Hari Primata Indonesia, Memahami Peran Primata di Alam dan Upaya Cegah Kepunahan

Hari Primata Indonesia, Memahami Peran Primata di Alam dan Upaya Cegah Kepunahan
info gambar utama

Tanggal 30 Januari merupakan diperingati sebagai Hari Primata Indonesia yang menjadi momen penting untuk menyebarkan informasi seluas-luasnya kepada masyarakat terkait perlindungan primata.

Indonesia sendiri memiliki beragam primata dengan keunikan yang tidak dapat ditemukan di negara lain. Tahun ini, peringatan Hari Primata Indonesia mengangkat tema “Hidup Selaras: Manusia dan Primata Saling Menjaga Alam”.

Tema tersebut merupakan pesan yang dapat mengingatkan kembali bahwa manusia dan primata memiliki ketergantungan yang sama terhadap alam. Primata dapat melengkapi siklus kehidupan ekosistem dari setiap benih pohon yang mereka sebar dan manusia memiliki peran untuk menjaga kelangsungan siklus tersebut agar terus berkelanjutan.

Tak dapat dimungkiri bila selama ini sudah banyak permasalahan yang diberikan manusia kepada primata dan habitatnya. Dalam momen ini, diharapkan manusia untuk bertindak lebih baik dan saling menjaga alam dan segala yang hidup di dalamnya. Meningkatkan kesadaran dan wawasan manusia terhadap pesan ini diharapkan dapat menambah rasa kepedulian terhadap kelestarian dan perlindungan primata dengan cara-cara yang positif.

Berkenalan dengan Yaki, Monyet Hitam Berjambul Endemik Sulawesi

Kehidupan primata di Indonesia

Kukang | @RUDI AFRIMANSYAH Shutterstock
info gambar

Indonesia diketahui memiliki biodiversitas satwa primata tertinggi di dunia dengan 61 spesies dari sekitar 479 spesies yang ada di dunia. Primata ini terdiri dari 5 famili dari 11 genus dan 38 di antaranya merupakan endemik atau hanya ada di Indonesia. Beberapa spesies primata tersebut antara lain kukang, tarsius, beruk, monyet, lutung, owa, siamang, orangutan, simakobu, dan bekantan.

Menurut penjelasan Prof. Rd Roro Dyah Perwitasari, Guru Besar IPB University, hampir semua wilayah geografi di Indonesia bisa ditemukan satwa primata asli kecuali Papua. Adapun primata endemik terbanyak berada di Sulawesi disusul oleh kepulauan Mentawai, Sumatera.

Primata memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem hutan dengan menjadi penebar biji vegetasi hutan, mediator penyerbukan, hingga penambah volume humus untuk kesuburan tanah.

“Orangutan diciptakan Tuhan di hutan itu untuk nyebar biji, ketika tidur dia buka kanopi, matahari bisa masuk ke hutan, biji yang dia sebar itu tumbuh jadi pohon,” ujar Dr Jamartin Sihite, CEO Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF), seperti dikutip Detik.com. Biji-bijian bakal pohon yang disebar oleh orangutan nantinya akan menjadi pohon, menyerap karbondioksida, dan menghasilkan oksigen yang bermanfaat bagi manusia.

Kemudian tarsius, primata imut ini juga memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan ekologi. Selama ini serangga merupakan hama bagi para petani karena merusak perkebunan dan kehidupan tarsius mmebantu petani dengan memakan serangga.

Begitu dengan dengan bekantan yang dalam ekosistem gambut memiliki fungsi sebagai pengatur silvikultur hutan. Primata endemik Kalimangtan ini memakan daun dan pucuk tanaman, termasuk tanaman rasau yang kemudian tumbuh semakin lebat.

Mentilin, Primata Imut Bermata Bulat yang Jadi Maskot Bangka Belitung

Berbagai ancaman terhadap primata

Lutung | @STWangPhoto Shutterstock
info gambar

Menurut penjelasan Mirza D Kusrini, dosen di Institut Pertanian Bogor (IPB University) sekitar 30 spesies primata di Indonesia kemungkinan akan punah pada 2050. Faktor paling penting yang memengaruhi kepunahan ini adalah perubahan iklim.

Orangutan Sumatra dan kukang Jawa akan mengalami kepunahan akibat ruang hidup yang semakin menyempit. Beberapa wilayah seperti sepanjang Pegunungan Bukit Barisan, Sumatera, kawasan Kalimantan Barat, pesisir selatan dan pegunungan di Pulau Jawa, hingga Sulawesi Utara, diperkirakan akan mengalami penyusutan habitat primata terparah di masa depan.

Habitat 37 primata akan menyusut sampai 90 persen dari kondisi saat ini akibat perubahan iklim pada 2050. Penyusutan ini juga menambah tekanan pada orangutan Sumatra karena spesies ini kurang memiliki kecakapan dalam beradaptasi pada lingkungan baru bila dibandingkan spesies orangutan lainnya.

Selain perubahan iklim, pertamabahan populasi penduduk yang terus terjadi setiap tahun juga menjadi tekanan bagi habitat primata. Dengan meningkatkan jumlah penduduk maka akan diikuti dengan perluasan lahan untuk kebutuhan hunian hingga pengembangkan sektor ekonomi sebagai pendukung kehidupan manusia yang pada akhirnya semakin menyusutkan habitat primata.

Kemudian, ancaman bagi kehidupan primata di Indonesia juga masih ditambah dengan adanya perburuan liar. Beberapa spesies primata diburu untuk dijadikan makanan manusia karena dianggap sebagai sumber protein hewani. Di sisi lain, primata juga sering ditangkap dan dibunuh karena dianggap sebagai hama bagi para petani.

Dalam daftar IUCN (International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources), sejumlah spesies primata di Indonesia telah menyandang status konservasi antara kritis, terancam, dan rentan.

Sementara itu dalam CITES (Convention on International Trade in Endangered Spesies of Wild Fauna and Flora), status primata Indonesia masuk dalam kategori Apendix I dan Apendix II yang berarti dilarang dalam segala bentuk perdagangan internasional dan merupakan spesies tidak terancam kepunahan, tetapi mungkin terancam punah bila perdagangan terus berlanjut.

Status konservasi ini menjadi permasalahan serius bagi primata Indonesia dan jelas bukan kabar baik. Meski berbangga atas keberagaman spesies yang hidup di Tanah Air, tetapi dibutuhkan kerja keras yang lebih lagi dalam hal pelestarian dan perlindungannya.

4 Primata Endemik Kepulauan Mentawai yang Terancam Punah

Upaya pelestarian primata di Indonesia

Keanekaragaman hayati adalah harta yang perlu dijaga dan dilestarikan mengingat betapa pentingnya untuk kehidupan manusia. Kehidupan primata yang memberikan banyak kontribusi untuk keberlanjutan manusia merupakan salah satunya.

Prof. Dyah mengatakan bahwa konservasi genetik dan aplikasinya untuk konservasi satwa primata merupakan hal penting untuk dilakukan sebelum satwa primata punah tanpa data biologi yang lengkap. Dalam dua dekade terakhir ini, konservasi generik merupakan alat yang berguna dalam semua pengambilan keputusan berkenaan dengan konservasi alam.

Konservasi genetik primata bertujuan untuk mengurangi risiko kepunahan dengan memperhatikan proses-proses genetik dan melestarikan potensi adaptasi spesies.

“Jika kita ingin melestarikan populasi satwa primata, peneliti di universitas dan lembaga penelitian perlu memasukkan kajian genetik dalam kebijakan dan pekerjaan konservasi praktis. Selain itu informasi genetik dan genomik mempunyai peran utama dalam penanggulangan kejahatan dan perdagangan satwa liar ilegal di Indonesia. Informasi karakter dan keragaman genetik juga perlu jadi pertimbangan dalam strategi konservasi satwa primata dan satwa liar lainnya ke depan,” ujar Prof. Dyah.

Selain itu, hal-hal sederhana yang dapat dilakukan untuk melindungi kehidupan primata adalah dengan tidak membelinya untuk menjadi hewan peliharaan. Membeli primata untuk dipelihara di rumah akan terus mendorong perdagangan primata. Semakin banyak primata yang dijual di pasar gelap tentu akan berpengaruh pada bekrurangnya populasi di habitat.

Pemulihan terhadap kawasan perlindungan primata pun dapat dilakukan, misalnya seperti di Taman Nasional Kerinci Seblat, Taman Nasional Siberut, Taman Nasional Tanjung Putingdan Taman Nasional Kutai. Taman nasional tersebut merupakan habitat alami bagi beberapa spesies primata.

Adapun pemulihan yang bisa dilakukan dengan merestorasi melalui penanaman vegetasi alami di kawasan konservasi tersebut. Vegatasi akan sangat berguna sebagai sumber pakan dan perlindungan bagi primata yang hidup di kawasan tersebut.

Tak lupa pengelolaan terhadap primata yang berada di luar kawasan konservasi juga perlu diperhatikan. Menurut tim peneliti dari Fakultas Biologi IPB University dan komunitas pemerhati primata, Forum SwaraOwa, ditemukan owa Jawa di Pegunungan Dieng, Jawa Tengah, yang dikelola oleh Perhutani. Orangutan liar juga banyak ditemukan di kawasan hutan produksi dan memicu terjadinya konflik antara primata dengan pengelola serta masyarakat.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Dian Afrillia lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Dian Afrillia.

DA
MI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini