Lintasan Zaman Depok: Persinggahan Prabu Siliwangi hingga Perkebunan Chastelein

Lintasan Zaman Depok: Persinggahan Prabu Siliwangi hingga Perkebunan Chastelein
info gambar utama

Depok menjadi kota yang selalu dibicarakan oleh masyarakat karena fenomena unik yang terjadi. Warganet beranggapan bahwa masyarakat kota ini kerap melakukan tindakan di luar nalar mereka.

Dinukil dari Bisnis, sejarah Depok bermula sejak zaman Kerajaan Padjadjaran tahun 1020-1579 Masehi. Hal ini berawal dari sebutan istilah pribumi asli (deprok) yang berarti duduk santai ala Melayu.

“Penamaan ini tidak terlepas dari perjalanan Prabu Siliwangi yang singgah di kawasan Beji,” ucap Ileny Rizky.

Di Balik Cerita Mistik Jembatan Panus: Penghubung Antar Kota dari Ratusan Tahun

Disebut oleh Ileny, keindahan alam dan keasrian daerah tersebut membuat Prabu Siliwangi ngedeprok di kawasan yang tak jauh dari Sungai Ciliwung. Bahkan bukan saja Prabu Siliwangi yang begitu terkesan.

Sultan Ageng Tirtayasa dan Pangeran Purba dari Kesultanan Banten juga pernah melintasi kawasan Depok dan sempat menetap di Beji. Hal ini mereka lakukan ketika melakukan perjalanan ke Cirebon.

Pengikut Pangeran Purba, Embah Raden Wujud tidak melanjutkan perjalanan ke Cirebon, melainkan menetap dan mendirikan padepokan untuk menyebarkan agama Islam. Padepokan ini kemudian menjadi perkampungan.

“Padepokan ini yang kemudian berkembang menjadi sebuah perkampungan oleh Kesultanan Banten disebut Depok atau padepokan,” tulisnya.

Jejak pejabat VOC

Selain berasal dari bahasa Melayu, nama Depok juga dikaitkan dengan singkatan “De Eerste Protestantse Organisatie van Christenen.” Hal ini memiliki arti yaitu jemaat Kristen yang pertama.

Akronim ini muncul pada tahun 1950-an, di kalangan masyarakat Depok yang tinggal di Belanda. Masyarakat ini berasal dari para budak yang dimerdekakan oleh pejabat VOC bernama Cornelis Chastelein.

Dirinya membeli lahan di wilayah Mampang dan Depok Lama yang dipergunakan untuk perkebunan pada tahun 1696 silam. Berdasarkan catatan yang ada, wilayah Depok banyak dipergunakan sebagai tempat pertapaan karena tempat yang tenang.

Romantika Masa Silam, Belanda Serius Garap Wisata Sejarah di Kota Depok

Cornelis juga menyebarluaskan agama Kristen kepada para pekerjanya melalui sebuah Padepokan Kristiani. Kota Depok pun dipercaya sebagai tempat eksperimen Chastelein melanggengkan kekuasaan lewat pendekatan humanis dan agama.

Sebenarnya dalam menentukan wilayahnya, Chastelein telah menggunakan nama Kota Depok mengikuti sebutan zaman Pajajaran. Tetapi dirinya menerangkannya dengan De Eerste Protestante Organisatie van Christenen.

Sejarah yang tersisa

Dilihat dari banyak peninggalan-peninggalan Chastelein yang merupakan presiden Depok saat itu, hingga kini masih berdiri kokoh bangunan-bangunan tua Belanda seperti rumah tinggal berarsitektur kolonial, gereja Protestan Tua, pemakaman, dan jembatan.

Bangunan-bangunan lama itu dapat ditemui di Jalan Kamboja, Jalan Flamboyan, Jalan Melati, dan Jalan Kenangan. Bangunan-bangunan tua itu cenderung sangat mencirikan adanya Depok Lama yang menjadi pusat Kota Depok pada masa itu.

Peristiwa Tragis Gedoran: Ketika Pekik Merdeka Tidak Bergema di Kota Depok

Pada tahun 1976, perumahan mulai dibangun baik oleh Perumnas maupun pengembang yang kemudian diikuti dengan dibangunnya kampus Universitas Indonesia (UI). Serta meningkatnya perdagangan dan jasa yang semakin pesat.

Perkembangan Depok yang begitu cepat menjadi perhatian bagi Pemerintah Orde Baru. Menteri Dalam Negeri kala itu, Amir Machmud mulai mengkaji peningkatan status Kecamatan Depok menjadi Kota Administratif pada 27 April 1999.

Sekitar 1980, seiring dengan perkembangan modern, Depok menjabarkannya menjadi daerah elit pemukiman orang kaya. Walau dalam sejarahnya, Depok merupakan kata asli yang bermakna kampung halaman.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini