Sebuah Pesan dan Makna Ludruk Kangean

Sebuah Pesan dan Makna Ludruk Kangean
info gambar utama

Ludruk merupakan kesenian yang sudah tak asing bagi sebagian masyarakat Indonesia, terutama di Jawa Timur. Ludruk diyakini berasal dari kota Jombang. Ludruk biasanya diperagakan oleh sebuah grup kesenian yang dipergelarkan di sebuah panggung dengan mengambil cerita tentang kehidupan rakyat sehari-hari, cerita perjuangan, drama kolosal.

Untuk lebih menarik minat dan antusiasme penonton, ludruk biasanya diisi dengan lawakan sebagai hiburan. Sepanjang pertunjukan, ludruk diiringi dengan musik gamelan. Pada mulanya, Ludruk hanyalah kesenian jalanan yang dimainkan secara berkeliling dari desa ke desa.

Seiring perkembangan zaman, kesenian ini mampu menjadi kesenian panggung yang ditampilkan secara baik dan menarik. Ludruk semakin populer setelah Cak Durasim, seorang seniman kelahiran Jombang, memprakarsai perkumpulan ludruk di Surabaya pada tahun 1937.

Kepopuleran ludruk ini membawanya menyeberang ke Pulau Madura. Terkait Ludruk Madura ini, mengutip James L Peacock, Helene menyebut, selain melakonkan adegan-adegan kehidupan sehari-hari, seperti persoalan keluarga, suami-istri, perkawinan, dan sebagainya.

Ludruk juga melakonkan episode perang kemerdekan serta cerita pahlawan dalam legenda-legenda Madura dan Jawa. Selain menyebut soal jenis tontonan kaum buruh, Peacock menulis bahwa di Madura (di seberang teluk Surabaya) juga terdapat teater yang disebut “Ludruk”. Setiap pertunjukan memperlihatkan baik unsur kebudayaan tradisional Jawa dan Madura maupun tema modern nasionalis-komunis-Indonesia.

Indikasi awal lahirnya ludruk Madura yang popular di Kabupaten Sumenep di kemudian hari, dapat dibaca dari pernyataan-pernyataan Peacock akan meleburnya unsur Madura dalam bagian-bagian pentas ludruk di masa awal kejayaan Cak Durasim.

Selain itu, sebuah artikel yang ditulis Slamet Munsi Dian Pribadi mencatatkan terbentuknya ludruk di Madura (Sumenep) dimulai oleh Yudo Prawiro dengan membentuk komunitas Seni Remaja di Desa Pagar Batu, Kecamatan Saronggi, Kabupaten Sumenep. Seiring perkembangan zaman, jenis kesenian ini akhrinya meluas di seluruh wilayah Kabupaten Sumenep hingga ke Kepulauan Kangean.

Dalam perkembangannya, ludruk memiliki ragam cerita yang tak lepas dari pengaruh tokoh dan kondisi geografis serta sosiokultural di mana ludruk itu berkembang. Tak terkecuali di Kepulauan Kangean, ludruk selalu mengangkat sosial dan budaya masyarakat di sana menjadi sebuah pertunjukan.

Ludruk, Lodrok atau disebut juga Ajhing menurut masyarakat Kangean merupakan sebuah kesenian yang telah ada sejak bertahun-tahun lamanya. Untuk mengetahui hal ini, terdapat salah satu tokoh kesenian ludruk di Kepulauan Kangean.

Musahnan merupakan seorang yang telah menggeluti kesenian ludruk mulai pertehangan tahun 1980-an sekaligus pemilik salah satu grup ludruk "Sinar Putera" yang dibentuk pada awal tahun 2000-an.

beberapa alat musik dalam kesenian Ludruk Kangean
info gambar

Musahnan bercerita banyak hal mengenai ludruk tak terkecuali peralatan musik yang ada di rumahnya satu demi satu. Musahnan menjelaskan jenis, fungsi, dan makna yang terkandung di balik peralatan musik yang digunakan dalam pertunjukan ludruk.

Bhunang, merupakan alat musik yang dipukul terbuat dari kuningan. Bhunang terdiri dua puluh buah yang melambangkan dua puluh sifat wajib Allah SWT wujud, qidam, baqa, mukhalafathu, lil hawadithi, qiyamuhu, binafsihi, wahdanian, qudrah, iradah, ilmun, hayat, sama’, bashar, kalam, qadiran, muridan, ‘aliman hayyan sami’an, bashiran, mutakalliman.

Ghembeng, merupakan alat musik pukul yang terbuat dari kuningan namun lebih besar dari Bhunang. Ghembeng berjumlah tujuh belas buah yang melambangkan jumlah rakaat dalam shalat wajib dalam islam.

Sharon, merupakan alat musik pukul yang terbuat dari kuningan berbentuk persegi panjang. Alat musik ini berjumlah enam yang melambangkan rukun iman dalam islam.

Ghendheng, merupakan alat musik yang terbuat dari kulit sapi serupa bedug namun berukuran lebih kecil. Berdasarkan bunyi yang dihasilkan yakni “pak-pak katepak” dalam bahasa Kangean teppak yang artinya benar. Ini mengandung pesan agar manusia memiliki perilaku yang baik atau benar.

Ghung, merupakan alat musik gamelan yang terbuat dari kuningan dan ukurannya sangat besar. Alat musik ini melambangkan keagungan Allah SWT. Bunyi alat musik ini “jhuurrrrrr jhurrr” yang mengandung pesan agar manusia berlaku jujur baik pada diri sendiri maupun pada orang lain.

Soleng, merupakan alat musik tiup yang terbuat dari kayu atau bambu. Dalam suling terdapat enam lobang yang melambangkan keyakinan atau rukun iman. Alat musik ini mengandung pesan sebagai bentuk tangisan manusia kepada Allah SWT.

Tidak hanya peralatan musik yang mengandung makna-makna yang bernafaskan islam, namun juga tarian-tarian yang ditampilkan banyak mengandung makna dan pesan kehidupan.

Puspo, merupakan tarian dengan gerakan halus/lembut yang mengandung pesan tentang tatak rama, sopan santun, serta cara bersikap kepada orang tua dan pemimpin.

Bendrong, merupakan gerakan kasar atau keras seperti hentakan kaki dan lain sebagainya. Tarian ini mengandung pesan keberanian dalam bertindak.

Angleng, merupakan gerakan yang menunjukkan rasa cinta seorang laki-laki terhadap perempuan. Adapun pesan yang terkadung di dalamnya ialah tentang sikap seorang laki-laki yang harus menjaga perempuan, bahwa sebagai seorang laki-laki harus kuat dan perkasa.

Ayak, gerakan yang mengandung makna dan pesan tentang semangat dalam mencari nafkah. Pesan yang terkandung di dalamnya ialah bahwa seorang laki-laki harus bertanggung jawab terhadap segala kebutuhan perempuan (istri).

Sinabur, merupakan tarian yang melambangkan suasana sedih dan berduka. Pesan yang terkandung di dalamnya ialah agar manusia selalu ingat bahwa manusia makhluk yang lemah.

Tallang, merupakan tarian yang mengandung pesan tentang tangisan. Pesan yang terkandung di dalamnya ialah agar manusia selalu memohon ampun kepada Allah SWT.

Sokma elang, merupakan tarian yang melambangkan rasa kehilangan sesuatu yang dicintai. Pesan yang terkandung di dalamnya ialah bahwa sebaiknya seseorang tidak memiliki lebih dari satu (benda, harta, atau wanita) jika tidak mampu menjaganya.

Para pelaku kesenian ludruk di Kepulauan Kangean memang meyakini bahwa kesenian ludruk erat kaitannya dengan siar islam yang dibawa oleh para wali di tanah Jawa. Oleh karena itu, ludruk diyakini sebagai media menyebarkan islam, maka ludruk pun sarat akan nilai-nilai yang berkaitan dengan agama islam seperti membaca do’a dan beberapa surat dalam kitab suci Al-quran, seperti surat Al-fatihah dan Al-ikhlas.

Hampir keseluruhan dari setiap unsur yang ada dalam kesenian ludruk mengandung makna yang berupaya mendekatkan manusia pada Allah SWT, mulai dari peralatan yang digunakan, musik yang dimainkan, hingga gerakan yang ditampilkan seperti yang telah diuraikan di atas.

Uraian di atas mungkin tidak mengandung kebenaran sepenuhnya dikarenakan tidak adanya catatan sejarah yang pasti terkait kesenian ludruk di Kepulauan Kangean. Namun, satu yang pasti bahwa kesenian ludruk ini harus terus dilestarikan sebagai warisan seni budaya.*

Sumber: Bouvier, Helena. (2002). Lebur Seni Musik dan pertunjukan dalam Masyarakat Madura. Forum Jakarta-Paris. Jakarta; Yayasan Asosiasi Tradisi Lisan, Yayasan Obor Indonesia | Lisbijanto, Herry. (2013). Ludruk. Yogyakarta; Graha Ilmu

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini