5 Faktor Pendukung Resiliensi Ekonomi Indonesia

5 Faktor Pendukung Resiliensi Ekonomi Indonesia
info gambar utama

Resiliensi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia versi daring diartikan sebagai sebuah kemampuan untuk beradaptasi dan tetap teguh dalam situasi sulit atau disebut dengan tangguh. Dengan demikian, berdasar pada informasi dari Warta Ekonomi resiliensi ekonomi bermakna ketahanan ekonomi dari krisis ekonomi yang dihadapi oleh suatu negara atau bisa jadi dalam cakupan wilayah tertentu. Resiliensi ekonomi dikerucutkan secara inklusif dengan tiga konsep, antara lain kapabilitas pulih dengan cepat, kapabilitas menahan ketegangan ekonomi, dan kapabilitas untuk menghindari guncangan ekonomi.

Faktor Pendukung Resiliensi Ekonomi Indonesia

Faktor Pendukung Resiliensi Ekonomi Foto: Pixabay/WOKANDAPIX
info gambar

Beberapa kebijakan untuk mendukung resiliensi atau ketahanan ekonomi indonesia antara lain:

Stimulus Kebijakan Bisnis

Mengutip dari artikel berjudul Memperkuat Resiliensi Dan Kemampuan Adaptasi UMKM untuk Percepatan Pemulihan Ekonomi Pasca Pandemi Covid-19dalam proyeksi mendorong percepatan pemulihan ekonomi, salah satu pilar utama program PEN adalah stimulus kebijakan untuk mendorong kegiatan bisnis usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) sebagai penggerak perekonomian rakyat. Hal ini didukung dengan data dari Kemenkopukm pada 2019 yang menghasilkan temuan kelompok usaha mikro memiliki proporsi yang terbesar yaitu mencapai 64,601,352 unit (98,67%) dan usaha kecil sebesar 798,679 unit (1,22%). Selanjutnya, kelompok usaha menengah dan besar relatif kecil, masing-masing sebesar 65,465 unit (0,10%) dan 5,637 unit (0,01%).

Baca juga: Bagaimana Perkembangan Program Sejuta Rumah PUPR?

Mengendalikan Inflasi

Berdasarkan laporan dari laman Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI Pemerintah mendorong kolaborasi antara Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) dan memaksimalkan Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik dalam hal tematik ketahanan pangan dan pemanfaatan 2% Dana Transfer Umum (DTU) untuk membantu sektor transportasi dan tambahan perlindungan sosial.

Mengutip dari Bank Indonesia, inflasi atau kenaikan harga barang dan jasa secara umum yang terjadi secara terus menerus dalam jangka waktu tertentu mengakibatkan dampak negatif bagi ekonomi. Diantara dampak negatifnya antara lain: turunnya pendapatan riil masyarakat berbanding lurus dengan turunnya kualitas hidup, ketidakpastian atau uncertainty dalam hal pengambilan keputusan oleh pelaku ekonomi, kesulitan dalam hal konsumsi, investasi, dan produksi sehingga berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi, dan ketidakstabilan sistem keungan (goyah).

Menjaga Pasokan Pangan dalam Negeri

Melansir dari laman Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI, ketahanan pangan menjadi fokus yang masuk dalam agenda kebijakan fiskal yang dianggarkan dalam APBN 2022 untuk pemulihan ekonomi dengan tujuan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pondasi dari ketahanan pangan Indonesia dipegang oleh petani sebagai produsen bahan pokok. Empat strategi untuk meningkatkan ketahanan pangan dalam negeri antara lain: digitalisasi pasar dan kerja sama BUMN, peningkatan produktivitas dalam negeri, budidaya pertanian yang baik dan penanganan pasca panen, dan menjaga sustainability dari sumber daya alam.

Kebijakan Fiskal

Melansir dari laman Kementerian Keuangan RI , langkah kebijakan fiskal (konsolidasi fiskal) dipahami sebagai hal yang berpotensi memulihkan ekonomi. Hal ini dapat dilakukan dengan menciptakan ruang fiskal yang lebih besar melalui perbaikan dalam bidang pajak, kualitas belanja, dan pengelolaan subsidi yang menyejahterakan.

Baca juga: Perusahaan Indonesia Diajak Bangun Pabrik Ban di Arab Saudi

Memperbarui Orientasi

Memperbarui orientasi dimaknai seperti dengan apa yang disampaikan oleh Kepala Perwakilan BI Kalimantan Selatan yaitu Harymurthy Gunawan dalam portal Info Publik, bahwa resiliensi perekonomian Indonesia dapat diperkuat dengan mengubah orientasi. Orientasi tersebut berkaitan dengan negara, meliputi: negara yang memperbarui orientasi konsumsi menjadi produksi, importir menjadi eksportir, dan penghasil sumber daya menyah menjadi negara yang capable mengolah dan menghasilkan produk dari sumber daya yang dihasilkan dalam negeri.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

DA
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini