Menjalani Ritus Sarapan Pagi dengan Coto Ketika Berada di Makassar

Menjalani Ritus Sarapan Pagi dengan Coto Ketika Berada di Makassar
info gambar utama

Coto merupakan makanan yang telah menjadi tradisi orang Makassar. Bagi orang Makassar tidak lengkap bila belum mengkonsumsi coto. Walau hingga kini belum jelas kapan tradisi tersebut muncul.

Dimuat dari Kompas, antropolog Hasanuddin, Tasripin Tahara menduga bahwa coto berkembang seiring dengan perkembangan perdagangan antar pulau yang melibatkan orang Makassar.

Fakta - Fakta Sejarah Di balik Pergantian Nama Makassar Menjadi Ujung Pandang

“Di dalam Coto yang berempah tajam, ada pengaruh cita rasa Arab yang telah disesuaikan dengan lidah lokal,” katanya.

Di sisi lain, Anwar J Rachma dan AM Tufan dalam esai Coto Mangkasara (Makassar Nol Kilometer) menyebut bahwa nenek moyang coto adalah gantala, semacam makanan berkuah dengan jeroan kuda yang cukup populer di Jeneponto.

“Bumbunya hanya garam dan penyedap rasa,” paparnya.

Makanan untuk sarapan

Antropolog Universitas Hasanudin, Yahya menuturkan sebuah kisah bahwa coto awalnya adalah hidangan untuk para prajurit yang bertugas di Istana Kerajaan Gowa. Karena itulah orang sepakat bahwa coto dahulunya adalah menu sarapan.

Orang Makassar, lanjutnya, memang memiliki tradisi menyantap makanan berdasarkan klasifikasi waktu tertentu. Bukan hanya coto, katanya, tetapi juga makanan lain yang sudah menjadi ciri khasnya.

Budayawan Asdar Muis menjelaskan bahwa hingga tahun 1990-an, setiap waktu beranjak, makanan yang disajikan lantas berubah. Sebelum pukul 06.00 WITA, orang Makassar biasanya makan bassang (nasi jagung) atau songkolo (nasi ketan ditaburi ikan teri kering).

Perang Makassar, Ketika Ayam Jantan dari Timur Tolak Tunduk kepada Belanda

Sementara itu pada pukul 07.00, makanan yang disajikan berbeda lagi, yakni nasi kuning. Setelah lewat 07.00 hingga tengah hari, giliran coto yang muncul. Sedangkan di atas pukul 10.00, sop saudara jadi incaran.

Ketika sudah masuk makan siang, orang Makassar biasanya memilih melahap sop kepala ikan dan pallukaloa. Bila sudah masuk sore hari hingga lepas Maghrib orang Makassar akan memilih makan konro.

“Sekarang semuanya makanan muncul semaunya, dari pagi sampai waktu begadang. Bermula dari songkolo begadang, lalu coto begadang. Ini hanya terjadi di kota Makassar. Di kampung-kampung, orang masih tertib makan makanan sesuai dengan waktunya,” tukas Asdar.

Menjadi penggerak ekonomi

Kota Makassar memang sangat dinamis. Penghuninya bukan hanya orang Makassar, melainkan juga para pendatang yang mempunyai gaya berbeda. Misalnya Joe, yang berasal dari Soppeng yang tidak tahu bahwa coto biasanya menu untuk sarapan.

“Saya mengenal coto di Makassar. Saya tidak tahu kalau coto dimakan untuk sarapan. Buat saya, coto bisa dimakan kapan saja, pagi, siang, malam, atau subuh,” ujar karyawan swasta ini.

Kota Terbesar Indonesia Kedua di Luar Pulau Jawa

Yahya menyebut ada beberapa faktor yang mendorong munculnya coto dan makanan teman begadang lainnya. Salah satunya adalah kian bertambahnya jumlah mahasiswa dari berbagai daerah di Makassar.

Tren warung coto begadang mulai muncul tahun 2003. Beberapa sumber menyebutkan pelopornya adalah warung coto begadang asuhan Haji Andi Sumang. Awalnya dirinya hanya buka dari pukul 08.00 hingga tengah hari, kini malah menjadi 24 jam non-stop.

“Saya coba buka hingga malam, ternyata ramai pembeli. Banyak dari mereka yang minta saya buka hingga subuh untuk melayani sahur,” kata Sumang.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini