Walau Terlilit Utang, Apa Alasan Nelayan Selalu Lakukan Sedekah Laut?

Walau Terlilit Utang, Apa Alasan Nelayan Selalu Lakukan Sedekah Laut?
info gambar utama

Ribuan orang memadati kawasan Kantor Kuwu (Kepala Desa) Gebang Mekar, Kecamatan Gebang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Jalanan menuju pusat desa yang lebarnya hanya muat satu mobil ini dipadati pejalan kaki, motor, dan pedagang.

Kemeriahan kian tampak dengan ratusan perahu nelayan yang dirias dengan cat berwarna-warni, umbul-umbul sponsor bendera partai politik dan bendera Indonesia untuk memeriahkan acara Nadran.

Tradisi Larung Laut, Bentuk Syukur Suku Jawa Atas Hasil Alamnya

Nadran merupakan ritual tahunan yang biasa dilakukan oleh para nelayan di pesisir pantai utara Jawa, termasuk Cirebon, sejak abad ke-15 Masehi. Dalam nadran, terdapat larung saji atau pemberian sesajen ke laut yang berisi kepala kerbau dan hasil bumi.

“Bakti sosial, seperti pemberian bahan pokok, juga menjadi agenda nadran. Berbagai hiburan, seperti wayang dan organ tunggal, juga tersaji untuk keluarga nelayan,” papar Abdullah Fikri Ahsri dalam Nelayan: Sedekahi Laut Saat Terlilit Utang dalam Kompas.

Walau terlilit hutang

Disebutkan oleh Fikri, acara yang berlangsung hampir sepekan ini akan memakan total biaya hampir Rp80 juta. Biaya akan didapatkan dari swadaya para nelayan dan juga bantuan dari para sponsor.

Hal yang membuat miris adalah sesulit apapun kondisi ekonomi para nelayan, tidak ada alasan untuk tidak bersedekah. Dalam lilitan utang menahun, sejumlah nelayan akan tetap ikut bergotong royong mengumpulkan uang untuk ritula nadran.

5 Tradisi Lokal Dalam Menjaga Laut Yang Ada Di Indonesia

Salah satunya adalah Tari, nelayan asal Gerbang ini menyetorkan uang Rp200.000 untuk nadran. Dirinya terlihat hanya menyendiri sembari menatap perahunya yang rusak beberapa hari lalu sehingga tak bisa mencari nafkah.

Rajungan yang biasanya dijaring sekitar 5 kilogram, kini hanya 0,5 kg. Harga rajungan juga anjlok dari sekitar Rp80.000 menjadi Rp40.000. Selain itu, dirinya pun memiliki utang sekitar Rp15 juta kepada tengkulak.

“Waktu itu butuh modal untuk beli kapal,” ujarnya.

Tetapi meski terlilit utang, Tari setiap tahun selalu tak absen menyumbang untuk ritual nadran. Bahkan lebih dari sebulan, dia menyicil Rp5.000 kepada panitia pelaksana nadran. baginya ini kewajiban bagi seorang nelayan.

“Kan, nelayan ambil ikan di laut. Jadi harus sedekah ke laut juga,” katanya.

Gotong royong

Ketua panitia nadran, Surifah mengatakan bahwa uang hasil swadaya nelayan tidak lebih dari Rp30 juta. Sementara itu sisanya berasal dari sponsor. Bahkan beberapa tahun belakangan donatur dari nelayan kurang karena hasil dari nelayan sedikit.

“Tapi tidak ada paksaan untuk mengumpulkan uang,” katanya.

Tokoh masyarakat di Desa Gebang Mekar, Hamid Sakam mengingatkan bahwa pelaksanaan nadran merupakan gotong royong nelayan. Hal ini juga merupakan bentuk syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Berbagi dan Bergembira bersama ‘Komunitas Murah Tangan’

Sehingga baginya bentuk pesta yang berlebihan pada acara nadran sangat salah. Pasalnya berbagai bentuk acara hiburan dalam pesta laut nadran malah akan menghabiskan banyak biaya dari para nelayan.

“Uang hasil gotong royong nadran seharusnya lebih banyak digunakan untuk membantu pengemis dan membuat infrastruktur bagi nelayan seperti membuat penerangan di kapal nelayan,” jelas Hamid.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini