Matrilineal di Minangkabau, Menjadi Minoritas di Negara Patriarki

Matrilineal di Minangkabau, Menjadi Minoritas di Negara Patriarki
info gambar utama

Suku Minangkabau di Sumatera Barat merupakan suku terbesar di Indonesia yang menerapkan sistem matrilineal dalam budaya kemasyarakatannya. Hal ini menjadi keunikan tersendiri mengingat bahwa mayoritas suku-suku di Indonesia menganut sistem patrilinielitas. Meskipun bukan satu-satunya yang menganut sistem matrilineal, tetapi suku Minangkabau ini menjadi perhatian bagi masyarakat luas, baik di dalam negeri bahkan sampai kancah internasional.

Definisi Sistem Matrilineal

Matrilineal adalah sebuah sistem kemasyarakatan yang garis keturunannya berasal dari perempuan atau ibu. Adapun dalam kehidupan bermasyarakatnya, baik dalam masyarakat maupun rumah tangga, kepemimpinan didominasi oleh perempuan atau ibu.

Sejarah Pertempuran Ambarawa dari Latar Belakang Hingga Tokohnya

Selain matrilineal ada juga sistem patrilineal, yang mana garis keturunannya berasal dari laki-laki atau ayah. Dalam kehidupan bermasyarakatnya patriarki menempatkan pria sebagai pemegang kekuasaan utama dan mendominasi dalam peran kepemimpinan politik, otoritas moral, hak sosial, dan penguasaan properti. Mayoritas masyarakat Indonesia menganut sistem patrilineal atau patriarki ini.

Berbeda dengan mayoritas masyarakat Indonesia, suku Minangkabau menerapkan sistem matrilineal dalam kehidupan bermasyarakatnya. Perempuan di suku Minangkabau dipandang sebagai sesuatu yang sangat berharga baik di keluarga maupun di masyarakat. Perempuan dalam suku Minangkabau selalu diasosiasikan dengan karakter kuat, kukuh, dan juga anggun.

Istilah Bundo Kanduang di Minangkabau

Dalam masyarakat Minangkabau dikenal panggilan 'bundo kanduang' yang merupakan sosok yang sangat penting dalam keluarga atau bisa juga disebut kepala keluarga. Bundo kanduang ini adalah seorang wanita yang sudah matang dan kuat dalam kepribadian serta memiliki kearifan-kearifan dan berada dalam puncak kehidupannya.

Bundo kanduang memiliki tugas untuk menyelesaikan semua permasalahan yang terjadi di keluarga dan juga sebagai pengambil keputusan dalam keluarga. Bundo kanduang juga berkewajiban untuk untuk mendidik kemenakan, untuk itu kemenakan dikehendaki agar dapat mematuhi segala nasehat dan arahan yang diberikan. Proses kepemilikan harta dalam keluarga juga diserahkan pada perempuan yang pengaturannya dikendalikan oleh bundo kanduang.

Sebagai sosok yang dipandang penting dalam masyarakat, perempuan minang harus menjalankan beberapa prinsip dalam kehidupannya seperti misalnya memelihara dirinya sendiri, memelihara martabat kaumnya, menjaga anak dan keluarganya, memelihara harta benda pusakanya, memajukan dan melanjutkan kehidupan ekonomi keluarganya, memakmurkan nagari dan alam Minangkabau, dan juga menjalankan ABS-SBK (Adat Basandi Syarak-Syarak Basandi Kitabullah) yang merupakan sebuah pakem yang mengatur kehidupan masyarakat Minangkabau.

ABS-SBK (Adat Basandi Syarak-Syarak Basandi Kitabullah) sendiri sebagai acuan dan jati diri masyarakat Minangkabau mengandung nilai-nilai filosofis atau mengandung prinsip dasar sebagai berikut;

Melacak Batik Batang yang Diduga Sudah Digunakan di Zaman Raden Wijaya

Pertama, falsafah alam takambang jadi guru yang berarti alam bagi orang Minangkabau adalah segalanya, bukan hanya tempat lahir dan mati, tetapi juga tempat hidup dan berkembang serta belajar sebagai manusia;

Kedua, falsafah adab dan budi yang menjadi esensi dari ajaran adat Minangkabau itu sendiri, karena pada dasarnya kemuliaan manusia menurut masyarakat minangkabau adalah budi pekerti yang membuat seseorang dihargai;

Ketiga, falsafah rajo mufakat yang berarti musyawarah itu dalam kehidupan masyarakat Minangkabau sangat penting yang berujung adanya kesepakatan bersama yang diharapkan; keempat, falsafah kebersamaan dan keterpaduan falsafah yang mengandung makna bahwa adat minangkabau menjunjung tinggi kebersamaan, kekompakan yang termanifestasi dalam sifat kegotongroyongan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan dalam kehidupan sehari-hari.

Peranan Wanita di Adat Minangkabau

Peranan perempuan menurut adat Minangkabau digolongkan menjadi tiga, yaitu simarewan, tempat bermusyawarah dan bertukar pikiran; mambang tali awan, perempuan yang diistilahkan dengan sifat sombong; parampuan, perempuan yang baik yaitu seorang ibu yang mempunyai sifat terpuji, baik budi dan pekertinya, mempunyai sifat malu dalam dirinya.

Hal yang unik juga dari sistem kekerabatan matrilineal masyarakat Minangkabau adalah rumah gadang, yaitu sebuah rumah komunal yang terdiri dari bilik-bilik untuk setiap warga perempuan, baik yang masih gadis maupun yang sudah bersuami.

Profil Cut Nyak Dhien, Pahlawan Perempuan dari Aceh yang Pemberani

Anak laki- laki tidak boleh tinggal di rumah komunal ini, tetapi tempat mereka adalah di surau yang diharapkan akan dapat membekali mereka dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan termasuk jika suatu saat ia pergi merantau. Para suami dari perempuan yang tinggal di rumah gadang tersebut juga tidak boleh ada di sana pada siang hari dan harus sudah pergi sebelum matahari terbit. Kehidupan di siang hari adalah di rumah ibu atau di rumah saudara perempuannya.

Referensi:

Fardius, Y. E. (2017). Nilai-Nilai Filosopis ABS-SBK di Minangkabau. Majalah Ilmu Pengetahuan dan Pemikiran Keagamaan Tajdid Vol 20 No 2.

Valentina, T. R., & Putera, R. E. (2007). Posisi Perempuan Etnis Minangkabau dalam Dunia Patriarki di Sumatera Barat dalam Perspektif Agama, Keluarga dan Budaya. Demokrasi Vol VI No. 2.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AA
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini