Salut! 5 Pahlawan Nasional Perempuan Penerima Bintang Gerilya, Siapa saja?

Salut! 5 Pahlawan Nasional Perempuan Penerima Bintang Gerilya, Siapa saja?
info gambar utama

Gerilya adalah strategi perang untuk menghadapi musuh dalam keadaan senyap atau sembunyi-sembunyi. Biasanya, medan pertempuran gerilya adalah hutan atau daerah pegunungan. Strategi tersebut sering dilakukan oleh pahlawan nasional saat menghadapi penjajah.

Normalnya, perang sering dilakukan oleh laki-laki. Namun, kalangan perempuan tidak mau kalah. Mereka sebetulnya juga cukup tangguh dalam menghadapi penjajah secara gerilya.

Dengan hal itu, pemerintah Indonesia memberikan tanda kehormatan berupa Bintang Gerilya kepada pahlawan nasional, khususnya perempuan. Pahlawan yang dimaksud adalah para tokoh wanita yang berjasa dalam mempertahankan negara secara gerilya.

Diketahui, pemerintah Indonesia pertama kali memberikan tanda kehormatan ini pada 1949 berdasarkan PP Nomor 8 tahun 1949. Lalu, siapa saja tokoh yang menerima tanda kehormatan Bintang Gerilya?

1. Erna Djajadiningrat

Erna Djajadiningrat lahir Serang, 4 Maret 1911. Beliau merupakan perempuan pertama yang menerima Bintang Gerilya pada 1949. Hal ini dikarenakan usaha besarnya dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Sultan Hasanuddin, Perjuangan Raja Gowa dan Pahlawan dari Makassar Sulsel

Beliau adalah pendiri dari organisasi WANI (Wanita Indonesia) bersama Suwarni Pringgodigdo dan Maria Ullfah. Mereka mendirikan organisasi tersebut di Jakarta pada Oktober 1945. Wani sendiri apabila diterjemahkan dalam bahasa Sunda artinya berani.

Kata itu memang sesuai dengan Erna Djajadiningrat. Ia sering dijuluki Si Nona Keras Kepala oleh tentara Jepang. Di WANI, Erna bertugas di dapur umum bersama Maria Ullfah dan Ibu Subari. Dapur umum tersebut bermula di Jalan Mampang kemudian pindah ke Pegangsaan Timur Nomor 19.

Dapur umum WANI menghimpun bahan makanan seperti ikan asin, rokok, daging kering, gula, kopi, beras, dan sebagainya. Bahan-bahan makanan ini dikirimkan ke garis depan peperangan melawan penjajah. Ia tetap melakukan hal itu meskipun Belanda telah menggeledah dapur umum dan rumah Erna. Bahkan, Belanda melarang pendirian WANI.

Dengan begitu, Erna mengubah WANI menjadi PSKP (Panitia Sosial Korban Politik) dengan tujuan untuk mengirimkan makanan ke garis depan pertempuran. Erna melakukan hal itu secara gerilya.

Perjuangannya tidak berhenti sampai di situ. Erna bersama Maria Ullfah dan Ibu Yamin menjadi anggota delegasi dengan Sultan Hamengkubuwono IX pada 27 Desember 1949 di Jakarta. Dalam karirnya, perempuan tersebut pernah menjadi Kepala Urusan Pendidikan Wanita di Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Setelah perjuangannya, Erna meninggal di Rumah Sakit Setia Mitra Jakarta pada 8 November 1984. Jenazahnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan, Kalibata, Jakarta Selatan.

2. Bu Ruswo

Bu Ruswo lahir di Yogyakarta pada 1905. Bu Ruswo memiliki nama asli, yakni Kusnah. Beliau merupakan tokoh perempuan yang diberi tanda kehormatan Bintang Gerilya oleh pemerintah.

Pemberian tersebut bukanlah sembarangan. Sebab, Bu Ruswo berperan penting dalam revolusi fisik di Yogyakarta. Beliau memiliki kesadaran tinggi untuk mengubah nasib rakyat dan bangsanya. Bu Ruswo bekerja di dapur umum untuk memasok bahan makanan bagi tentara pribumi.

Tidak hanya itu, ia juga menjadi kurir dan aktif dalam Badan Penolong Keluarga Korban Perang (BPKKP). Beliau juga sempat bergabung dengan Komite Pembela Buruh Perempuan Indonesia, Komite Penyokong Perguruan Indonesia, dan Perkumpulan Pemberantasan Perdagangan Perempuan dan Anak.

Atas jasa-jasanya, pada 1958, Bu Ruswo dianugerahi Bintang Gerilya oleh Presiden Soekarno. Nama Bu Ruswo juga diabadikan menjadi nama jalan di Yogyakarta, Jalan Ibu Ruswo.

Mengenal Inggit Garnasih, Sosok yang Diajukan Pemprov Jabar untuk Jadi Pahlawan Nasional

3. Raharti

Raharti
info gambar

R.A Kartini memang tokoh perempuan nasional yang menginspirasi kaum perempuan di Indonesia. Hal itu terjadi pada Raharti. Ia adalah tokoh nasional perempuan yang diberikan Bintang Gerilya.

Bersama suaminya yang seorang tentara, Raharti berperan sebagai penghubung para pejuang di kota. Wanita itu bertugas sebagai pemasok bantuan logistik untuk para pejuang di garis depan. Caranya adalah beliau berpura-pura sebagai wanita desa untuk menghindari pasukan penjajah.

Namun, pada 21 April 1949, Belanda telah mengetahui gerak-geriknya. Ketika Raharti sedang salat Isya, satu peleton serdadu Belanda menggeledah rumahnya. Kemudian, Raharti diinterogasi tentang pasukan gerilya Indonesia.

Raharti tidak membuka mulut sehingga pasukan Belanda menembaknya. Beruntung, nyawanya masih dapat diselematkan. Pada 1957, Raharti meninggal dunia. Atas jasa-jasanya, Presiden Soekarno menganugerahkan Bintang Gerilya kepada Raharti pada Hari Pahlawan 10 November 1961.

4. Nyonya Supiyah

Nyonya Supiyah menerima tanda kehormatan Bintang Gerilya berkat jasa besarnya. Beliau berhasil menyelamatkan pasukan Indonesia yang berjumlah 27 orang di Nongkojajar, Malang.

Pada 1946, Nyonya Supiyah mengatakan kepada pasukan Belanda bahwa tidak ada tentara yang bersembunyi di desanya. Dengan keberanian itu, peleton Sumarjono dari Kompi Sujono Gaplek yang sedang beristirahat di desa, berhasil menyelamatkan diri.

Nyonya Supiyah kemudian memberikan isyarat kepada peleton Sumarjono untuk melarikan diri melalui belakang rumah. Rumah-rumah itu berada di pegunungan daerah Tengger, sebagian besar di belakangnya ada jurang. Dengan turun ke jurang, peleton Sumarjono pun selamat dan dapat melanjutkan perjuangan.

10 Pahlawan Revolusi yang Gugur dalam G30S/PKI

5. Ho Wan Moy

Ho Wan Moy atau dikenal dengan Tika Nurwati. Ia merupakan perempuan asal Jawa Tengah yang melibatkan dirinya dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Kala itu, Tika masih berusia 13 tahun.

Sebelum terjun ke kancah pertempuran, Tika yang sering disapa Amoy oleh tentara Indonesia ini, harus mengalahkan trauma dan ketakutan setelah seorang laki-laki mengancam untuk membunuhnya. Alasan pengancaman tersebut karena Tika berasal dari ras Tionghoa.

Selama kancah pertempuran, Ho Wan Moy bertugas sebagai anggota Palang Merah Indonesia dan Laskar Wanita Indonesia. Ia bertugas menjadi penunjuk jalan bagi para pejuang dari Jakarta ke tempat-tempat persembunyian tentara di pegunungan Banjar.

Setelah itu, ia juga belajar mengobati pejuang yang terluka. Kemudian, dirinya menangani logistik para tentara sekaligus menjadi mata-mata. Setiap dua hari sekali, Ho Wan Moy melakukan perjalanan sejauh 20 km melewati gunung dengan berjalan kaki untuk membeli makanan. Ia menyumbangkan beras dan singkong milik ibu serta neneknya untuk para gerilyawan.

Namun, ketika persediaan sudah habis, gadis muda itu akan bergerilya untuk belanja ke kota dengan risiko ditangkap Belanda. Atas keberaniannya, Ho Wan Moy menerima Bintang Gerilya dan Bintang Veteran oleh pemerintah Indonesia.

Itulah beberapa perjuangan pahlawan nasional perempuan hingga menerima tanda kehormatan Bintang Gerilya. Perjuangan berani yang penuh risiko ini bisa menjadi pelajaran buat Kawan.

Referensi:historia.id | nasional.okezone.com| mpn.kominfo.go.id

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AR
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini