Agung Soetamin, Diaspora yang Selamatkan Ekonomi di Tacoma Amerika Serikat

Agung Soetamin, Diaspora yang Selamatkan Ekonomi di Tacoma Amerika Serikat
info gambar utama

Namanya memang tidak lebih sohor dibandingkan para diaspora Indonesia lainnya. Namun Agung Soetamin merupakan satu dari 70 ribu diaspora Indonesia di Amerika Serikat yang ternyata mampu memberi pengaruh besar di kota kecil Tacoma, Washington State, Amerika Serikat, di tengah dampak pandemi Covid-19.

Bahkan dirinya pernah dalam satu panel khusus bersama Gubernur Washington State, Jay Inslee, dalam siaran televisi lokal untuk membahas salah satu hal paling krusial yang dibahas di tengah dampak pandemi Covid-19, yaitu tentang perekonomian.

‘’Gubernur Inslee memberikan inisiatif untuk memberi grand kepada usaha-usaha kecil di mana S and J (Food Distributors) salah satu perusahaan yang waktu itu mendapat technical assistant. Dari (pemerintah Washington) State ada konsultan yang memberikan bantuan untuk mempermudah usaha kecil seperti kita,’’ ungkap Agung dalam sesi webinar Membumi Lestari dengan tajuk Diaspora Series:Diaspora Indonesia Berdaya di Amerika pada Selasa (13/10/2020).

Untuk diketahui, Agung memegang peran penting dalam perusahaan distributor daging yang bernama S and J Food Distributors itu, yaitu sebagai General Manager. Agung adalah satu dari tiga orang yang memiliki kuasa dan peran krusial dalam menjalani perusahaan yang tengah berjuang untuk terus mengayuh agar roda perekonomian di Tacoma terus melaju.

Bahkan Agung menceritakan bagaimana dia dengan dua petinggi perusahaan lainnya berusaha untuk tidak melakukan pemutusan hubungan kerja kepada para pegawainya.

‘’Jadi kita mengalisa, how bad the situation? Keperluan-keperluan apa yang kita bisa tutup secepatnya dan keperluan-keperluan apa yang bisa ditutup secara gradual. Itu tahap pertama yang kami lakukan. Nah, setelah itu inisiatif pertama itu transparansi. Berkomunikasi kepada semua pegawai,’’ tuturnya.

Mengetahui situasi sedang genting, seluruh aktivitas ekonomi terhenti, dampaknya tentu akan terasa dan tidak bisa dihindari oleh S and J Food Distributors. Komunikasi dan transparansi kepada seluruh pegawai menjadi langkah awal yang harus dilakukan.

‘’Kita tanya mereka, apa yang mereka bisa bantu dan apa yang mereka bisa lakukan,’’

Secara terbuka, Agung mengatakan bahwa perusahaan dengan terpaksa harus melakukan pemotongan gaji. Lebih tepatnya pemotongan itu dihitung utang perusahaan kepada pegawai. Hingga tiba situasi sudah stabil, perusahaan berjanji akan membayar utangnya kepad apegawai. Hasilnya, para pegawai pun dengan kooperatif menghadap kepada Agung dan para petinggi perusahaan.

Mereka mengatakan, ‘’Kalau perusahaan ingin memotong gaji kita, ndak apa-apa, kita siap,’’ kata Agung sambil mengisahkan kembali keadaan itu.

‘’Jadi respon kita, kamu kasih tahu ke perusahaan, setiap orang menyebutkan batas minimum berapa mereka bisa hidup. Kita tidak pukul rata. Berapa yang kamu bisa? Jadi kamu nggak kesusahan hidup,’’

Agung pun tidak menafikan dan tidak bisa memaksa untuk pegawai yang benar-benar tidak bisa dipotong upahnya, meski perusahaan menjanjikan akan mengembalikan upah yang belum terbayar itu.

Setelah berjuang, perusahaan ternyata mampu mengembalikan utang itu hanya dalam tiga pekan. Hal ini juga didukung oleh usaha para pedagang kecil yang merupakan klien-klien perusahaan Agung yang masih mampu bertahan dengan membuka restoran-restoran kecil mereka.

‘’Mereka tidak ada dining area. Karena itu, orang masih bisa beli makanan langsung pergi. Jadi mereka tetap bertahan sementara dengan adaptasi baru dalam melakukan bisnis. Usaha kita pun tidak ter-impact (negatif) secara besar, secara signifikan,’’ syukur Agung.

Hal tersebut juga didukung oleh fasilitas yang diberikan pemerintah setempat dengan memberikan asistensi mengenai extending credit kepada S and J, yang berimbas positif juga kepada restoran-restoran kecil.

‘’Biasanya kalau mereka kreditnya cuman tujuh hari untuk membayar, jadi extend pada waktu covid (pandemi) menjadi 30 hari. Jadi, memberikan breathing room kepada usaha-usaha kecil tadi dengan memberikan kemudahan-kemudahan tadi. Jadi makanya kita diundang (pemerintah) karena mereka tahu bahwa kita itu berinisiatif untuk memberikan assistant kepada small business,’’ tutur Agung.

Kisah Agung Sampai di Amerika Serikat

Diaspora Indonesia si Washington State
info gambar

Sejak pertama kali menginjakkan kaki di Amerika Serikat, tepatnya di Seattle, Washington State, tahun 1992 untuk menjalani kegiatan pertukaran pelajar, kembali sekolah ke Amerika Serikat merupakan tujuan utama pemuda asal Probolinggo ini. Sebenarnya Agung pernah kuliah Jurusan Akuntansi di Universitas Airlangga, namun hanya dalam jangka waktu satu tahun.

‘’Tidak pernah ada rasa ragu-ragu dalam berpikir bahwa saya bakal balik ke Amerika dan saya bakal kuliah di Amerika. Walaupun saya tidak punya uang, tapi ada rasa percaya saja bahwa kembali ke Amerika itu adalah tujuan untuk kuliah sejak pertama kali datang,’’ aku Agung.

Kalau diceritakan kembali, bisa dikatakan perjalanan Agung sampai akhirnya menginjakkan kaki kembali ke Amerika Serikat sangat mudah. Namun Agung mengaku itu bukan karena kepintarannya yang melebihi orang lain. ‘’Tapi karena banyak orang yang di sebelah saya yang mengulurkan tangan untuk memberi bantuan kepada saya,’’ katanya.

Justru kesulitan itu datang saat dia menjalani kehidupan di Amerika Serikat.

‘’Waktu di sini saya kerja di tiga tempat dan kuliah secara penuh. Jadi tidur itu luxury. Aku jadi tukang cat rumah, itu (pekerjaan) yang pertama. Kedua, kerja di Burger King. Ketiga, jadi tutor untuk siswa yang mau drop out yang kesulitan di matematika,’’ tuturnya.

Meski begitu, apa yang diperjuangkan oleh Agung sangat bisa dijalankan oleh pemuda Indonesia lainnya. Pasalnya, terdapat fakta menarik tentang diaspora Indonesia di Amerika Serikat.

Pada 2014 silam, pada acara Kongres Diaspora di Indonesia, saat Barack Obama juga mengunjungi Indonesia, data menunjukkan bahwa partisipasi perkuliahan tingkat strata satu (S1) untuk diaspora Indonesia di Amerika Serikat mencapai 48 persen, sedangkan Amerika Serikat sendiri hanya 27 persen.

Data annual income diaspora Indonesia pun diketahui lebih besar dibandingkan native American. Dengan perolehan 60 dolar AS untuk diaspora Indonesia, sedangkan untuk native American hanya 40 ribu dolar AS. Hal ini menunjukkan bahwa diaspora Indonesia bisa menunjukkan tajinya sebagai pemuda Indonesia di negeri orang.

Seharusnya kita sudah menyadari hal ini bahwa bangsa ini memang dilahirkan sebagai bangsa penakluk yang dahulu dengan berani mengarungi lautan dan tidak pernah takut untuk menjelajah. Sungguh sebuah modal yang sangat besar.

Atas dasar itulah Agung berpesan kepada pemuda Indonesia untuk terus membangun pondasi masa depan dengan membangun integritas diri. Sadari tujuan dan impian yang ingin kamu capai, lalu fokus akan hal itu.

‘’Kalau kita ingin sesuatu yang benar-benar hebat. Ingin sekali! Itu memang harus di pursue. Kalau memilih kerja, bagi saya, tahu harga dirimu dulu. Tahu kekuatan dan kelemahan kamu. Pursue pekerjaan yang kamu suka dan jangan pernah menyerah!’’

‘’Kalau dua tahun belum dapat promosi, ya harus promosikan diri sendiri. Pindah ke tempat lain, tapi harus di posisi yang kita inginkan. Banyak orang yang bilang bahwa loyalitas ke perusahaan itu penting. Bagi saya, loyalitas kepada diri sendiri yang lebih penting,’’ kata Agung.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Dini Nurhadi Yasyi lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Dini Nurhadi Yasyi.

Terima kasih telah membaca sampai di sini