Karoshi, Budaya Gila Kerja di Jepang

Karoshi, Budaya Gila Kerja di Jepang
info gambar utama

Kematian seorang perempuan berusia 24 tahun bernama Matsuri Takashi menghebohkan Jepang pada 2015 lalu. Ia melompat dari gedungnya.

Pria tersebut adalah karyawan di Dentsu, perusahaan periklanan terbesar di Jepang. Setelah diusut, ternyata Takashi bekerja lembur selama 100 jam per bulan. Perusahaan tempat bekerjanya itu pun juga terkenal dengan waktu kerja lama yang tidak manusiawi.

Kasus kematian Takashi adalah contoh budaya karoshi.

Sejarah Budaya Karoshi

Karoshi berarti “gila kerja”. Ya, budaya gila kerja ini populer sekali di Jepang. Dalam budaya karoshi, seorang karyawan dapat melakukan pekerjaan dengan tenggat waktu yang gila-gilaan dengan melebihi jam kerja yang telah ditentukan.

Budaya karoshi bukanlah hal baru. Budaya ini sudah terjadi sejak tahun 1960-an. Akan tetapi, pada dekade tersebut para karyawan mendapatkan jaminan kerja sampai pensiun. Sedangkan, sekarang jaminan tersebut sudah tidak ada, sehingga budaya karoshi semakin dipandang sebagai kebutuhan.

Baca juga: Olah Depresi dengan Manajemen Stres Sebagai Soft Skill

Ekstrimnya Budaya Karoshi

Budaya karoshi biasanya terjadi pada karyawan muda. Jepang memiliki jam kerja yang panjang. Karena itu, banyak karyawan yang harus bekerja secara intensif dalam waktu lama karena beban kerja yang tidak ringan.

Di sisi lain, karena persaingan tenaga kerja yang sangat ketat, para karyawan muda yang beruntung mendapatkan suatu posisi pekerjaan berusaha mempertahankan posisi tersebut mati-matian. Jam kerja panjang yang diambil para karyawan muda Jepang dilakukan untuk memenuhi kepercayaan atasan mereka dan membuktikan bahwa diri mereka layak berada di posisi tertentu. Jika sampai seorang karyawan kehilangan pekerjannya, kesulitan hidup menanti mereka di negeri yang biaya hidupnya tidak murah itu.

Ada pula kultur di Jepang yang memandang karyawan yang pulang terlebih dahulu sebelum bos nya pulang sebagai hal yang aneh. Akibatnya, karyawan enggan jika ingin pulang duluan ketika jam kerja resminya sudah selesai.

Banyak karyawan muda sering mengambil jam lembur dalam kadar waktu yang ekstrem 80 sampai 100 jam per bulan. Selain jam kerja yang panjang, jatah cuti hanya diambil oleh 35% karyawan di Jepang.

Akibatnya, karyawan-karyawan itu hampir tidak memiliki waktu istirahat. Karenannya, pemandangan karyawan tidur di toilet, kereta, trotoar, atau bahkan meja kerjanya sendiri adalah hal biasa yang dapat ditemui di Jepang.

Akibat Fatal Budaya Karoshi

Akibat budaya karoshi sungguh fatal, dari berbagai masalah kesehatan fisik dan psikis, sampai kematian seperti yang dialami oleh Matsuri Takashi. Banyak di antara karyawan muda itu mengalami depresi sampai bunuh diri, penyakit jantung, dan stroke: masalah kesehatan yang menjadi penyumbang utama penyebab kematian akibat budaya karoshi.

Menurut data resmi Pemerintah Jepang, budaya karoshi telah menyebabkan jatuhnya 1.456 korban dalam rentang satu tahun pada 2015. Mereka yang meninggal dengan tanda-tanda terlalu banyak bekerja diklasifikasikan sebagai “meninggal akibat karoshi”. Akan tetapi, data tersebut diragukan oleh para aktivis yang percaya data sebenarnya bahkan mencapai puluhan ribu korban.

Baca juga: Meski Tingkat Depresi Tinggi, Mengapa Masyarkat Jepang Lebih Panjang Umur?

Upaya Pemerintah Jepang Melawan Budaya Karoshi

Budaya karoshi sudah lama menjadi perhatian Pemerintah Jepang. Pemerintah Jepang sudah menerapkan beberapa langkah pencegahan yang diharapkan dapat mengurangi karyawan muda yang melakukan karoshi. Misalnya, Pemerintah Jepang memberlakukan “Jumat Premium” di mana pada hari jumat terakhir pada suatu bulan, setiap perusahaan didorong untuk membiarkan karyawannya pulang pada pukul 15.00.

Harapannya, selain menghindarkan budaya karoshi, karyawan yang pulang lebih cepat akan lebih banyak membelanjakan uangnya agar ekonomi tetap berjalan baik di negeri matahari terbit tersebut. Di sisi lain, pemerintah daerah Toshima, Tokyo, memberlakukan peraturan mematikan lampu-lampu kantor pada pukul 19.00 agar karyawan lekas pulang.

Terlepas dari langkah-langkah tersebut, banyak pihak masih menganggap langkah Pemerintah Jepang belum efisien. Perlu diberlakukan peraturan ketat yang mengatur jam lembur perusahaan dan jaminan kerja pada masyarakat Jepang agar budaya karoshi tidak memiliki alasan untuk diterapkan lagi.

Referensi:

  • https://www.bbc.com/indonesia/majalah-40141942
  • https://www.idntimes.com/science/discovery/ganjar-firmansyah/5-fakta-karoshi-gila-kerja-di-jepang-yang-mengakibatkan-kematian-c1c2?page=all
  • https://theculturetrip.com/asia/japan/articles/how-japan-is-proposing-to-fight-karoshi/
  • https://www.akseleran.co.id/blog/fenomena-karoshi-di-jepang/#:~:text=Budaya%20karoshi%20berarti%20kematian%20karena,menyampai%2010.000%20kematian%20setiap%20tahunnya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

LG
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini