Darurat Sampah Plastik, Indonesia bisa apa?

Darurat Sampah Plastik, Indonesia bisa apa?
info gambar utama

Biasanya, dalam tayangan video yang menggambarkan Indonesia, hal yang banyak disorot adalah mengenai keindahan alam, keberagaman budaya, karakter masyarakatnya yang ramah, tempat bersejarah, dan hal-hal mengesankan lainnya.

Namun, di balik itu semua, terdapat banyak kompleksitas persoalan pada sudut-sudut wilayahnya yang kurang disorot dalam memberikan gambaran mengenai Indonesia. Salah satu persoalan tersebut adalah mengenai keberadaan sampah, khususnya sampah plastik yang dihasilkan dari kegiatan konsumsi masyarakat.

Persoalan mengenai sampah plastik menjadi krusial sejak produksinya yang sulit dikendalikan. Berdasarkan data yang diperoleh dari SIPSN Kementerian LHK, komposisi sampah plastik menempati urutan kedua terbanyak setelah sampah sisa makanan dengan persentase sebesar 18.7% pada tahun 2022. Meskipun jumlah ini berkurang dibandingkan dengan tahun lalu, tetapi keberadaan limbah plastik menimbulkan kerusakan ekosistem lingkungan yang besar.

4 Daur Ulang Sampah Organik Tak Biasa, Pembalut dari Batang Pisang?

Hal tersebut dapat dilihat dengan banyaknya sampah plastik yang mencemari laut, menyumbat saluran air, mengurangi kesuburan tanah dan kualitas udara, serta menyebabkan langkanya satwa, seperti penyu dan paus.

Jika dilihat melalui sudut pandang Risk Society milik Ulrich Beck, kerusakan ekosistem lingkungan akibat sampah plastik merupakan bentuk resiko yang timbul sebagai konsekuensi modernisasi (penciptaan dan produksi plastik dalam skala besar untuk memenuhi kebutuhan).

Resiko ini muncul karena penggunaan plastik yang dianggap menawarkan efektivitas dan efisiensi bagi banyak orang. Meskipun keputusan ini dilakukan secara rasional dan melalui pertimbangan yang matang, tetapi setiap pilihan yang dibuat tidak dapat dilepaskan dari konsekuensi resiko tertentu. Salah satu contohnya adalah perusahaan produk makanan dan minuman yang menggunakan plastik sebagai kemasan produk karena dianggap lebih praktis dan murah.

Ketika mereka memutuskan untuk menggunakan plastik–dan dalam hal ini konsumsi plastik dalam skala besar, maka mereka juga telah memutuskan untuk menerima resiko kerusakan lingkungan akibat limbah plastik kemasan produk. Tentu saja, perusahaan dapat menekan resiko tersebut dengan mendaur ulang (recycle).

Namun, sejauh mana cara ini dapat menjadi solusi yang efektif mengingat produksi sampah plastik berada dalam skala besar sedangkan pengetahuan dan sarana untuk mendaur ulang masih belum terlalu familiar dan accessible dengan masyarakat sebagai konsumen produk?

Peduli Lingkungan, 3 Komunitas Ini Gencarkan Kampanye Daur Ulang Sampah

Persoalan sampah plastik menjadi tanggung jawab bersama antara masyarakat, negara, dan banyak stakeholder lainnya karena dalam taraf tertentu, resiko tidak hanya dirasakan oleh salah satu atau sebagian kelompok saja. Banjir akibat sistem drainase yang tersumbat oleh sampah tidak hanya dirasakan oleh masyarakat kelas ekonomi bawah.

Dalam jangkauan yang lebih luas, banjir dapat menggenangi jalanan umum yang dilalui baik oleh masyarakat kelas ekonomi bawah maupun masyarakat kelas elit. Tumpukan sampah yang menggunung juga menyebabkan udara menjadi tercemar dan timbulnya sumber penyakit, khususnya bagi masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan TPA.

Gambaran ini menunjukkan bahwa sampah menjadi persoalan yang krusial dan perlu mendapatkan perhatian dari banyak pihak agar keberadaannya tidak mengancam keberlangsungan dan kualitas kehidupan kita dan generasi mendatang.

Menanggapi hal tersebut, muncul berbagai upaya penanganan sampah yang dapat dilakukan pada tingkat rumah tangga hingga komunitas yang lebih makro, seperti negara. Beberapa langkah penanganan sampah yang banyak dilakukan oleh masyarakat Indonesia diantaranya sebagai berikut:

1. Mengurangi Penggunaan Plastik Sekali Pakai

Di tingkat keluarga, cara yang dapat dilakukan untuk mengendalikan produksi sampah plastik diantaranya adalah dengan mengganti kantong plastik untuk berbelanja dengan tas kain yang dapat dipakai berulang. Cara ini bahkan telah dipolitisasi oleh institusi pemerintahan dan swasta (perusahaan) yang memberlakukan kebijakan tersebut di tempat perbelanjaan.

Selain itu, untuk menekan produksi sampah plastik juga dapat dilakukan dengan menggunakan botol minum pribadi yang dapat diisi ulang. Langkah ini biasanya diterapkan di sekolah-sekolah yang menghimbau siswa siswinya untuk membawa bekal dari rumah dengan wadah yang lebih sirkular dan melarang kantin untuk menggunakan bungkus dari plastik.

2. Pengadaan Bank Sampah

Cara ini mulai banyak dipopulerkan oleh masyarakat Indonesia dengan melibatkan peran perempuan (ibu-ibu) untuk mengumpulkan sampah plastik, kardus, kertas, logam, dan jenis sampah lainnya yang dapat didaur ulang dan memiliki nilai ekonomi. Selain mengurangi jumlah sampah yang berserakan, mekanisme bank sampah juga dapat memberikan keuntungan ekonomi bagi orang yang menyetorkan sampah.

Pemerintah lokal bahkan seringkali mendukung keberadaan bank sampah dan anggota yang terlibat di dalamnya dengan memberikan bantuan fasilitas, sarana, dan prasarana, serta program kemitraan lainnya.

Selain melibatkan ibu-ibu sebagai penggerak bank sampah, banyak juga komunitas lingkungan yang diinisiasi oleh anak-anak muda dan bergerak di bidang penanganan sampah plastik. Komunitas tersebut biasanya menerima setoran sampah plastik, kardus, dan lainnya dari masyarakat umum sekaligus mengedukasikan pengolahan sampah-sampah tersebut melalui sosial media.

Digaet Perusahaan Fesyen Retail AS, 60 Baju ‘Daur Ulang’ Diana Rikasari Dijual di New York

3. Melakukan Daur Ulang (Recycle)

Sampah plastik yang dihasilkan dalam rumah tangga juga dapat dimanfaatkan kembali dengan mengolahnya menjadi barang yang berguna. Cara ini banyak disosialisasikan di sekolah dan komunitas warga dengan mengubah botol plastik bekas menjadi pot tanaman, kemasan plastik menjadi tas jinjing, dan barang-barang kerajinan lainnya yang memiliki harga jual.

Sayangnya, produk-produk hasil daur ulang tidak terlalu memiliki banyak peminat sehingga membuat kuantitas produksinya cenderung berkurang.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

DW
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini