Fenomena KDRT Perempuan Indonesia dalam Perspektif Sosiologi Ekonomi

Fenomena KDRT Perempuan Indonesia dalam Perspektif Sosiologi Ekonomi
info gambar utama

Mencuatnya kasus KDRT yang dialami oleh penyanyi terkenal membuka mata publik mengenai isu Kekerasan dalam Rumah Tangga yang banyak dialami oleh masyarakat Indonesia. Soeroso (2013), menegaskan bahwa suatu tindakan dapat disebut sebagai kekerasan apabila salah satu pihak mengalami luka fisik, psikis, atau bahkan kematian. Namun, WHO mendefinisikan kekerasan sebagai bentuk dari kekuatan fisik yang digunakan sebagai penyerangan. Menurut WHO (2016) kekerasan dalam rumah tangga kerap kali diakibatkan adanya perselingkuhan, faktor ekonomi, sosial, maupun budaya. Data terakhir Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan (PPA) pada bulan Oktober 2022 mencatat sudah terjadi 18.260 kasus KDRT dialami oleh perempuan Indonesia. Angka kian naik terlebih saat pandemi di awal tahun 2020 hingga kini. Angka KDRT terus meningkat.

Upaya pencegahan dan penanganan yang telah dilakukan berbagai pihak belum berhasil menurunkan angka KDRT di Indonesia. Hal ini menuntut pemerintah beserta lembaga terkait untuk mengkaji lebih lanjut. Namun ternyata, kasus KDRT dapat dikaji melalui perspektif sosiologi dan ekonomi.

Kekerasan dalam Rumah Tangga
info gambar

Perspektif Sosiologi Ekonomi

Menurut berbagai penelitian yang ada, salah satunya adalah penelitian Mahasiswa UNISKA (2020) menunjukkan bahwa mayoritas kasus KDRT yang terjadi pada masyarakat Indonesia dipengaruhi oleh faktor ekonomi dalam keluarga tersebut. Masyarakat dengan level ekonomi yang rendah cenderung berpotensi untuk mengalami kasus KDRT lebih besar dibandingkan dengan masyarakat level di atasnya. Faktor masalah ekonomi menjadi salah satu penyebab munculnya tendensi emosi negatif dalam keluarga yang kemudian memunculkan potensi terjadinya kekerasan.

Dalam sosiologi, KDRT diartikan sebagai hasil dari konstruksi sosial bagi perempuan. Konstruksi sosial memberikan “aturan” bagaimana seharusnya perempuan bertindak juga mengenai status sosial perempuan dalam masyarakat. Konstruksi tersebut menempatkan kedudukan perempuan di bawah laki-laki. Kedudukan perempuan yang belum setara dengan laki-laki memicu adanya dominasi khusus dalam keluarga yang dilakukan oleh pihak laki-laki (suami). Istri kerap kali dikonstruksikan untuk tak berdaya, harus mengalah, dan tak boleh melawan kehendak suami. Konstruksi tertentu seperti ini tentunya mempengaruhi bagaimana awal dari fenomena KDRT terjadi dalam suatu keluarga. Selain itu, kebanyakan perempuan juga dinilai memiliki kontribusi yang rendah dalam berbagai hal terutama mengenai keuangan dan nafkah untuk keluarga. Inilah yang ikut mendorong rendahnya kedudukan perempuan dalam suatu keluarga sehingga kekerasan rentan dialami oleh para perempuan. Konstruksi sosial tersebut merupakan bagian dari budaya patriarki yang masih banyak terjadi di lingkungan masyarakat sekitar.

Pun dalam sosiologi, fenomena KDRT dikaji sebagai hasil dari keadaan anomie yang ada. Anomie merupakan kondisi dimana seseorang atau suatu masyarakat kehilangan nilai pedoman hidup sehingga mendorong perlakuan menyimpang yang merugikan diri sendiri atau bahkan orang lain. Anomie merupakan salah satu dari faktor eksternal yang mendorong terjadinya kekerasan. Di lingkungan sekitar kita, peran instansi dan lembaga pemberdayaan perempuan masih belum kuat sehingga edukasi dan nilai sosial yang seharusnya dapat mencegah kekerasan belum dapat tercapai.

Hingga saat ini, KDRT masih menjadi isu serius bagi seluruh masyarakat. Pasalnya, kekerasan mengakibatkan kerugian bagi korban maupun pihak lain yang ada dalam keluarga. Dari perspektif sosiologi ekonomi di atas, solusi preventif terbaik yang dapat dilakukan ialah menggencarkan kembali nilai-nilai sosial/agama/budaya untuk dapat terinternalisasi pada setiap individu sehingga nilai tersebut dapat menahan adanya intensi perlakuan menyimpang (kekerasan) pada individu. Dengan langkah serius dari pemerintah dan lembaga terkait, usaha meminimalisir angka KDRT pasti dapat dicapai.

Referensi: Media Neliti | Jurnal Uniska

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

M
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini