Marhaenisme-nya Sukarno, Nasionalisme-nya Rakyat Kecil

Marhaenisme-nya Sukarno, Nasionalisme-nya Rakyat Kecil
info gambar utama

Soekarno memang nasionalis, tetapi nasionalismenya untuk rakyat kecil. Bukan nasonalisme “NKRI Harga Mati” melulu menyoal kedaulatan negara dan kebanggan bangsa saja; nasionalisme yang bias militerisme. Berbeda dan jauh dari itu, nasionalisme Soekarno sangat melihat kemerdekaan bukan hanya sebagai masalah kedaulatan negara, tetapi juga tentang kedaulatan semua rakyat yang bebas dari penindasan, sejahtera dalam kehidupan, dan adil.

Kaum Marhaen, Inti Nasionalisme-nya Soekarno

Ide nasionalisme Soekarno ia sebut sebagai Marhaenisme. Marhaenisme berawal dari pertemuan Soekarno dengan seorang petani bernama Marhaen ketika ia sedang berkeliling dengan sepedanya di selatan Bandung.

Bagi Soekarno, Marhaen mewakili sebagian besar masyarakat Indonesia waktu itu, yaitu kaum yang tidak bekerja untuk orang lain dan tidak memperkerjakan orang lain. Mereka adalah kaum yang penghasilannya lebih sering dipakai untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Kaum Marhaen antara lain adalah petani yang menggarap lahannya sendiri, pedagang kecil, atau penjaja jasa seperti tukang becak, andong, dan ojek.

Dalam perkembangannya, Kaum Marhaen tidak hanya berasal dari orang kecil yang merdeka itu saja. Para Marhaen tidak terbatas pada kaum kecil yang merdeka itu saja, melainkan juga para buruh miskin yang kondisi kerjanya sangat eksploitatif pada waktu itu. Jadi, Kaum Marhaen adalah setiap rakyat kecil yang tertindas.

Penindasannya macam-macam, seperti harga barang mahal yang mencekik mereka untuk memenuhi kebutuhannya, pajak yang tinggi, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, bagi Soekarno, kemerdekaan Indonesia harus dibarengi dengan pembebasan Kaum Marhaen dari segala bentuk penindasan, salah duanya dari kaum pemilik modal yang semena-mena memperlakukan para pekerjanya dan sistem ekonomi yang memiskinkan sebagian besar masyarakat.

Baca juga: Politik Mercusuar Soekarno, Awal Pembangunan 6 Ikon di Ibukota Jakarta

Sosionasionalisme

Nasionalisme yang memperhatikan betul Kaum Marhaen Soekarno sebut sebagai sosionasionalisme. Sosionasionalisme, singkatnya, adalah nasionalisme yang turut setia pada kepentingan rakyat kecil.

Dalam sosionasionalisme, Indonesia yang merdeka dari imperialisme dan kolonialisme Belanda menjadi tahap yang niscaya bagi pembebasan total Kaum Marhaen. Selepas itu, bangsa Indonesia harus lepas dari kapitalisme yang mendasari dua watak penjajahan Belanda itu.

Di dalam negara yang merdeka, bangsa Indonesia harus membangun masyarakatnya dengan memprioritaskan kesejahteraan rakyat kecil. Di dalam masyarakat tidak hanya orang asing saja yang menindas, tetapi juga berasal dari bangsa sendiri, seperti para priyayi yang menjadi perpanjangan tangan Belanda atau pengusaha serakah dari pribumi. Karenanya, sosionasionalisme juga melawan penindasan yang dilakukan oleh mereka yang berasal dari bangsa sendiri kepada sesamanya.

Sosionasionalisme adalah “nasionalisme masyarakat”, nasionalisme yang mencari selamatnya seluruh masyarakat dan yang bertindak menurut undang-undangnya masyarakat itu,” tulis Soekarno dalam Di Bawah Bendera Revolusi Jilid I.

Baca juga: Mengenang Jasa Soekarno bagi Indonesia di Makam Bung Karno

Pasangan dari sosionasionalisme adalah sosiodemokrasi. Menurut Soekarno, sosiodemokrasiyakni demokrasi politik dan demokrasi ekonomi.” Dengan kata lain, sosiodemokrasi adalah kombinasi demokratisasi di bidang politik dan ekonomi.

Dalam demokrasi politik, rakyat memiliki hak dan kesempatan yang sama dalam ikut menjalankan pemerintahan dan menentukan nasibnya sendiri. Akan tetapi, demokrasi politik tidak cukup. Buktinya, sampai sekarang, kekuasaan ekonomi hanya dikuasai oleh segelintir orang. Di dunia, hanya 1% orang saja yang menguasai sebagian besar kekayaan dunia. Apakah ekonomi disebut terdemokratisasi ketika kekayaan menumpuk pada segelintir orang saja?

Tentu saja tidak dan ini berakibat pada timpangnya kekuasaan yang mengikutinya. Misal, barangsiapa yang memiliki jumlah kekayaan besar, biasanya dari kalangan pengusaha, akan lebih mampu maju ke pemilihan umum sebagai pejabat daripada mereka yang uangnya hanya cukup untuk makan sehari-hari saja.

Jelas, ketika hanya kaum berpunya yang dapat masuk ke gelanggang politik karena hartanya, mereka dengan bebas mampu mempengaruhi keputusan politik untuk kepentingan ia dan kaumnya saja. Sementara itu, rakyat kecil tidak mendapatkan tempat menyuarakan pendapatnya sama sekali. Oleh karena itu, ketimpangan kekuasaan ekonomi ini harus diatasi dengan sosiodemokrasi, yaitu dengan memeratakan kekayaan negara kepada semua kalangan rakyat.

Di bawah negara Indonesia yang hampir se-abad merdeka ini, terlihat nasionalisme-nya Soekarno itu terkubur bersama dirinya. Walau gagasan-gagasannya masih hidup, melayang-layang bagai arwah gentayangan, dan sering merasuki pikiran-pikiran resah para pemuda yang rindu akan keadilan, sayang sekali, ia masih absen dalam praktik pada tata pemerintahan negeri bekas jajahan Belanda ini.

Sudah saatnya, ajaran yang dibangun bertahun-tahun oleh Soekarno ini perlu direnungkan dan diterapkan kembali.

Referensi:

  • Soekarno. (2005). Di Bawah Bendera Revolusi Jilid I. Jakarta: Yayasan Bung Karno.
  • https://www.berdikarionline.com/bung-karno-dan-defenisi-marhaen/
  • https://www.berdikarionline.com/soekarno-dan-ajaran-sosio-demokrasi/

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

LG
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini