5 Tradisi Lokal Dalam Menjaga Laut Yang Ada Di Indonesia

5 Tradisi Lokal Dalam Menjaga Laut Yang Ada Di Indonesia
info gambar utama

Indonesia yang merupakan negara kepulauan terbesar di dunia tentunya memiliki kebudayaan dan tradisi yang erat dengan lautan. Sebagai bangsa bahari, aktivitas dan perekonomian Indonesia sejak dahulu kala sudah sangat bergantung dengan kekayaan lautnya.

Sehingga leluhur Bangsa Indonesia percaya bahwa laut merupakan sumber kehidupan, pertumbuhan, dan kesejahteraan serta menjadi tanggungjawab dan dilindungi bersama.

Oleh karenanya masyarakat Indonesia, terutama masyarakat pesisir membuat suatu kepercayaan dan tradisi untuk menghormati dan mengelola sumber daya lautan secara berkelanjutan.

Nah di beberapa daerah terdapat berbagai macam tradisi yang berkaitan dengan menjaga dan melestarikan laut beserta isinya, apa saja sih?

Berikut Kawan GNFI sampaikan 5 tradisi lokal menjaga dan melindungi laut yang ada di Indonesia.

1. Tradisi Larung Laut

Tradisi Larung Laut, 5 Tradisi Lokal Dalam Menjaga Laut Yang Ada Di Indonesia

Tradisi Larung Laut merupakan tradisi yang dilakukan sebagai bentuk rasa syukur atas hasil alam berupa tangkapan ikan untuk nelayan selain itu juga hasil panen pertanian dan peternakan. Biasanya tradisi ini disebut juga sebagai Larung Sesaji atau Sedekah Laut.

Larung Laut biasa dilaksanakan setiap tanggal 1 Muharram atau 1 Suro, bagi kaum muslim 1 Muharram merupakan bulan pertama dalam kalender Hijriyah atau biasa disebut sebagai Tahun Baru Islam.

Dan untuk prosesi dari tradisi Larung Laut ini diawali dengan pembacaan doa atau ujub yang dipimpin oleh ketua adat. Doa-doa ini berisikan ungkapan-ungkapan syukur atas hasil laut yang diperoleh selama setahun serta harapan dan doa supaya mendapatkan hasil yang baik tanpa adanya halangan, wabah, dan juga musibah.

Pada malam sebelum puncak prosesi Tradisi Larung Laut dilaksanakan biasanya digelar pertunjukan pergelaran wayang kulit lalu esoknya prosesi dilaksanakan dengan membawa sesajian menggunakan tandu dan diangkat oleh empat orang dengan busana adat hingga ke pantai tempat pelarungan.

Saat tiba di pantai, semua sesajian diletakkan di sebuah panggung sambil diiringi oleh doa-doa dan diarak menuju bibir pantai. Lalu perahu akan membawa sesaji tersebut berputar sebanyak tiga kali mengelilingi teluk, setelah itu sesaji dibawa untuk dilarung melalui dermaga sejauh sekitar empat kilometer ke tengah laut hingga ditenggelamkan.

Baca lebih lengkapnya: Tradisi Larung Laut, Bentuk Syukur Suku Jawa Atas Hasil Alamnya

2. Tradisi Petik Laut Muncar

Tradisi Petik Laut Muncar, 5 Tradisi Lokal Dalam Menjaga Laut Yang Ada Di Indonesia

Petik Laut Muncar merupakan sebuah ritual yang dilakukan masyarakat pesisir secara turun temurun sebagai tujuan ungkapan bentuk syukur atas tangkapan hasil laut nelayan Banyuwangi.

Tradisi ini telah dilakukan para nenek moyang atau leluhur terdahulu sejak 95 tahun silam yaitu pada tahun 1927 dan telah menjadi warisan generasi selanjutnya. Tradisi ini digelar sebagai rasa syukur atas limpahan hasil laut para nelayan selama setahun dan laut Muncar, Banyuwangi menjadi lokasi di mana festival laut ini digelar setiap 15 Muharram/Suro penanggalan Jawa.

Prosesi ritual ini dilakukan dengan melarung sesaji ke tengah laut serta dilaksanakan prosesi selamatan. Para nelayan lalu akan berlayar dengan kapal yang telah dihias dengan pernak-pernik dan warna yang unik sembari menggiring kapal utama yang bertugas membawa kapal sesaji atau "Gitik" menuju Tanjung Sembulungan, Muncar yang lalu akan dihanyutkan hingga ke tengah laut.

Lalu kemudian para nelayan akan berlomba untuk mengambil sesaji yang hanyut dan ritual ini diakhiri dengan doa bersama para sesepuh dan petinggi desa setempat di Makam Sayid Yusuf, pemuka adat setempat yang pertama kali membuka Tanjung Sembulungan.

Baca lebih lengkapnya: Petik Laut Muncar, Tradisi Ungkapan Rasa Syukur Nelayan Banyuwangi Kepada Tuhan

3. Tradisi Sasi Nggama

Tradisi Sasi Nggama, 5 Tradisi Lokal Dalam Menjaga Laut Yang Ada Di Indonesia

Tradisi Sasi Nggama merupakan sistem yang digunakan oleh masyarakat suku Koiwai untuk mengatur pemanfaatan sumber daya alam dan melindunginya dari eksploitasi secara berlebihan.

Tradisi tersebut khususnya di Pulau Siawatan, dilakukan dengan pembukaan kembali wilayah laut atau “Sasi” yang sebelumnya dijaga untuk tidak dilakukan penangkapan ikan sehingga ekosistem yang berada pada wilayah Sasi dapat mengalami regenerasi.

Pembukaan wilayah laut ini diawali dengan prosesi pencabutan Sasi Nggama oleh pemilik Sasi dengan mencabut janur kelapa yang sudah terpasang selama hampir empat tahun di lokasi Sasi. Lalu setelah itu, janur kelapa yang sudah dicabut kemudian dicelupkan ke dalam laut sebanyak tiga kali.

Prosesi tersebut dilakukan sebagai tanda bahwa masyarakat sekitar secara resmi dapat segera memanfaatkan kekayaan laut yang berada di wilayah Sasi. Dan Biasanya, prosesi pelaksanaan pembukaan Sasi ini dilakukan dalam waktu sepekan atau lebih.

Baca lebih lengkapnya: Mengenal Sasi Nggama, Tradisi Menjaga Laut Masyarakat Kaimana

4. Tradisi Panglima Laot

Tradisi Panglima Laot, 5 Tradisi Lokal Dalam Menjaga Laut Yang Ada Di Indonesia

Panglima Laut atau Panglima Laot merupakan sebuah lembaga yang menjadi struktur adat di kalangan masyarakat nelayan di provinsi Aceh.

Panglima Laut atau Panglima Laot sudah ada sejak 400 tahun lalu di masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda yang memerintah kerajaan Islam Aceh. Di kala itu Panglima Laot berperan dalam perperangan dan mengatur hubungan diplomatik sampai memungut cukai dari kapal-kapal yang singgah di pelabuhan Aceh.

Pasca kemerdekaan Indonesia, kerajaan mulai melebur kedalam Negara Kesatuan Republik Indonesia namun kejayaan Panglima Laot masih berdiri sendiri sesuai dengan wilayah masing-masing atau dikenal dengan Panglima Laot Lhok atau kuala atau dermaga tempat kapal berlabuh.

Panglima Laot dalam kedudukannya memenuhi hak dan kewajiban sebagai tetua persekutuan masyarakat adat nelayan, mengawasi agar semua ketentuan ketentuan adat istiadat dan hukum adat laut dipatuhi dan ditaati oleh semua anggota persekutuan, serta memimpin masyarakat nelayan yang berada di wilayah kekuasaannya.

Tidak hanya itu, Panglima Laot juga mengkoordinasikan pelaksanaan hukum adat laot, peningkatan sumber daya, dan advokasi kebijakan bidang kelautan dan perikanan untuk peningkatan kesejahteraan nelayan.

Baca lebih lengkapnya: Mengenal Panglima Laot, Tradisi Aceh Dalam Penjagaan Maritim Indonesia

5. Tradisi Tuturangiana Andala

Tradisi Tuturangiana Andala, 5 Tradisi Lokal Dalam Menjaga Laut Yang Ada Di Indonesia

Tradisi Tuturangiana Andala merupakan tradisi yang dilakukan masyarakat pesisir Pulau Makassar atas rasa terima kasih dan syukurnya kepada Tuhan atas kelimpahan alam dan hasil tangkapan yang melimpah.

Berawal dari pasca peperangan abad ke-16, prajurit Kerajaan Gowa pulang ke Makasar namun sebagian juga ada yang memilih untuk menetap dan menikah dengan penduduk setempat. Disaat mereka memulai mencari mata pencaharian di laut, masyarakat di Pulau Makassar membuat salah satu ritual khusus yang dinamakan Tuturangiana Andala.

Tradisi tersebut mulai dilakukan oleh masyarakat Pulau Makassar pada abad ke -18. Saat itu, Maa Laato, Daeng Maandangi, dan Daeng Maandongi dari Bugi Makassar memberi sesaji pada daerah perairan di Pulau Makassar yang dianggap oleh masyarakat sebagai tempat yang suci.

Tuturangiana Andala sendiri memiliki arti pemberian sesaji pada penguasa laut. Ritual tersebut sama seperti Larung Laut namun tradisi ini dilakukan dengan melakukan Ritual Batata terlebih dahulu. Dan yang membuat berbeda dari Larung Laut pada umumnya ialah tradisi ini dilakukan dengan memberikan sesaji di empat penjuru mata angin di Pulau Makassar.

Prosesi ritual Tuturangiana Andala ini dilakukan oleh beberapa orang lelaki paruh baya yang berpakaian jubah panjang tradisi Buton sembari membawa sesajen di tangannya. Mereka meletakkan sesajen tersebut di atas susunan bambu besar yang dipotong dengan ukuran kecil.

Sesajen yang mereka gunakan berisi bermacam-macam jenis kue tradisional khas Buton seperti daun sirih, buah pinang, kelapa merah muda dan beberapa batang rokok.

Uniknya, ritual ini menggunakan seekor kambing untuk disembelih di area dilaksanakannya ritual. Darah kambing yang disembelih dibawa ke rumah penduduk setempat. Dan para lelaki yang memakai jubah mengambil darah kambing tersebut dengan menggunakan gelas bambu serta meletakkannya di dekat tempat sesajen.

Sesajen kemudian diarak menggunakan kapal kecil di empat penjuru Pulau Makassar yang dipercaya suci dan kramat oleh masyarakat setempat.

Baca lebih lengkapnya: Tuturangiana Andala, Tradisi Tolak Bala di Lautan Makassar

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Phyar Saiputra lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Phyar Saiputra.

Terima kasih telah membaca sampai di sini