Menatar Kecakapan Perempuan di Era Digital, Sudahkah Optimal?

Menatar Kecakapan Perempuan di Era Digital, Sudahkah Optimal?
info gambar utama

Menatar dalam translasi bahasa Inggris berarti upgrade, sedangkan kecakapan lebih populer dikenal dengan skill. Sederhananya menatar kecakapan bermakna upgrade skill, dalam artikel ini mengambil objek perempuan di era digital.

Mengapa perlu menatar kecakapan perempuan di era digital? Jawabannya adalah sebab perempuan merupakan kelompok sosial yang terindikasi memiliki banyak isu. Isu tersebut berpendar dalam fokus besar, yakni pekerjaan, kemiskinan, bencana alam, dan konflik (Kemenko PMK).

Selain 4 fokus besar di atas, mari mengerucut kepada bidang yang lebih spesifik, yakni pendidikan berpusat eksakta. Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional 2020 dari United Nations Indonesia, memperlihatkan persentase peran perempuan sebagai lulusan bidang STEM (Sains, Teknologi, Teknik dan Matematika) di perguruan tinggi masih rendah. Fakta lapangan ini kemudian menjadi alasan kuat untuk menatar skill perempuan di era digital. Seperti apa movement atau pergerakannya?

Legenda Sumur Upas: Pintu Rahasia Majapahit Menuju Pantai Selatan

Kesenjangan Digital

Perempuan Berperan | Foto: Freepik.co/pikisuperstar
info gambar

Dr. Dyah Pitaloka selaku Senior Lecturer Communications and Media Studies dari Monash University dalam Talkshow Good Movement bertajuk "Kata Siapa Perempuan Selalu Tertinggal" oleh GNFI pada (13/04) memaparkan, kesenjangan digital ini muncul dari adanya pola sosial, di antaranya adalah stereotip (dalam KBBI berarti konsepsi mengenai sifat suatu golongan berdasarkan prasangka yang subjektif dan tidak tepat), rendahnya pendidikan bagi perempuan, hingga limitasi akses teknologi. Konsep stereotip dalam skala luas akan memangkas hak seseorang dalam mengembangkan diri.

Pembuktian Eksistensi

Bagaimana kemudian? Apakah kesenjangan tersebut perlu diangguki untuk berkembang menjadi culture (budaya). Ternyata tidak, Kawan. Perempuan perlu struggle dengan isu yang melekat, perlu bekerja cerdas dan keras untuk mengembangkan diri dengan potensi yang dimiliki.

Ranah digital memberikan kesempatan bahwa persaingan didasarkan pada sebenar-benarnya kemampuan. Hal ini yang kemudian bisa melunturkan kesenjangan. Sebab, perlahan supermasi relative sosial buah pikiran manusia yang mencapai akan marginalisasi kemampuan berdasarkan jenis kelamin mulai memudar. Berganti pada puncak pembuktian bahwa kemampuan menemukan novelty yang diakui.

Talkshow Good Movement | Foto: Dokumentasi Pribadi
info gambar

Keberhasilan penataran (meng-upgrade, pengajaran, pembimbingan) terhadap kemampuan perempuan ini disampaikan oleh Dr Dyah Pitaloka, salah satunya berupa kenaikan inovasi pendirian startup. Dyah menjelaskan, sekitar 60% bisnis stratup di Indonesia berkepemilikian perempuan, bahkan kadar 22% peran senior dan founder di perusahaan teknologi diisi oleh kaum perempuan.

Siapa Saja yang Akan Pindah Duluan ke IKN pada 2024?

Kampanye-kampanye edukatif sebagai bukti hasil menatar kemampuan perempuan di era digital juga terwujud dalam implementasi fasilitas aplikasi. Beberapa contoh aplikasi tersebut yang berada di Indoensia, yaitu Kitabeli, Alodokter, Femtech, Bajalan, dll.

Alodokter berdasarkan informasi dari Katadata menjadi aplikasi yang berperan signifikan sebagai pusat informsai kala pandemi Covid-19, bahkan hingga sekarang. Aplikasi berbasis kesehatan tersebut sering dijadikan rujukan oleh para pengguna internet untuk memahami suatu gejala atau kondisi keseharian.

Adapun Femtech, merupakan teknologi atau startup dengan visi memenuhi kebutuhan wanita yaitu berupa produk dan layanan. Produk dan layanan ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan kesehatan dan kesejahteraan bagi perempuan dalam menjalankan aktivitas keseharian.

Kewajiban Perempuan Era Digital

Sebenarnya tidak hanya di era digital bahwa perempuan harus senantiasa haus akan ilmu itu wajib. Kondisi haus ilmu ini akan menjadikannya terus menerus belajar untuk upgrading skills yang mana bermanfaat untuk beradaptasi dengan perkembangan zaman (red: era digital).

Dari data yang dipaparkan, penulis mengambil kesimpulan secara general bahwa kemunduran perempuan bukanlah pada dikte dan hadirnya zaman dengan aneka kemajuan dan kemunduran situasi. Kemunduran perempuan terjadi apabila perempuan berhenti menatar diri untuk berkemampuan di bidang tertentu. Optimalisasi terletak pada seberapa serius dan fokus dalam proses mencapai pencapaian.

Kiranya, satu nasihat Raden Ajeng Kartini selaku pejuang pendidikan perempuan Indonesia ini dapat menjadi lecutan semangat untuk perempuan bersinar di era digital,

"Karena kami yakin pengaruh pendidikan besar bagi para wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya yang diserahkan alam sendiri ke dalam tanganya menjadi ibu pendidikan manusia yang pertama-tama." - R.A Kartini

Referensi: kemenkopmk.go.id | indonesia.un.org | kbbi | katadata.co.id

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

DA
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini