Evolusi Gang Dolly Surabaya: Dulu Tempat Esek-esek, Kini Sentra Ekonomi Kreatif

Evolusi Gang Dolly Surabaya: Dulu Tempat Esek-esek, Kini Sentra Ekonomi Kreatif
info gambar utama

Dulu, Gang Dolly pernah dikenal sebagai pusatnya prostitusi. Kini, citra itu telah berganti dan Gang Dolly menjadi sentra ekonomi kreatif.

Mendengar nama Gang Dolly, beberapa orang mungkin teringat akan prostitusi yang pernah menjamur di sana. Ya, kawasan di Kota Surabaya itu memang dulunya merupakan sarangnya bisnis perlendiran yang bahkan disebut terbesar di Asia Tenggara.

Semua bermula dari tangan perempuan Belanda bernama Dolly van der Mart. Ia diketahui adalah pengusaha yang menjalankan bisnis penginapan dan restoran. Namun di samping itu, Dolly juga punya pekerjaan sambilan sebagai seorang muncikari.

Bertahun-tahun menjadi muncikari, pada era 1960-an, Dolly pindah ke Kupang Gunung, kawasan di mana Gang Dolly berada. Di sana, ia memulai bisnis prostitusi di sebuah rumah uang dibangun di lahan bekas kuburan Cina. Seiring waktu, prostitusi di sana semakin membesar dan nama Dolly dijadikan sebutan bagi kawasan tersebut.

Selama puluhan tahun, prostitusi di Gang Dolly beroperasi. Namun kisah itu akhirnya resmi berakhir pada 18 Juni 2014 di tangan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. Diawali oleh instruksi Kementerian Sosial dan Gubernur Jawa Timur untuk menghapus prostitusi, wali kota kemudian resmi menutup prostitusi di Gang Dolly kendati awalnya ada pula pro kontra dan penolakan yang harus dihadapi.

Ziarahi Makam Tante Dolly, Pendiri Lokalisasi Tersohor di Surabaya

Berevolusi

Setelah prostitusinya resmi ditutup, Gang Dolly tetap eksis namun dengan wajah yang berevolusi. Bukan lagi bisnis lendir, perekonomian di Gang Dolly kini digerakkan oleh UMKM.

Penutupan prostitusi berdampak kepada masyarakat yang menggantungman hidupnya di Gang Dolly. Oleh karena itu, setelah penutupan pemerintah dan pihak swasta menyelenggarakan berbagai program mulai dari pelatihan, permodalan, hingga pendampingan UMKM. Pada akhirnya, UMKM inilah yang menjadi tumpuan hidup pengganti bagi masyarakat terdampak.

Misalnya saja, kini di Gang Dolly ada usaha kerajinan sandal yang menyuplai kebutuhan hotel-hotel di Surabaya. Lalu ada usaha tempe, juga ada usaha sablon dan konveksi yang begitu produktif.

Evolusi positif Gang Dolly ini pun menuai apresiasi dari Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki. Ia mengapresiasi perubahan pola pikir masyarakat dalam mencari keuntungan meski perubahan itu membutuhkan usaha yang besar.

"Tapi hari ini kita bisa lihat bahwa transformasi itu sudah menunjukkan hasil. Mereka sudah mulai percaya diri bahwa industri kreatif yang lebih sehat, lebih positif sudah bisa menggantikan industri seks. Ini pondasi yang penting," ujar Teten seperti dilansir ANTARA.

Teten pun punya rencana untuk membuat UMKM Gang Dolly semakin berkibar. Misinya adalah mempersatukan pelaku UMKM ke dalam sebuah koperas yang bertugas memasarkan produk-produk yang dihasilkan di sana.

"Pelaku UMKM jangan menjual sendiri produknya, nanti dibeli dulu sama koperasi jadi pelaku di sini fokus buat produksi, bikin sepatu yang bagus, motif yang bagus. Nanti kita kombinasi pembiayaan KUR (kredit usaha rakyat) dan koperasi," lanjut Teten.

Untuk mewujudkan rencana mengembangkan UMKM Gang Dolly pemerintah nendapat bantuan dari Kedutaan Besar Inggris untuk Indonesia lewat program Future Cities atau Kota Masa Depan Dolly. Kedubes Inggris menggelontorkan investasi senilai 500 ribu poundsterling atau setara Rp9,5 miliar.

Samijali, Kerupuk Khas Dolly Simbol Perubahan Lokalisasi

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan A Reza lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel A Reza.

Terima kasih telah membaca sampai di sini