Lantunan Gema 'Takbir' Hari Raya di Lembah Baliem

Lantunan Gema 'Takbir' Hari Raya di Lembah Baliem
info gambar utama

Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Agama secara resmi mengumumkan penetapan idulfitri tahun 2020 atau 1 Syawal 1441 Hijriyah jatuh pada Ahad, 24 Mei 2020.

Pengumuman Idul Fitri tersebut disampaikan langsung oleh Menteri Agama Fachrul Razi setelah menggelar sidang isbat pada Jumat (22/5/2020).

"Sidang isbat secara bulat menyatakan bahwa 1 Syawal 1441 Hijriah jatuh pada hari Ahad atau Minggu, 24 Maret 2020," kata Fachrul Razi dikutip dari Kompas.com.

Sudah kita ketahui bersama Ramadan dan idulfitri atau lebaran tahun ini berbeda dengan tahun sebelumnya. Umat muslim di Indonesia harus menjalankan Ramadan dan merayakan gema takbir di tengah pandemi Virus Corona atau Covid-19 yang mewabah hampir di seluruh penjuru dunia.

Namun, tahukah Kawan GNFI bahwa ada saudara muslim kita di Lembah Baliem-Papua, selain berjuang di tengah Covid-19, mereka juga berjuang ketika melatunkan gema 'takbir' hari raya? Ya, mereka adalah masyarakat di Lembah Baliem-Papua yang tinggal di ketinggian ekstrim Pegunungan Jayawijaya dengan cuaca yang sangat dingin.

Dilansir dari Republika, salah seorang petugas medis di RSUD Wamena, Dr. Mukri Nasution bersama tiga orang temannya sengaja ingin melewatkan Hari Raya Idulfitri bersama di perkampungan muslim yang terletak di kaki gunung tertinggi di Indonesia itu.

Bagi Mukri dan teman-temannya, berhari raya di Walesi punya kesan tersendiri. Udara yang dingin, dan fasilitas seadanya membuat mereka menggigil sepanjang malam. Tidak ada tempat tidur yang empuk, hanya tikar yang sudah lusuh untuk beristirahat.

Takbir yang mereka lantunkan sepanjang melam membuat anak-anak pesantren ikut ‘melek’ bersama mereka. Anak-anak yang masih di tingkat sekolah dasar tersebut ikut menggelar acara bakar ikan dan meletuskan meriam yang mereka buat dari bambu.

Umat Islam di pegungungan tersebut hanya berjumlah 100 orang. Kendati menjadi minoritas dan kehidupan yang serba sederhana, ternyata tidak menjadi penghalang bagi mereka untuk bergembira di Hari Raya.

Pukul 7.30 WIT, salat Idulfitri mulai ditunaikan. Salat diimami oleh Ustaz Abu Hanifah, seorang anak kelapa Suku Dani. Ia juga yang kemudian menyampaikan Khutbah Idulfitri. Dalam khutbahnya, Ustaz Abu Hanifah mengingatkan agar terus berpegang teguh pada Aqidah dan Syariat Islam.

Khutbah yang disampaikan dalam bahasa Suku Dani itu mengingatkan agar umat Islam setempat tidak perlu bersedih maupun berduka, jika mempunyai ketakwaan maka dialah yang paling mulia di sisi Allah SWT.

Selepas Shalat Id, acara dilanjutkan dengan jamuan makan. Kemudian kegiatan kita tutup dengan salam-salaman dan makan bersama.

Salah seorang tenaga pengajar di Ponpes Istiqamah Walesi, Muhammad Ilyas mengatakan baru di tahun ini Lebaran terasa semarak di Pegunungan Jaya Wijaya itu.

Jejak Muslim di Lembah Baliem

Festival Lembah Baliem | Foto : @melinifitri
info gambar

Pada tahun 1960-an transmigran muslim dari Jawa yang datang ke Lembah Baliem memperkenalkan Islam kepada warga setempat. Selain itu, ada juga sumber menyebutkan warga asli Lembah Baliem mengenal islam lewat interaksi dengan pendatang dari Bugis yang membuka usaha kios dan jasa transportasi.

"Selain dari para guru dan transmigran dari Jawa di daerah Sinata, yang kini disebut Megapura, di Distrik Asso-Lokobal, warga asli Lembah Baliem mengenal Islam dari interaksi dengan pendatang dari Bugis," ujar Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Jayawijaya Alpius Wetipo mengutip CNN indonesia.

Lanjut kata dia, seorang tokoh seperti; Merasugun, Firdaus, dan Muhammad Ali Asso disebut sebagai generasi pertama pemeluk Islam di Lembah Baliem pada tahun 1970-an.

"Mereka berperan dalam menyebarluaskan ajaran Islam di wilayah tersebut." katanya

Kini sebagian Suku Dani yang tinggal di Lembah Baliem memeluk Agama Islam, termasuk di antaranya yang tinggal di Kampung Tulima dan Kampung Walesi.

Menurut Jubi.co.id, Para transmigran ini semuanya beragama Islam, sehingga oleh kepala suku setempat diberikan sebidang tanah untuk dibangun mushola.

"Dalam perkembangannya mushola kecil ini diperluas dan diperbesar menjadi masjid Megapura. Selain itu, sebagian transmigran ini juga berprofesi sebagai guru sehingga mereka pun turut mengajar di sekolah," tulis media lokal papua itu.

Kehadiran agama Islam di Lembah Baliem telah menambah warna baru dalam kehidupan beragama. Di Lembah Baliem sendiri sebelumnya sudah berkembang agama Kristen Protestan dan Katolik. Sebagian Suku Dani kemudian memeluk agama Islam, seperti terlihat pada masyarakat Dani di Distrik Walesi.

Yang menarik adalah masyarakat Walesi yang beragama Islam, masih tetap mempertahankan budaya tradisional pegunungan tengah Papua.*

Sumber : Kompas.com | Republika | CNN Indonesia | Jubi.co.id

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini