkan hasil pengamatan batu itu memiliki panjang 130 cm, lebar 100 cm dan tinggi 100 cm.

Lantas Temuan batu tersebut ia laporkan ke Pemerintah Desa Kumitir. Lalu dia dibantu rekan-rekannya, pemuda asal Dusun Bendo ini menggali batu hingga nampak seluruh bagiannya.

Sementara itu, Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur, Wicaksono Dwi Nugroho menduga batu besar (andesit) itu salah satu pipi anak tangga bangunan candi.

"Dibuat identik, belum bisa di pastikan pipi tangga ini disebelah kanan atau kiri," kata dia.

Ia berasumsi jika pipi tangganya saja sebesar ini, candinya juga ukurannya cukup besar. Selain batu pipi tangga candi, juga ditemukan beberapa bongkahan batu di dalam makam umum Dusun Bendo. Sejumlah bongkahan batu itu juga komponen dari sebuah candi.

"Temuan batu di makam berupa antefiks yaitu ujung bagian atas candi juga batu-batu kotak komponen candi bagian kaki atau badan. Runtuh kemungkinan akibat gempa bumi," katanya.

Ia memperkirakan, bagian pondasi candi masih terpendam di dalam tanah yang kini menjadi pemakaman umum Dusun Bendo. Kedalaman bagian pondasi diperkirakan sejajar dengan titik ditemukannya batu pipi candi. Candi ini kemungkinan dibangun dengan kombinasi batu dan bata merah. Bata merah biasanya untuk isian dalam candi.*

Sumber: Indonesia.go.id | Asean Heritage & History | Media Lokal Mojokerto

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini