Menyingkap Sejarah Barus, Bekas Pusat Emporium Internasional

Menyingkap Sejarah Barus, Bekas Pusat Emporium Internasional
info gambar utama

Peradaban tertua Nusantara juga terjadi di Barus, sebuah kecamatan di Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatra Utara. Nama Barus tercatat dalam sejarah Dinasti Liang abad ke-6 M.

Terletak antara perbukitan dan pesisir barat Sumatra Utara, kota ini sempat berjaya sebagai pusat emporium perdagangan internasional. Dalam catatan perjalanan para pedagang Timur Tengah, Barus yang mereka sebut Fansur, tertulis sebagai daerah penghasil kamper dan damar.

Jejak Barus Sebagai Titik Nol Peradaban Islam di Nusantara

Bukti peradaban Barus

Sebuah prasasti di daerah Lobu Tua yang dibuat oleh pedagang Tamil India menuliskan bahwa mereka telah menjalin hubungan dagang dengan penduduk Barus sejak 1088. Tak hanya itu, pedagang India tersebut juga mendirikan sejumlah pemukiman semi-permanen di wilayah pesisir Sumatra Utara.

Di dalam prasasti berukuran pendek itu, tertulis juga cara penanggalan menggunakan tahun Saka, sesuai tradisi Hindu-Buddha pada masa itu. Tak hanya prasasti, Lobu Tua juga menyimpan sejumlah keramik dari abad ke-8 hinga ke-9.

Kemudian, terdapat informasi tentang nama-nama kerajaan yang berdiri sebelum Lobu Tua ada di Barus. Itu tertulis pada Kronik Hulu dan Kronik Hilir, dua sumber tradisi lisan.

Dalam Kronik Hulu (peninggalan Raja Barus) yang ditemukan pada 1815, ada sebuah kerajaan bernama Maligie di pedalaman Sumatra yang diperintah oleh sosok gaib dari Pansohor, kerajaan asli Barus.

Sedangkan, dalam Kronik Hilir (didokumentasikan pada 1870-an), di dataran tinggi Batak terdapat dinasti yang diperintah oleh Alang Pardoksi. Dua kerajaan tersebut lalu mendirikan pemerintahan di wilayah baru.

Barus juga muncul dalam rekaman sejarah peradaban Melayu Nusantara. Seorang penyair sufi dan pencipta tasawuf terkenal Hamzah fansuri pernah menuliskan dalam inskripsinya, ada seseorang dari Barus pernah bermukim di sebuah kota Islam pada abad ke-16. Ini membukitikan adanya hubungan yang cukup kuat antara Barus dengan Timur Tengah saat itu.

Menurut catatan orang Tionghoa, Barus yang dulu tidak berada di barat Sumatra Utara seperti sekarang, tapi di sebelah timur laut. Peristiwa ini sama dengan kisah kerajaan Sriwijaya yang pelabuhan utamanya beralih dari Palembang ke Jambi.

Menguak Klaim Salakanagara sebagai Kerajaan Tertua di Nusantara

Kerajaan kapur barus dunia

Tergambar dari namanya, kota Barus dahulunya terkenal sebagai penghasil kapur barus kualitas terbaik, bahkan penjualannya sampai ke Arab dan Persia untuk dijadikan bahan utama pengobatan.

Lambat laun harga kapur barus pada zaman itu kian tinggi seiring meningkatnya permintaan dari seluruh dunia. Tak hanya kapur barus, rempah-rempah dan hasil alamnya yang lain ikut diborong orang luar negeri.

Pada tahun 1298, dalam catatan perjalanannya ke 6 kerajaan di Indonesia, Marco Polo sempat singgah di kerajaan Fansur yang kini bernama Barus. Saat itu, penghuni daerah tersebut masih menyembah berhala dan hidup di bawah kepemimpinan Khan yang Agung.

Di kerajaan ini, kamper terbaik di dunia tumbuh dan diberi nama Canfora Fansuri. Harganya senilai emas murni. Kemudian, 650 tahun pasca kedatangan Marco Polo, kapur dari Barus per pikul dijual seharga 2000 dolar, sedangkan kapur Cina hanya 20 dolar.

Menilik Sejarah dan Keunikan Monumen Meteorit Wonotirto

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Afdal Hasan lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Afdal Hasan.

AH
SA
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini