Sejarah Stasiun Manggarai: Kisah di Balik Riuh Penumpang di Sentra Perkeretapiaan

Sejarah Stasiun Manggarai: Kisah di Balik Riuh Penumpang di Sentra Perkeretapiaan
info gambar utama

Stasiun Manggarai punya peran penting dalam dunia perkeretaapian Indonesia sejak masa lampau. Sejarah Stasiun Manggarai yang demikian panjang mengandung ragam cerita tentang sebuah stasiun kereta api yang selalu diandalkan meski zaman silih berganti.

Bagi masyarakat pengguna moda kereta api, nama Stasiun Manggarai mungkin tidak asing di telinga. Stasiun yang terletak di tengah Kota Jakarta itu. Setiap hari, ribuan orang datang dan pergi di sana. Sejarah Stasiun Manggarai tidak pernah absen mencatat stasiun tersebut sebagai stasiun yang begitu sibuk dengan aktivitas manusia.

Secara administratif, Stasiun Manggarai terletak di Kelurahan Manggarai, Kecamatan Tebet, Kota Jakarta Selatan, Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Di sebelah utara stasiun, rel bercabang di mana satu cabang menuju Stasiun Cikini yang berujung di Stasiun Jakarta Kota, lalu satu cabang lainnya menuju Sstasiun Sudirman. Di sebelah selatan, satu cabang rel mengarah ke Stasiun Jatinegara dan Bekasi, sementara satu cabang lagi mengarak ke Stasiun Tebet, Depok, hingga Bogor.

Seperti Jakarta yang sudah ramai sejak dulu kala, Stasiun Manggarai juga ramai dengan ragam kisah di dunia perkeretaapian Indonesia.

Bermula dari Perkampungan Budak

Sejarah Stasiun Manggarai jelas tidak bisa dilepaskan dari keberadaan wilayah Manggarai itu sendiri. Di Indonesia, daerah bernama Manggarai juga bisa ditemukan di Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Daerah Manggarai di Jakarta dengan di Flores kenyataannya memang punya hubungan tersendiri.

Daerah Manggarai di Jakarta awalnya adalah daerah tempat tinggal dan diperjualbelikannya budak asal Manggarai di Flores. Kawasan tersebut sudah dikenal sejak abad ke-17 sebagai bagian dari Gementee (daerah setingkat kota) Meester Cornelis. Manggarai kemudian semakin ramai dan berkembang menjadi sebuah kampung.

Infrastuktur kereta api telah ada di Manggarai sejak era kolonial Belanda. Catatan PT Kereta Api Indonesia (KAI) menyebut kereta api di Manggarai awalnya dibangun oleh perusahaan swasta bernama Nedherlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NISM) yang menyediakan layanan dengan rute Jakarta-Buitenzorg (Bogor).

Saat itu, bangunan Stasiun Manggarai yang dikenal di masa kini belum berdiri. Stasiun yang digunakan sebagai lokasi pemberhentian adalah Stasiun Bukit Duri yang kini menjadi lokasi depo KRL.

Awal mula pembangunan Stasiun Manggarai bisa dilacak ke tahun 1913 saat perusahaan kereta api milik pemerintah, Staatssporwegen (SS) membeli jalur Jakarta-Bekasi milik Bataviaasche Ooster Spoorweg Maatschappij (BOS) tahun 1899 dan Jakarta-Bogor milik NISM tahun 1913. Pembelian jalur itu membuat SS menjadi penguasa jaringan kereta api di Jakarta.

SS kemudian menata ulang jalur kereta api di Jakarta. Salah satu bagian dari upaya penataan itu adalah adalah pembongkaran Stasiun Bukit Duri dan membangun Stasiun Manggarai. Pembangunan Stasiun Manggarai dimulai tahun 1914 dengan dikomandoi arsitek Belanda bernama. Ir. J. Van Gendt. Bukan hanya stasiun, di Manggarai juga dibangun balai yasa dan rumah-rumah dinas karyawan SS.

Butuh waktu sekitar empat tahun masa pembangunan hingga Stasiun Manggarai bisa digunakan. Pembangunannya sendiri tidak berjalan lancar karena ada masalah dalam pasokan material. Van Gendt merancang stasiun dengan tiang peron berbahan baja. Namun, pasokan baja dari Eropa tidak bisa didatangkan ke karena meletusnya Perang Dunia I.

Stasiun diresmikan pada 1 Mei 1918 kendati proses pembangunannya belum sepenuhnya selesai. Wujud stasiun saat diresmikan pun tidak sepenuhnya sama dengan rancangan Van Gendt. Tiang peron yang tidak bisa dibuat dari baja kemudian diganti dengan material kayu jati. Sejak itulah, Stasiun Manggarai mulai melayani para penumpang kereta api.

Bukan hanya digunakan untuk kepentingan Belanda, Stasiun Manggarai juga turut ambil bagian dalam sejarah perjuangan Bangsa Indonesia. Setelah menyatakan kemerdekaannya pada 1945, Indonesia mengalami serangkaian gejolak politik dan militer yang mengakibatkan ibukota harus dipindah dari Jakarta ke Yogyakarta.

Pangkalnya adalah aksi tentara NICA Belanda yang menimbulkan kekacauan dan keresahan masyarakat. Ada kabar bahwa NICA diinstruksikan membunuh para pemimpin republik. Mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, Sukarno dan Mohammad Hatta sampai harus berpindah-pindah tempat tinggal.

NICA membuat situasi Jakarta semakin kacau. Sukarno lalu memutuskan ibu kota dipindah sementara ke Yogyakarta. Keberangkatan ke Yogyakarta dalam rangka pemindahan ibu kota pun dilakukan dari Stasiun Manggarai.

Dari Stasiun Manggarai, presiden dan wakil presiden berangkat ke Yogyakarta pada 4 Januari 1946. Untuk itu, semua persiapan juga dilaksanakan di stasiun ini secara rahasia. Beberapa bulan kemudian, tepatnya November 1946, giliran Panglima Besar Jenderal Soedirman yang singgah di Stasiun Manggarai saat menghadiri perundingan gencatan senjata di Jakarta.

Karena nilai historisnya yang begitu tinggi, Stasiun Maggarai ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya yang dicatat oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata dengan nomor registrasi RNCB.19990112.04.000470 berdasarkan Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor: PM.13/PW.007/MKP/05, Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 011/M/1999 dan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 475 Tahun 1993. Ini artinya, Stasiun Manggarai tidak boleh dibongkar dan diubah menjadi bangunan berarsitektur lain.

Mengenal 8 Terowongan Kereta Api Terpanjang di Indonesia

Riuh Penumpang yang Nyaris Tanpa Henti

Stasiun Manggarai adalah stasiun tersibuk di Indonesia. Maklum saja, stasiun ini adalah titik transit KRL Commuter Line Jakarta Kota, Bogor, Tanah Abang, dan Bekasi. Kereta bandara Soekarno-Hatta juga melayani penumpang di sini. Tidak heran apabila Stasiun Manggarai dikembangkan untuk bisa melayani penumpang yang begitu banyak secara maksimal.

Stasiun Manggarai mengalami pengembangan besar-besaran sejak beberapa tahun lalu. Tidak tanggung-tanggung, dibangun rel dengan jakur layang dan peron bertingkat yang mampu menampung arus lalu lintas kereta lebih padat.

Adanya rel layang dan peron tingkat adalah upaya agar Stasiun Manggarai mampu memberikan layanan maksimal kepada penumpang. Setiap harinya, jumlah penumpang di Stasiun Manggarai ditaksir bisa mencapai 350 ribu orang.

“Pengoperasian pembangunan jalur layang Stasiun Manggarai diharapkan menambah efisiensi waktu perjalanan kereta komuter maupun perjalanan kereta jarak jauh,” kata Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, seperti dikutip Okezone.com.

Pengembangan stasiun tidak hanya menghadirkan wajah baru berupa bangunan yang lebih megah, namun juga sarana pendukungnya seperti area pedestrian. Ruang pejalan kaki yang tadinya sempit dan semrawut kini dibuat lebih lebar dan dilengkapi taman.

Beberapa tahun ke depan, Stasiun Manggarai kemungkinan besar akan lebih ramai lagi. Ini dikarenakan PT KAI berencana mengubah fungsi Stasiun Gambir menjadi tempat pemberhentian KRL Commuter Line. Kereta Api jarak jauh yang awalnya berhenti di Gambir akan dialihkan ke Stasiun Manggarai sebagai stasiun sentral.

Keputusan membuat Stasiun Manggarai sebagai sentral menuai polemik. Stasiun Manggarai dianggap memiliki berbagai persoalan yang menyusahkan penumpang mulai dari akses yang tidak semudah Gambir hingga tawuran warga yang kerap terjadi. Terlepas dari hal itu, dijadikannya Stasiun Manggarai sebagai stasiun sentral diproyeksikan terwujud pada tahun 2025.

Di Mana Letak Ujung Rel Kereta Api di Pulau Jawa?

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan A Reza lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel A Reza.

Terima kasih telah membaca sampai di sini