Kisah Partai Islam Ala Bung Hatta yang Ditolak oleh Rezim Orba

Kisah Partai Islam Ala Bung Hatta yang Ditolak oleh Rezim Orba
info gambar utama

Mohammad Hatta terkenal sebagai figur yang tidak haus akan sebuah kekuasaan. Hal ini dibuktikan dengan mundurnya Mohammad Hatta yang tak ragu meninggalkan jabatan Wakil Presiden pada akhir 1956.

Walau turun dari jabatan pemerintah, Hatta tetap mengkritik pemerintahan Soekarno, baik secara korespondensi melalui media massa atau surat terbuka. Kediamannya di Megamendung, Bogor juga kerap dijadikan pertemuan aktivis-aktivis muda.

Melihat Rumah Masa Kecil Bung Hatta, Pembentuk Karakter Sederhana dan Keislaman

Dimuat dari Detik, pakar politik Islam Deliar Noer mengungkapkan saat itu para alumni Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), kalangan Pelajar Islam Indonesia (PII), bekas aktivis Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII), dan lain-lain sering datang ke rumah Hatta.

“Orang-orang Islam tadi begitu mempercayai Hatta, terutama dalam berpolitik,” tulisnya dalam Hatta dan Partai Islam.

Islam ala Hatta

Deliar menyatakan aktivis muda ini menilai kepribadian Hatta begitu religius, salah satunya adalah ketaatan dalam ibadah. Bagi anak-anak muda ini Hatta juga tokoh yang menerima mereka saat ingin berdiskusi.

“Sejak masa demokrasi terpimpin, Hatta sering mengadakan pertemuan dengan mereka (pemuda Islam), ujar Ketua Umum PB HMI periode 1953-1955 itu.

Pada pertemuan dengan kalangan muda tadi akhirnya sampai pada pernyataan Hatta bahwa Islam perlu berpolitik. Mereka pun bersepakat merancang anggaran dasar partai yang kemudian disebut Partai Demokrasi Islam Indonesia (PDII).

Kisah Teladan Bung Hatta sebagai Ayah dalam Kenangan Anak-anaknya

“Tujuan partai ini untuk mendidik praktik demokrasi yang bertanggung jawab terutama bagi umat Islam,” ujar Hatta.

Hatta sendiri yang merancang partai itu dengan masukan dari aktivis-aktivis muda itu. Deliar mengingat bagaimana Hatta sangat tertib dalam menggunakan kalimat, kata, bahkan juga penggunaan titik komo.

“Hatta berpikir tentang PDII itu adalah bagaimana menerapkan nilai-nilai Islam yang universal. Kemanusiannya dan keadilannya,” ujar Halida Nuriah Hatta, putri bungsu Bung Hatta.

Ditolak semua kalangan

Namun, gagasan partai Islam ala Hatta ini gagal terwujud karena banyak tokoh yang tak sepaham. Tokoh-tokoh Masyumi misalnya lebih ingin menghidupkan kembali partai lawas itu daripada mendukung Hatta.

Selain itu sebagian tokoh Islam menganggap partai Hatta bukanlah partai Islam, namun partai Pancasila. Pernyataan dari para tokoh Islam inilah yang membuat Hatta begitu kecewa ketika itu.

Pada 11 Januari 1967, Hatta juga menyampaikan gagasan itu kepada Jenderal Soeharto. Dirinya menjelaskan maksudnya untuk mendirikan PDII. Soeharto, jelas Hatta, tampak tak antusias walau tak menyatakan keberatan.

Kisah Sekolah Hatta yang Jadi Pelita bagi Anak-anak Banda Neira

Beberapa bulan ditunggu, lantaran tak ada jawaban dari Soeharto, Hatta kembali mengirim surat. Soeharto memberikan jawaban pada 17 Mei 1967 yang menolak rencana Hatta mendirikan partai Islam tersebut.

“Bagiku tak ada jalan lain kecuali menerima keputusan itu,” kata Hatta.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini