Sigajang Laleng Lipa, Ritual Menjaga Harga Diri Orang Bugis

Sigajang Laleng Lipa, Ritual Menjaga Harga Diri Orang Bugis
info gambar utama

Masyarakat Sulawesi Selatan mempunyai tradisi sigajang laleng lipa yang menjadi simbol harga diri dan martabat. Disebutkan tradisi ini bagi Suku Bugis adalah lambang kekuatan, seni, dan permainan rakyat.

Dinukil dari Warisan Budaya Kemdikbud, sigajang laleng lipa adalah ritual bertarung dalam sarung dengan menggunakan senjata tradisional badik. Ritual ini dilakukan sebagai jalan terakhir dalam penyelesaian masalah.

Masyarakat Bugis dalam Suasana Ritual untuk Membuat Sebuah Keris

“Ritual sigajang laleng lipa dilakukan untuk menentukan kebenaran bagi mereka yang bersengketa,” tulis laman tersebut.

Bagi yang hidup alias pemenang dianggap sebagai pihak benar, bila kalah hingga berakhir kematian akan dianggap pihak yang salah. Tradisi ini tidak hanya dilakukan oleh rakyat biasa, tetapi juga oleh arung atau bangsawan.

Sejarah sigajang laleng lipa

Dilansir dari jurnal Universitas Hasanuddin yang berjudul Tudang Madeceng: Transformasi Nilai Positif Sigajang Laleng Lipa dalam Penyelesaian Sengketa Non Litigasi dijelaskan bahwa tradisi ini sudah ada sejak Kerajaan Bugis.

“Di masa lalu, jika ada dua keluarga yang berseteru, penyelesaian terakhirnya adalah dengan adu kekuatan dengan ritual ini,” tulisnya.

Walau begitu tidak dijelaskan soal ritual ini dalam catatan raja Gowa Tallo dan kitab I La Galigo serta catatan harian Aru Palaka. Tidak ada pembahasan terkait ritual ini baik secara eksplisit maupun implisit bahwa pernah terjadi sigajang laleng lipa pada masa itu.

Keris sebagai Simbol Mental Baja Suku Bugis ketika di Negeri Orang

Karena itu ada versi lain, bahwa ritual ini lahir karena masyarakat Bugis menjunjung tinggi rasa malu, atau dalam bahasa setempat disebut siri. Bahkan ada pepatah yang mengatakan, hanya orang yang punya siri dianggap sebagai manusia.

“Narekko siri kuh mo’lejja-lejja copponna mih kawalie ma’bicara yang artinya jika malu saya kamu injak-injak maka ujungnya Badik yang bertindak,” tandasnya.

Harus bersepakat

Sebelum melakukan ritual sigajang laleng lipa, dua pihak yang berseteru harus bersepakat untuk bertarung. Melalui kesepakatan ini, apabila ada salah satu pihak yang meninggal tidak akan dikenakan sanksi atau hukum.

Apalagi tujuan dari ritual ini adalah sebagai simbol persatuan dan kebersamaan masyarakat Bugis. Hal inilah yang disimbolkan dalam sebuah sarung di mana dua orang berada dalam satu tempat dan ikatan yang menyatukan.

Prinsip Pasompe: Budaya Kerja Keras Para Perantau Bugis di Tanah Rantau

Sedangkan badik yang telah keluar dari sarung kedua orang tersebut pantang untuk diselip di pinggang sebelum terhujam di tubuh lawan. Gambaran ini menunjukkan kuatnya suku Bugis mempertahankan harga diri.

Walau begitu saat ini ritual sigajang laleng lipa tidak lagi dilakukan masyarakat Bugis sebagai penyelesaian masalah. Tradisi ini hanya dilakukan dalam rangka pelestarian budaya melalui pentas seni.

Referensi:

  • Warisan budaya kemendikbud
  • Detik, Sigajang Laleng Lipa Tradisi Baku Tikam dalam Sarung di Suku Bugis-Makassar

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini