Pelajaran dari Vietnam

Ahmad Cholis Hamzah

Seorang mantan staf ahli bidang ekonomi kedutaan yang kini mengajar sebagai dosen dan aktif menjadi kolumnis di beberapa media nasional.

Pelajaran dari Vietnam
info gambar utama

Penulis senior GNFI

Baru-baru ini saya melihat tayangan film documenter di saluran TV Al-Jazeera tentang Caravelle hotel di Saigon Vietnam dimana banyak wartawan perang internasional meliput perang Vietnam dari tahun 1960 an sampai jatuhnya kota Saigon tahun 1975.

Beberapa wartawan perang terkenal dunia seperti Peter Arnett dari AP, Jim Laurie--wartawan NBC dan juru foto perang dari UPI Hoang Van Cuong serta kameramen dari BBC Eric Their.

Mereka ini menyaksikan ganasnya perang antara Amerika Serikat dan Vietnam dari jendela dan atap hotel bersejarah itu, sampai menyaksikan kekacauan tentara Amerika Serikat dan orang-orang asing serta warga Vietnam yang melarikan diri menuju helicopter tentara AS di atap Kedutaan Besar Amerika Serikat, karena tentara komunis Vietnam Utara dan pemberontak komunis Vietkong berhasil memasuki ibukota Vietnam Selatan tahun 1975. Tahun ini pula yang menandakan kekalahan negara Adi Daya AS ini di medan tempur Vietnam.

Saya tidak memfokuskan diri untuk membahas perang Vietnam itu maupun film documenter tentang hotel yang bersejarah itu, namun saya tertarik melihat kemajuan yang menakjubkan negara Vietnam sebagai anggota baru ASEAN padahal negeri ini porak poranda di bombardir Amerika Serikat dengan peralatan militer yang canggih.

Saya takjub melihat tayangan situasi kota-kota di Vietnam yang modern karena kemajuan ekonominya yang menakjubkan.

Memang Vietnam adalah salah satu ekonomi dengan pertumbuhan tercepat di dunia. Ledakan ekonomi negara ini disebabkan oleh pergeseran alokasi tenaga kerja dari pertanian ke sektor manufaktur dan jasa. Vietnam juga menerima dorongan dari investasi swasta, pariwisata yang kuat, upah yang lebih tinggi, dan peningkatan urbanisasi.

Vietnam memiliki salah satu ekonomi dengan pertumbuhan tercepat di Asia. Menurut Kantor Statistik Umum, PDB negara itu tumbuh 8,02 persen pada tahun 2022, menandakan pertumbuhan yang kuat dan melampaui ekspektasi.

Vietnam merupakan negara terbesar ke-36 di dunia yang diukur dengan produk domestik bruto nominal (PDB) dan terbesar ke-26 di dunia yang diukur dengan paritas daya beli (PPP) pada tahun 2022.

Sejak pertengahan 1980-an, melalui periode reformasi Đổi Mới, Vietnam telah membuat pergeseran dari ekonomi komando yang sangat terpusat ke ekonomi campuran. Ekonomi ini menggunakan perencanaan direktif dan indikatif melalui rencana lima tahun, dengan dukungan dari ekonomi berbasis pasar terbuka.

Saya jadinya ingat ketika jendral Suharto memimpin Indonesia di era Orde Baru dulu dimana dia merencanakan pembangunan ekonomi Indonesia lewat Repelita atau Rencana Pembangunan Lima Tahun – selama 25 tahun dimana tujuannya melakukan transformasi dari sektor tradisional pertanian menunju sektor industri di akhir tahapan pembangunan.

Apa yang direncanakan Pak Harto dan kabinetnya itu sama dengan yang dilakukan Vietnam saat ini sehingga negeri ini menjadi salah satu negara dengan percepatan pembangunan eknomi yang cepat.

Selama periode itu, ekonomi telah mengalami pertumbuhan yang cepat. Pada abad ke-21, Vietnam berada dalam periode terintegrasi ke dalam ekonomi global. Hampir semua perusahaan Vietnam adalah usaha kecil dan menengah (UKM).

Vietnam telah menjadi eksportir pertanian terkemuka dan berfungsi sebagai tujuan yang menarik untuk investasi asing di Asia Tenggara. Perlu diingat, negeri kita Indonesia ini mengimpor beras dari Vietnam. Pada periode saat ini, Vietnam sangat bergantung pada investasi asing langsung untuk menarik modal dari luar negeri untuk mendukung kekakuan ekonomi yang berkelanjutan. Investasi asing di sektor hotel mewah dan resor akan meningkat untuk mendukung industri pariwisata kelas atas.

Capaian pembanguna ekonomi Vietnam sangat pesat itu dapat dilihat dari omset perdagangannya mencetak rekor baru lebih dari 730 miliar USD, dengan Vietnam menikmati surplus perdagangan sebesar 11 miliar USD, atau lebih dari tiga kali lebih tinggi dari tahun 2021. Ini adalah hasil yang mengesankan di tengah momentum pertumbuhan ekonomi dunia yang memburuk dan melonjaknya inflasi dan biaya hidup.

Pada tahun 2022, tiga lembaga pemeringkat kredit terkemuka di dunia, yaitu Moody's, Standard & Poor's, dan Fitch Ratings, melakukan penilaian positif terhadap peringkat kredit Vietnam. Pada tanggal 6 September, Moody's meningkatkan peringkat emiten jangka panjang dan senior tanpa jaminan Vietnam menjadi Ba2 dari Ba3 dan mengubah prospek menjadi stabil.

Vietnam adalah satu-satunya di Asia-Pasifik dan salah satu dari empat negara di dunia di mana Moody's menaikkan peringkat.

Dua Nama Kota Terbesar Vietnam: Ho Chi Minh City, atau Saigon?

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Ahmad Cholis Hamzah lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Ahmad Cholis Hamzah. Artikel ini dilengkapi fitur Wikipedia Preview, kerjasama Wikimedia Foundation dan Good News From Indonesia.

Terima kasih telah membaca sampai di sini