Kisah Kasih Tak Sampai dalam Tari Legong Lasem dari Bali

Kisah Kasih Tak Sampai dalam Tari Legong Lasem dari Bali
info gambar utama

Membicarakan Bali, tak lepas dari keindahan alam dan kekayaan budaya. Bali memiliki banyak kebudayaan unik, mulai dari adat istiadat hingga tarian tradisional. Salah satu tarian tradisional Bali yang klasik nan sakral adalah tari legong.

Tari legong mulanya hanya dipentaskan di halaman pura dan puri (istana) pada hari-hari tertentu. Kini, tari legong sudah bisa dinikmati semua kalangan.

Gerakan tari yang klasik, eksotis, melegenda, dan sakral menjadi daya tarik. Para wisatawan baik lokal maupun internasional sangat menyukai tarian ini. Tari legong pun menjadi salah satu ikon Bali di mata dunia.

Tak kalah menarik, tari legong lasem ternyata memiliki alur kisah kasih tak sampai. Penasaran dengan tari legong lasem dari Bali? Simak informasi berikut ini, ya!

Baca juga: Mengenal Fondasi Cakar Ayam, Konstruksi Asli Indonesia

Asal-Usul Tari Legong

Tari Legong Lasem | Foto: ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana
info gambar

Kata legong berasal dari gabungan kata leg yang artinya gerakan tari luwes dan gong yang artinya gamelan. Jadi, gerakan tari legong yang khas telah menyatu dengan iringan gamelan.

Asal-usul tari legong ternyata cukup panjang. Melansir jurnal ISI Denpasar berjudul Sejarah Tari Legong di Bali oleh Ida Bagus Surya Peredantha, menurut Babad Dalem Sukawati, tari legong berawal dari mimpi I Dewa Agung Made Karna, Raja Sukawati (1775—1825 M).

Dia bermimpi melihat sembilan bidadari menari di surga menggunakan topeng dan hiasan kepala terbuat dari emas ketika sedang bertapa di Pura Jogan Agung Desa Ketewel. Dia pun memerintahkan Bendesa Ketewel untuk membuat tarian sesuai mimpinya.

Berdasarkan arahan I Dewa Agung Made Karna, Bendesa Ketewel membuat gerakan tari dan sembilan topeng sakral. Akhirnya, tari sang hyang legong dapat dipentaskan oleh dua orang penari perempuan di Pura Jogan Agung. Mereka menari diiringi gamelan semar pegulingan.

Berdekatan dengan waktu penciptaan tari sang hyang legong, grup tari Nandir dari Blahbatuh pimpinan I Gusti Ngurah Jelantik mementaskan tari di depan I Dewa Agung Manggis, Raja Gianyar.

Baca juga: Diorama Arsip Jogja, Belajar Sejarah Menjadi Tidak Membosankan

I Dewa Agung Manggis terpikat oleh tarian mirip sang hyang legong itu. Dia kemudian memerintahkan dua orang seniman Sukawati untuk mengadaptasi tarian itu.

Setelah melewati berbagai penambahan dan pengaruh dari jenis tarian lain, terciptalah tari legong yang dapat kita nikmati saat ini. Tarian lain yang memengaruhi tari legong, antara lain sanghyang dedari, topeng sanghyang, gambuh, dan calonarang.

Mengutip indonesiakaya.com, Stephen Davies dalam “The Origins of Balinese Legong” dimuat di Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde (BKI) menuturkan jenis tarian ini memiliki berbagai macam, seperti topeng sanghyang, sanghyang legong, topeng legong, legong ratu dari, dan legong dadari.

Ada banyak versi tari legong berdasarkan alur cerita, seperti legong candra kanta, legong kuntul, dan legong kupu-kupu tarum. Namun, versi yang paling sering ditampilkan dalam pentas budaya adalah tari legong lasem.

Tari Legong Lasem

I Dewa Gde Rai Perit, seniman dan bangsawan Gianyar di akhir abad ke-19 menciptakan tari legong lasem. Alur tari ini diambil dari cerita panji, yakni cinta tak berbalas Prabu Lasem kepada Diah Rangkesari.

Bila tak mengetahui ceritanya, Kawan bisa mendengarkan juru tandak, yakni seorang penerjemah atau narator dalam dialog semu para penari.

Tari legong lasem biasanya dipentaskan di halaman atau ruangan terbuka. Penari terdiri dari dua orang wanita atau lebih. Biasanya tarian ini menampilkan tokoh condong sebagai pembuka. Semua penari menggunakan kipas, kecuali tokoh condong.

Baca juga: 15 Oleh-Oleh Khas Medan Incaran Wisatawan Cocok untuk Semua Usia

Terdapat lima bagian dalam tari legong lasem, meliputi papeson (pembukaan), pengawak (bagian utama), pengencet (pengembangan dari bagian utama), pengipuk (bagian percintaan atau pertempuran), dan pekaad (penutup).

Gerakan tari legong terdiri dari gerakan agem, berupa tangkis, tandang, tangkep (ekspresi), gerakan mata, gerakan leher, gerakan jemari, dan gerakan kipas.

Mulanya, tarian ini hanya dipentaskan di istana. Namun, sejak kedatangan Belanda, banyak istana atau pura di Bali dihancurkan. Raja pun mengizinkan tarian ini dipentaskan keluar istana agar tidak menghilang.

Hingga saat ini, tari legong lasem terkenal sebagai hiburan utama masyarakat Bali dan para wisatawan yang berkunjung.

Itulah sekilas informasi mengenai tari legong lasem. Keberadaannya tetap ada sebagai bagian dari kekayaan budaya Bali. Semoga membuat Kawan GNFI semakin tahu Indonesia, ya!

Referensi: Indonesia Kaya | Kompas.com | Jurnal ISI Denpasar

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

F
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini