Istri Pertama Bung Hatta adalah Buku

Istri Pertama Bung Hatta adalah Buku
info gambar utama

Kawan-kawan Bung Hatta memiliki celotehan lucu untuk dirinya: istri pertama Hatta adalah buku, sedangkan istri keduanya baru Rahmi. Cintanya kepada buku itu Hatta bangun seumur hidupnya, sehingga buku bagai istri yang menemani Hatta dari muda sampai tua, melebihi Rahmi.

Buku adalah sesuatu yang sangat spesial bagi Hatta. Kecintaannya yang mendalam pada pengetahuan, membaca, dan menulis membikin buku menjadi barang yang terus berada di sampingnya.

Gilanya Bung Hatta dalam Membeli Buku

Bung Hatta terkenal senang sekali membeli buku. Karena berasal dari keluarga kaya di Tanah Minangkabau, Bung Hatta mendapatkan biaya yang cukup untuk membeli buku. Keluarga terpandang itu memandang buku adalah jalan yang berdampak besar bagi masa depan Hatta. Di sisi lain, keluarga Wakil Presiden Pertama Indonesia itu juga memiliki pola pikir terbuka yang membuat Hatta bebas dalam mengeksplorasi banyak hal.

Kebiasaan membeli buku ini terus berkembang sampai ia sudah dewasa. Sebagai seorang mahasiswa di Belanda, Bung Hatta banyak menghabiskan waktu untuk berburu buku. Sampai-sampai, ketika pulang kembali di Batavia, Hindia Belanda pada tahun 1932, Hatta membawa 8 ribu judul buku yang dikemas di dalam 16 peti.

Untuk membawa buku-bukunya dari Pelabuhan Tandjung Prijok ke kediamannya, pria berkacamata itu meminta tolong dua bersaudara Djohan Soetan Soeleman dan Djohor Soetan Perpatih untuk mengangkut buku-buku Hatta dengan truk mereka. Dua bersaudara itu Hatta kenal dari toko mereka di Pasar Senen.

Buku yang Hatta beli itu tidak sekadar jadi pajangan saja. Tidak sekadar mejeng di rak seperti orang kebanyakan, Pria yang pidatonya terkenal berbahasa buku itu benar-benar membaca buku-bukunya. Hal itu dibuktikkan dari banyaknya buku-buku yang Hatta tulis, seperti Alam Pikiran Yunani, dan Demokrasi Kita.

Hatta paling berminat pada isu-isu ekonomi, seperti tentang ekonomi sosialis sampai kapitalis. Selain ekonomi ia juga menaruh minat di hubungan internasional, sejarah, biografi, dan sosial. Banyaknya tema buku yang Hatta baca ini berperan penting dalam memperluas pandangannya.

Baca juga: Kisah Bung Hatta dalam Perjalanan Kereta Api dari Bukittinggi

Tetap Bersama Buku Sampai Di Pengasingan

Aktivitas politik Hatta dalam membela kaum bumiputra menyebabkan dirinya diasingkan oleh pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Ia diasingkan ke Boven Digoel pada 1935, lalu pindah ke Banda Neira pada tahun 1936. Selama pengasingannya itu, ia ingin bukunya tetap berada bersama dirinya.

Butuh 16 peti besi untuk mengangkut koleksi buku Hatta ke Boven Digoel. Proses pengemasannya pun hanya diberikan waktu selama tiga hari saja. Pendiri PNI Baru itu harus bolak-balik dari Penjara Glodok ke kediamannya di Jalan Sawah Besar. Syukur, upaya pengemasan yang terburu-buru itu berhasil berkat bantuan para kemenakannya Hatta.

Dengan seluruh koleksi buku yang super banyak itu, Hatta bisa menghabiskan waktu membaca buku di tanah pengasingan. Yang tidak kalah berperan dalam memindahkan buku-buku Hatta adalah masyarakat Kaya-Kaya asli Digoel yang disewa jasanya untuk mengangkat peti-peti buku miliknya.

Biasanya, Hatta membaca buku dari pagi sampai siang. Setiap dua minggu sekali, ia memberikan kursus filsafat dan ekonomi kepada kawan-kawan sepengasingannya. Untuk menambah penghasilan, Hatta menulis untuk surat kabar Pemandangan.

Ketika dipindahkan ke Banda Neira, Bapak Koperasi Indonesia itu lagi-lagi dapat memindahkan bukunya ke tanah pengasingan barunya. Akan tetapi, di Banda Neira terjadi suatu insiden terhadap bukunya yang membikin Hatta marah. Anak-anak angkat Soetan Sjahrir, teman seperjuangan Hatta yang juga diasingkan, yang ia adopsi di tempat pengasingan itu nakal dan usil.

Pada suatu waktu, mereka tidak sengaja menumpahkan air vas bunga dan membasahi buku Hatta. Sontak Hatta murka, apalagi ia orang yang terkenal sangat berhati-hati merawat bukunya. Tidak ada coretan dalam bukunya, lipatan apalagi.

Selepas kejadian itu, Sjahrir minta izin pindah rumah karena tidak ingin anak-anak angkatnya menganggu ketenangan Hatta dalam membaca buku, apalagi kembali merusak buku-buku Hatta.

Pada 1942, Hatta kembali ke Jawa setelah masa pengasingannya habis. Karena ia naik pesawat Catalina yang tidak dapat membawa banyak barang bawaan, Hatta harus merelakan sebagian besar bukunya. Ia sangat sedih pada waktu itu. Namun, ketika ia sudah menjadi wakil presiden, Hatta berhasil reuni dengan buku-buku kecintaannya itu.

Baca juga: Boven Digoel, 'Neraka' Pengasingan Bung Hatta dan Sjahrir di Papua

Buku Jadi Mas Kawin dan Perpustakaan Peninggalan Hatta

Hatta bersumpah tidak akan menikah kecuali Indonesia telah merdeka. Sumpah itu akhirnya selesai dan ia dapat menikah. Maka, dijodohkanlah ia oleh Soekarno dengan Rahmi Rachim pada tahun 1945. Uniknya, Hatta memakai buku sebagai mas kawin mereka karena ia terlalu cinta dengan buku.

Menjelang wafatnya Hatta, ia khawatir kepada nasib buku-bukunya ketika ia sudah tiada nanti. Ia khawatir tidak ada orang yang merawat buku-bukunya, sehingga ia sempat menyarankan kepada anak-anaknya agar koleksi bukunya dijual saja. Anak-anak Hatta menolak permintaan itu. Justru, selepas kematian Hatta pada tahun 1980, koleksi buku-buku Hatta dijadikan perpustakaan yang sampai sekarang terbuka untuk umum.

Referensi:

  • https://www.bbc.com/indonesia/majalah/2010/02/100215_hattabooks
  • https://voi.id/memori/168449/cerita-koleksi-buku-bung-hatta-mengalahkan-perpustakaan-nasional-dari-sejarah-hingga-politik
  • https://historia.id/histeria/articles/repotnya-membawa-buku-bung-hatta-v22z5/page/2

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

LG
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini