Mengapa Makin Banyak Negara Berencana Meninggalkan Dollar AS?

Mengapa Makin Banyak Negara Berencana Meninggalkan Dollar AS?
info gambar utama

Sejak berakhirnya Perang Dunia II, dolar AS telah menjadi mata uang global yang dominan. Hal ini terjadi sebagian besar karena kesepakatan Bretton Woods yang disepakati pada tahun 1944 oleh negara-negara Sekutu. Kesepakatan ini menetapkan bahwa dolar AS akan dijadikan mata uang cadangan dunia dan setiap negara dapat mengkonversi mata uangnya ke dolar AS dengan kurs tetap.

Kesepakatan Bretton Woods membuat dolar AS sebagai mata uang cadangan yang paling populer di dunia karena stabilitasnya dan dukungan dari pemerintah AS. Selain itu, setiap negara yang ingin membeli minyak dari negara-negara OPEC juga harus membayar dalam dolar AS. Hal ini membuat permintaan dolar AS semakin meningkat dan memberikan keuntungan bagi AS.

Namun, pada tahun 1971, AS mengalami defisit anggaran yang besar karena meningkatnya pengeluaran untuk perang Vietnam dan kebijakan sosial. Karena dolar AS masih dianggap sebagai mata uang cadangan dunia, pemerintah AS mencetak dolar yang lebih banyak untuk membayar hutangnya. Hal ini menyebabkan inflasi dan membuat negara-negara yang memiliki cadangan dolar AS merasa khawatir akan kestabilan nilai tukar dolar AS.

Pada akhirnya, pada tahun 1973, sistem Bretton Woods dihapuskan dan negara-negara diizinkan untuk mengambangkan nilai tukar mata uangnya terhadap dolar AS. Hal ini membuat dolar AS tidak lagi memiliki kurs tetap dan perdagangan antarnegara menjadi lebih fleksibel. Namun, meskipun tidak lagi terikat dengan kurs tetap, dolar AS tetap menjadi mata uang yang dominan di pasar global.

Hingga saat ini, dolar AS masih dianggap sebagai mata uang yang dominan di dunia dan menjadi mata uang cadangan utama di banyak negara. Namun, ada beberapa negara yang mulai mencoba untuk menggunakan mata uang lain dalam perdagangan mereka, seperti yuan China dan euro Eropa. Selain itu, semakin banyak negara kini sedang mencari alternatif untuk mengurangi ketergantungan mereka pada dolar.

Beberapa faktor yang menyebabkan penurunan dominasi dolar adalah peningkatan utang AS dan kebijakan moneter Federal Reserve yang dapat memicu inflasi, serta perubahan politik dan ekonomi global. Saat ini, negara-negara seperti Rusia, China, dan Iran sedang mencoba memperluas penggunaan mata uang mereka dalam perdagangan internasional dan meluncurkan alternatif baru untuk sistem keuangan yang didominasi oleh dolar AS.

Rusia dan China telah menandatangani perjanjian bilateral yang memungkinkan mereka untuk menggunakan mata uang lokal dalam perdagangan mereka. Selain itu, China telah meluncurkan program "One Belt One Road" yang bertujuan untuk menghubungkan ekonomi di seluruh Asia dan Eropa melalui investasi infrastruktur. Program ini membawa peluang besar untuk penggunaan yuan dalam perdagangan internasional.

Sementara itu, Iran telah berusaha untuk memperluas penggunaan rial dalam perdagangan internasional, terutama setelah sanksi AS yang menghalangi penggunaan dolar dalam transaksi dengan Iran.

Selain itu, beberapa negara lain juga sedang mencari alternatif untuk dolar. Misalnya, beberapa negara Afrika telah menyatakan minat mereka untuk menggunakan mata uang Afrika sendiri sebagai alternatif untuk dolar.

Beberapa hari lalu, para pemimpin negara-negara ASEAN telah berkumpul untuk membahas kemungkinan penghentian penggunaan Dolar AS dan Euro dalam perdagangan regional. Pertemuan tersebut diadakan setelah beberapa negara di ASEAN menyatakan kekhawatiran mereka atas fluktuasi nilai tukar mata uang yang merugikan perdagangan mereka.

Dalam pertemuan tersebut, para pemimpin membahas alternatif untuk mata uang Dolar AS dan Euro, termasuk penggunaan mata uang regional dan perdagangan langsung antara negara-negara ASEAN. Beberapa negara juga mengusulkan untuk mempertimbangkan penggunaan mata uang digital untuk perdagangan.

Pertemuan yang diadakan di Indonesia tersebut mebhasa mengenai cara mengurangi ketergantungan pada mata uang Barat melalui sistem Transaksi Mata Uang Lokal (LCT), yang merupakan perluasan dari sistem pembayaran sebelumnya yang sudah mulai diterapkan di antara negara-negara anggota ASEAN dan memungkinkan perdagangan dilakukan dalam mata uang lokal.

Kesepakatan mengenai sistem serupa telah dicapai antara Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, dan Thailand pada bulan November tahun lalu.

Presiden Indonesia, Joko Widodo, juga telah mengajak mitra ASEAN-nya untuk meninggalkan sistem pembayaran Barat seperti Visa dan Mastercard dan mulai menggunakan sistem yang dikembangkan secara lokal, dan menyatakan bahwa ASEAN perlu melindungi diri dari "dampak geopolitik yang mungkin terjadi".

"Harus sangat berhati-hati. Kita harus ingat sanksi yang diberlakukan AS terhadap Rusia. Visa dan Mastercard bisa menjadi masalah," kata Widodo dalam pertemuan bisnis lokal bulan ini.

Pada bulan Maret tahun lalu, banyak wisatawan Rusia terjebak di Bali tanpa bisa membeli makanan atau akomodasi atau bahkan membeli penerbangan pulang karena sanksi Barat yang mengunci bank Rusia dari sistem pembayaran internasional SWIFT.

Dari 10 negara anggota ASEAN, hanya Singapura yang memberlakukan sanksi Barat terhadap Rusia.

Selama setahun terakhir, sejumlah negara di seluruh dunia telah "mulai menjauh" dari melakukan perdagangan dalam dolar AS sebagai hasil dari kebijakan perang ekonomi yang dilancarkan oleh Washington.

Awal minggu ini, Brasil, negara dengan ekonomi terbesar di Amerika Latin, mencapai kesepakatan dengan China untuk memungkinkan transaksi impor dan ekspor antara kedua negara dilakukan tanpa menggunakan dolar AS.

Beberapa negara di Asia Barat dan Afrika Utara juga mulai menjauh dari hegemoni greenback dalam beberapa bulan terakhir, seperti Irak, Uni Emirat Arab, Mesir, dan Arab Saudi.

Namun, tidak mudah untuk menggantikan dominasi dolar. Dolar AS masih tetap mata uang terbesar dan paling likuid di dunia. Selain itu, banyak perdagangan internasional masih dilakukan dalam dolar, dan banyak negara masih memegang cadangan devisa dalam bentuk dolar.

Namun, kekhawatiran tentang masa depan dolar dan dampaknya terhadap sistem keuangan global semakin meningkat. Kita akan melihat apakah upaya negara-negara untuk mencari alternatif akan berbuah hasil atau tidak.

  1. ASEAN Briefing. (2021, March 22). ASEAN Finance Ministers and Central Banks Consider Dropping US Dollar, Euro, and Yen; Indonesia Calls for Phasing Out Visa and Mastercard. Retrieved from https://www.aseanbriefing.com/news/asean-finance-ministers-and-central-banks-consider-dropping-us-dollar-euro-and-yen-indonesia-calls-for-phasing-out-visa-and-mastercard/

  2. Visual Capitalist. (2021, March 25). De-Dollarization: More Countries Seek Alternatives to the U.S. Dollar. Retrieved from https://elements.visualcapitalist.com/de-dollarization-more-countries-seek-alternatives-to-the-u-s-dollar/

  3. Reuters. (2021, March 22). Indonesia calls for phase-out of Visa, Mastercard in push for domestic payment systems. Retrieved from https://www.reuters.com/article/us-indonesia-cenbank/indonesia-calls-for-phase-out-of-visa-mastercard-in-push-for-domestic-payment-systems-idUSKBN2BE0C0

  4. CNBC. (2021, March 26). China is leading the global push towards a cashless society. Retrieved from https://www.cnbc.com/2021/03/26/china-is-leading-the-global-push-towards-a-cashless-society.html

  5. Forbes. (2021, March 9). China's Cross-Border Payment System Hits Milestone, Offering Global Competition To SWIFT. Retrieved from https://www.forbes.com/sites/jamesconca/2021/03/09/chinas-cross-border-payment-system-hits-milestone-offering-global-competition-to-swift/?sh=20a9a63d63a9

  6. CNBC. (2021, March 17). Russia is taking steps to ditch the US dollar. Here's why that's a big deal. Retrieved from https://www.cnbc.com/2021/03/17/russia-is-taking-steps-to-ditch-the-us-dollar-heres-why-thats-a-big-deal.html

  7. Euro News. (2021, January 15). EU prepares to fight back over euro's global role. Retrieved from https://www.euronews.com/2021/01/15/eu-prepares-to-fight-back-over-euro-s-global-role

  8. CoinDesk. (2021, March 12). What Is Ethereum? Retrieved from https://www.coindesk.com/what-is-ethereum

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Akhyari Hananto lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Akhyari Hananto.

Terima kasih telah membaca sampai di sini