Sejarah Hari Ini (3 Oktober 1943) - Pembentukan PETA

Sejarah Hari Ini (3 Oktober 1943) - Pembentukan PETA
info gambar utama

Tentara Sukarela Pembela Tanah Air atau PETA adalah kesatuan militer yang dibentuk Jepang pada masa pendudukan mereka di Indonesia.

Proses pembentukan PETA, dimulai dengan usul R. Gatot Mangkoepradja, melalui suratnya yang ditunjukan kepada Gunseikan, pada tanggal 8 September 1943, yang meminta agar bangsa Indonesia diperkenankan membantu Pemerintah Militer Jepang.

''Bahwa hamba sampai mengharapkan, bangsa Indonesia bukan saja tinggal di belakang dan memperkuat garis belakang, akan tetapi juga turut terjun ke medan perang, ikut melawan dan meruntuhkan kekuasaan Inggris, Amerika, dan sekutunya,'' terang Gatot Mangkoepradja dalam Surat Gatot Mangkoepradja Dipersembahkan ke Hadapan Padoeka Jang Moelja Tuan Gunseikan di Djakarta (1943).

Akhirnya usulan itu diloloskan. Pembela Tanah Air dibentuk pada 3 Oktober 1943 berdasarkan maklumat Osamu Seirei No 44 yang diumumkan oleh Panglima Tentara Ke-16, Letnan Jendral Kumakichi Harada sebagai Tentara Sukarela yang berisikan orang-orang lokal.

Pelatihan pasukan Peta dipusatkan di kompleks militer Bogor yang diberi nama Jawa Bo-ei Giyugun Kanbu Resentai.

Perhatian penduduk terhadap PETA ternyata sangat besar, terutama dari kalangan pemuda yang telah mendapat pendidikan sekolah menengah dan tergabung dalam Seinendan (barisan pemuda).

Para pemuda Indonesia menjalani latihan militer.
info gambar

Anggota PETA berasal dari berbagai golongan masyarakat dengan motivasi yang beragam, ada yang terdorong karena semangat membantu Jepang dan juga ada yang bergabung karena bujukan pemimpin pergerakan Islam nasional.

Peran golongan agama Islam memang turut dikedepankan dalam mengembangkan PETA.

Hal ini kemudian juga diperlihatkan dalam panji atau bendera tentara PETA yang berupa matahari terbit (lambang kekaisaran Jepang) dan lambang bulan sabit dan bintang (simbol kepercayaan Islam).

Sebagian besar Daidanco (sebutan untuk Komandan Batalion PETA) pun berasal dari tokoh pergerakan Islam.

Hanya saja banyak yang tidak kerasan karena melihat kebiasaan tentara Jepang yang gemar minum minuman keras dan mengharuskan membungkuk (seikerei) yang gerakannya serupa ruku dalam salat.

PETA membesar dalam waktu yang relatif singkat, meskipun kebanyakan anggotanya tidak punya pengalaman dan kemampuan militer.

Poster PETA pada 1943.
info gambar

Gatot Mangkoepradja memang mengiming-imingi militer Jepang bahwa pemuda Indonesia bisa membantu mereka sukses memenangi perang Pasifik dengan mengalahkan Barat.

Jika melihat keseluruhan isi suratnya, Gatot terkesan menjilat militer Jepang agar usulnya disetujui dan ia mendapat perhatian.

Namun, tujuan lainnya murni untuk mengasah para pemuda di kesatuan militer yang berguna bagi bangsa Indonesia untuk ke depannya.

PETA yang semula membantu justru menjadi batu sandungan bagi tentara Jepang.

Banyak tentara PETA yang kecewa karena status mereka lebih rendah dibandingkan prajurit-prajurit Jepang yang berpangkat bukan perwira.

Kebencian juga timbul di kalangan perwira PETA karena melihat penderitaan dari para Romusha (pekerja).

Dari situ, pemberontakan pun dilakukan tentara PETA salah satu yang terbesar berlangsung di Blitar pada 14 Februari 1945.

Setelah proklamasi Indonesia kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, PETA menjadi salah satu unsur penting dalam terbentuknya Tentara Keamanan Rakyat (TKR), angkatan perang RI cikal bakal dari Tentara Nasional Indonesia.

Para mantan anggota PETA pun nantinya banyak yang menjadi tokoh militer terkemuka dalam riwayat ketentaraan nasional, di antaranya ialah Jenderal Sudirman, Suharto, Ahmad Yani, dan Basuki Rahmat.

---

Referensi: Nugroho Notosusanto, Marwati Djoened Poesponegoro, "Sejarah Nasional Indonesia VI" | George McTurnan Kahin, "Nationalism and Revolution in Indonesia" | Ahmad Mansur Suryanegara, "Api Sejarah 2"

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini