Aktif di Media Sosial? Hati-Hati OversharingQ

Aktif di Media Sosial? Hati-Hati OversharingQ
info gambar utama

#FutureSkillsGNFI

Saat ini sudah tidak dapat dipungkiri lagi bahwa setiap individu dalam melakukan aktivitas sehari-harinya melibatkan media sosial. Namun ada suatu fenomena yang terjadi di dunia maya yang sebetulnya terlihat sepele namun dapat mengakibatkan dampak buruk bagi orang lain atau bahkan untuk diri kita sendiri. Fenomena tersebut bisa kita kenal dengan perilaku oversharing.

Apasih sebenarnya oversharing? Secara harfiah oversharing sendiri artinya berbagi berlebihan, apabila dikaitkan dengan media sosial bisa diartikan sebagai perilaku individu yang gemar membagikan sesuatu hal, baik dalam bentuk konten apapun, dan cenderung memiliki tujuan agar semua orang mengetahui setiap aktivitasnya. Berikut adalah ciri perilaku oversharing yang sering ditemukan di dunia maya dan sebab kenapa banyak orang yang tanpa sadar telah melakukan oversharing.

Mengenal lebih jelas perilaku oversharing dalam dunia maya

1.      Aktif dalam membagikan kisah pribadi, ingin berbagi atau fear of missing out (FOMO) ?

Dilihat dari sudut pandang psikologis, untuk mereka yang sering melakukan aktivitas tersebut tidak menutup kemungkinan bahwa dirinya sedang merasakan fear of missing out (FOMO). Singkatnya, FOMO adalah sebuah perasaan cemas dan takut yang timbul di dalam diri seseorang akibat ketinggalan sesuatu trend, seperti berita, lifestyle, dan hal lainnya.

Sebagai contoh, kamu tanpa sengaja melihat postingan seseorang melakukan kegiatan yang sedang nge-hype dan terkesan mewah dan menyenang, tanpa sadar kamu ada keinginan untuk membagikan momen liburan kamu dengan harapan bahwa hal itu dapat menarik perhatian dan dikagumi oleh teman-teman kamu.

2.      Aktif dalam membagikan pengalaman buruk atau kisah sedih, hati-hati Histrionic personality disorder (HPD)

Histrionic personality disorder (HPD) merupakan gangguan kepribadian yang ditandai dengan pola perilaku yang selalu mencari perhatian dan akan merasa tidak nyaman jika tidak diperhatikan. Ketika kamu sedih atau sedang dalam masalah memang dianjurkan untuk berbagi kisah atau curhat kepada orang lain, dengan tujuan agar kamu mendapatkan solusi atau saran. Tapi setelah bercerita dan mendengarkan saran dari orang lain kamu masih merasa tidak juga menemukan solusinya, sehingga kamu memutuskan untuk membagikan pengalaman buruk atau masalah kamu di media sosial dengan mengklaim bahwa hal tersebut adalah bentuk dari sharing.

Tanpa sadar setelah kamu membagikan kesedihan, kamu mengharapkan dukungan dan perhatian dari teman-teman di media sosial. Untuk hasilnya tentu akan berbeda, pada umumnya ketika tidak mendapatkan respon apapun dari teman, kamu tetap mendapat kepuasaan yang berbeda setelah membagikan cerita kamu, dalam hal ini kamu bisa dikatakan dalam kategori oversharing yang hanya sebatas mencari kepuasan atau kecanduan.

Namun berbeda ketika kamu masih merasa tidak nyaman karna tujuan kamu untuk mendapatkan perhatian tidak berhasil. Dalam hal ini kamu cenderung akan menambahkan cerita atau membesar-besarkan cerita kamu sebagai upaya agar orang lain bersimpati. Untuk kondisi yang seperti ini sebaiknya kamu harus mulai mencoba untuk mengontrol diri bisa dimulai dari hal terkecil, yaitu detox media sosial.

Bahaya perilaku oversharing bagi pelaku dan orang lain

Menurut profesor dari DePaul University Chicago, Paul Booth mengemukakan bahwa interaksi yang dilakukan melalui media sosial adalah bentuk ikatan lemah, karena kamu tidak terhubung secara langsung atau bertatap muka dengan lawan bicara. Dengan interaksi yang seperti itu tentunya tidak akan menjamin bahwa orang yang memberikan simpati memang melakukannya dengan tulus tanpa ada tujuan lainnya. Jadi bisa di simpulkan bahwa semakin kita sering membagikan hal yang bersifat pribadi dengan tujuan semula hanya sebagai sharing namun akan menjadi bahaya ketika hal itu sudah menjadi kecanduan.

Selain itu oversharing bisa juga membahayakan lingkungan kamu, sebagai contoh, ketika kamu terlalu sering membagikan pencapaian kamu di media sosial meskipun tujuannya just sharing, tapi hal itu bisa berbeda maknanya ketika konten kamu dilihat oleh orang yang sedang mengalami kesulitan, atau kondisi yang sedang tidak baik-baik saja, dan itu bisa berdampak negatif bagi yang melihat atau bisa jadi boomerang untuk diri kamu sendiri dikemudian hari.

Perilaku oversharing yang tanpa kita sadari
info gambar

Memang benar oversharing tidak selalu merugikan, bisa dimanfaatkan sebagai peluang usaha atau bisnis, dan juga bisa digunakan sebagai bahan portfolio kamu, tapi perlu kamu ingat kalau semua itu butuh manajemen dan kontrol diri yang kuat dan stabil atau konsisten.  Secara singkat, kamu diperlukan berfikir dua kali sebelum kamu membagikan konten yang sifatnya personal dan tricky.

Mencegah perilaku oversharing dan mengatasinya

1.      Melakukan pengajian ulang terhadap konten yang akan dibagikan

Pastikan dalam setiap membuat konten tentunya bersifat yang informatif dan bermanfaat untuk orang yang melihat, dalam hal ini kamu diperlukan untuk mengendalikan diri agar tidak selalu berfokus pada diri kamu, dan mulai untuk melihat dari perspektif orang lain yang nanti akan megkonsumsi konten yang kamu bagikan.

Kalau kamu ingin bercerita tentang pengalaman pribadi, sebagai kontrol diri sebaiknya jangan memberikan informasi yang sifatnya personal, sebagai contoh, kamu sedang staycation, tanpa sungkan kamu membagikan nomor kamar kamu, bill makanan yang kamu beli, dan lain sebagai. Hal ini tentunya akan bermakna lain untuk orang yang melihatnya, sebagai pengingat kalau kamu tidak bisa mengontrol siapa saja yang bisa melihat konten yang kamu bagikan. Dari sekarang mulailah untuk membangun wilayah prifasi kamu ya.

2.      Mengetahui tujuan dan resiko dari konten yang akan dibagikan

Menentukan tujuan atau target dalam pembuatan konten sangatlah diperlukan sebagai koreksi diri, dan tentunya setiap konten tidak akan selalu mendapatkan tanggapan yang positif, dan kamu sebagai pelaku yang membagikan harus siap akan hal ini, supaya kamu terhindar dari perilaku oversharing.

 

Referensi : Situs Kemenkeu | Psikologika Jurnal Pemikiran dan Penelitian Psikologi | Halodoc | Mojok | Yoursay.id | Tirto | Kompas

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini