Konflik Israel Palestina Adalah Soal Perebutan Wilayah dan Kemanusiaan

Ahmad Cholis Hamzah

Seorang mantan staf ahli bidang ekonomi kedutaan yang kini mengajar sebagai dosen dan aktif menjadi kolumnis di beberapa media nasional.

Konflik Israel Palestina Adalah Soal Perebutan Wilayah dan Kemanusiaan
info gambar utama

Penulis senior GNFI

Judul tulisan saya diatas saya kutip dari pernyataan Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Prof. Jimly Assiddiqie di tahun 2021 dimana dia pernah mengungkapkan pendapatnya bahwa konflik Israel dengan Palestina bukanlah perang soal agama.

Bagi ICMI, yang terjadi antara Israel dan Palestina adalah perang soal perebutan wilayah dan soal kemanusiaan. Pendapat ini benar, perjuangan bangsa Palestina ini soal merebut kemerdekaan tanah airnya dan masyarakat Palestina yang berjuang itu ada yang beragama Islam (mayoritas) dan ada yang beragama Nasrani.

Beberapa tokoh, menteri Palestinian Liberation Front atau PLO adalah tokoh-tokoh Nasrani. Negeri kita waktu merebut kemerdekaan dari penjajah barat juga dilakukan oleh berbagai suku bangsa kita yang memiliki ragam latar belakang agama.

Sebenarnya negara kita sejak lama mendukung kemerdekaan bangsa Palestina, dimana presiden RI pertama Ir. Haji Ahmad Soekarno pernah berucap:

"Selama kemerdekaan Bangsa Palestina belum diserahkan kepada orang-orang Palestina, maka selama itulah bangsa Indonesia berdiri menantang penjajahan Israel".

Sikap bangsa Indonesia ini menjadi preambule Undang Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa Kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa, karena itu menolak segala bentuk penjajahan dimuka bumi ini.

Saya masih menyimpan majalah-majalah NU tinggalan almarhum Abah saya tahun 1936, 37, 38, 39 sampai tahun 50 an yang berisi beberapa artikel yang ditulis para ulama NU tentang dukungannya kepada bangsa Palestina.

Nama presiden Sukarno sangat terkenal di negara-negara Timur Tengah maupun negara berkembang lainnya baik di Asia, afrika dan Amerika Latin. Ketika saya ke Kairo Mesir tahun 2019, setiap kali saya berbicara dengan warga Mesir yang seumuran dengan saya (kelahiran tahun 50 an) dan mereka tahu bahwa saya orang Indonesia, maka dengan sangat gembira dan semangat menyebut “Oh Sukarno!”.

Presiden pertama Indonesia ini dan para pendiri bangsa lainnya sejak dulu ikut memperjuangkan kemerdekaan bangsa-bangsa didunia ini yang masih dalam cengkraman penjajahan.

Tidak kita pungkiri memang di negeri ini memang masih ada orang (bahkan tokoh nasional) yang terkesan “ketidak setujuannya” bangsa ini membela bangsa Palestina karena itu “urusannya bangsa Arab” dan lebih baik “kita mengurusi urusan kita sendiri”.

Pernyataan seperti itu bertolak belakang dari falsafah bangsa Indonesia sejak merdeka yang menolak segala bentuk penjajahan, karena itu urusan Palestina bukanlah urusan bangsa Arab saja melainkan urusan seluruh bangsa yang beradab di dunia ini.

Indonesia sejak merdeka tahun 1945 meskipun kondisi ekonominya masih miskin, namun tetap membela bangsa-bangsa terjajah di dunia ini termasuk Palestina. Inisiatif Indonesia mengadakan Konferensi Asia Afrika di Bandung dulu bertujuan antara lain untuk membebaskan bangsa Afrika, Asia dan Amerika Latin yang masih dijajah kolonialisme barat.

Masyarakat umum terutama generasi muda tidak banyak yang tahu bahwa bangsa Palestinalah sejak awal mendukung kemerdekaan Indonesia dari penjajahan Belanda. Pada tahun 1944. Mufti besar Palestina Syekh Muhammad Amin Al-Husaini dan saudagar kaya negara tersebut Muhammad Ali Taher menyatakan dukungannya.

"Terimalah semua kekayaan saya ini untuk memenangkan perjuangan Indonesia," kata Ali Taher dalam siaran radio pada 6 September 1944. Dukungan berlanjut dengan aksi turun ke jalan yang dilakukan rakyat Palestina.
Negara Israel yang diproklamasikan Ben-Gurion pada 14 Mei 1948 tidak pernah mendapat pengakuan dari Indoenesia. Selain itu, hubungan diplomasi formal antara Indonesia Israel tidak pernah terjalin.

Bentuk dukungan lain terjadi pada 1957 saat Indonesia menolak bermain sepakbola melawan Israel jelang Piala Dunia. Pertandingan digelar di Tel Aviv atau Jakarta tak mengubah penolakan Indonesia. Jadi penolakan tim sepakbola Israel bermain di Indonesia bukanlah hal baru-baru ini saja.

Beberapa hari yang lalu di bulan suci Ramadhan ini masyarakat dunia menyaksikan kebrutalan tentara Israel menyerbu Masjid Al-Aqsa dan memukuli jamaah yang beribadah di Masjid bersejarah itu. Tindakan brutal ini mendapatkan kecaman dari berbagai negara antara lain Turkiye, Saudi Arabia dan Indonesia mengutuk perlakuan keji itu terhadap ummat Islam di Palestina.

Israel dianggap melanggar hukum internasional dan menghalangi kebebasan beribadah. Pemerintah Arab Saudi mengecam keras tindakan polisi Israel yang disebut melakukan serangan 'terang-terangan' terhadap para jemaah di dalam Masjid Al-Aqsa saat bulan suci Ramadan. Kepolisian Israel sebelumnya beralasan menyebut para personelnya masuk ke dalam Masjid Al-Aqsa untuk mengusir 'para penghasut'.

Namun seperti biasanya negara-negara yang mendukung Israel seperti Amerika Serikat dan sekutunya negara-negara barat mengeluarkan pernyataan yang tidak keras, hanya mengatakan “prihatin” dan bukan “mengutuk”.

Masyarakat dunia termasuk Indonesia yang beragama Islam mengutuk tindakan brutal Israel itu karena melanggar aturan internasional dan melanggar kemanusiaan. Masyarakat Islam sangat faham ajaran Allah yang melarang penyerbuan dan perusakan tempat-tempat dimana nama Tuhan diagungkan seperti yang terjadi di Masjid Al-Aqsa.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Ahmad Cholis Hamzah lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Ahmad Cholis Hamzah.

Tertarik menjadi Kolumnis GNFI?
Gabung Sekarang

Terima kasih telah membaca sampai di sini