Petik Laut Muncar, Tradisi Ungkapan Rasa Syukur Nelayan Banyuwangi Kepada Tuhan

Petik Laut Muncar, Tradisi Ungkapan Rasa Syukur Nelayan Banyuwangi Kepada Tuhan
info gambar utama

Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan terbesar yang memiliki kultur adat yang sangat kaya dan kental. Bangsa Indonesia sebagai bangsa bahari memiliki berbagai peradaban kerajaan nusantara dengan keragaman budayanya yang telah mempengaruhi bangsa akan pentingnya budaya bahari. Sebagai anak bangsa kita wajib menghargai dan melestarikannya budaya yang ditinggalkan para leluhur.

Walau seiring berjalannya waktu, anak muda di zaman sekarang sudah mulai melunturkan warisan budaya leluhur, namun masih ada di beberapa daerah yang masih memegang dan menjaga warisan kulturnya. Seperti pada masyarakat pesisir memiliki anggapan bahwa laut merupakan sumber kehidupan, pertumbuhan, dan kesejahteraan.

Oleh karenanya masyarakat pesisir memiliki cara pandang dan persepsi terhadap sumber daya laut, sehingga memunculkan tradisi untuk menghormati kekuatan sumber daya laut yang secara tidak langsung menjadi tradisi budaya secara turun-temurun. Salah satu contoh warisan budaya dari leluhur yang melatarbelakangi masyarakat pesisir ialah Petik Laut Muncar.

Sejarah Tradisi Petik Laut Muncar

Sejarah Tradisi Petik Laut Muncar, ungkapan syukur masyarakat pesisir Banyuwangi atas hasil tangkapan lautnya

Petik Laut Muncar merupakan sebuah ritual yang dilakukan masyarakat pesisir secara turun temurun sebagai tujuan ungkapan bentuk syukur atas tangkapan hasil laut nelayan Banyuwangi.

Tradisi ini telah dilakukan para nenek moyang atau leluhur terdahulu sejak 95 tahun silam yaitu pada tahun 1927 dan telah menjadi warisan generasi selanjutnya. Tradisi ini digelar sebagai rasa syukur atas limpahan hasil laut para nelayan selama setahun dan laut Muncar, Banyuwangi menjadi lokasi di mana festival laut ini digelar setiap 15 Muharram/Suro penanggalan Jawa.

Proses Penyelenggaraan Petik Laut Muncar

Prosesi kegiatan tradisi Petik Laut Muncar, ungkapan syukur masyarakat pesisir Banyuwangi atas hasil tangkapan lautnya

Proses ritual ini dilakukan dengan melarung sesaji ke tengah laut serta dilaksanakan prosesi selamatan. Para nelayan akan berlayar dengan kapal yang telah dihias dengan pernak-pernik dan warna yang unik sembari menggiring kapal utama yang bertugas membawa sesaji menuju Tanjung Sembulungan, Muncar.

Sesampainya di Tanjung Sembulungan, Gitik atau kapal yang akan membawa sesaji akan dihanyutkan hingga ke tengah laut dan kemudian para nelayan akan berlomba untuk mengambil sesaji yang hanyut. Lalu setelah Petik Laut Muncar tadi diakhiri dengan doa bersama para sesepuh dan petinggi desa setempat di Makam Sayid Yusuf, pemuka adat setempat yang pertama kali membuka Tanjung Sembulungan.

Nah, satu bulan sebelum puncak tradisi ini dilaksanakan terdapat rangkaian membuat Gitik. Gitik adalah sebuah perahu kecil yang dihias secantik mungkin dengan panjang perahu 5 meter yang akan digunakan untuk membawa material sesaji yang akan dilarung ke laut saat puncak Petik Laut Muncar.

Setelah selesai dibuat, gitik disimpan di rumah tetua adat. Baru mendekati hari puncak, gitik mulai diisi sesaji lengkap seperti buah-buahan, nasi gurih, nasi lawuh, kinangan sirih, kue, serta tak lupa kepala kambing dan dua ekor ayam jantan yang masih hidup.

Namun satu hari sebelum sesaji dilarung, terdapat upacara ider bumi terlebih dahulu. Gitik yang telah berisi sesaji dibawa berkeliling terlebih dahulu dari siang hingga sore. Malamnya selesai sholat magrib, dilakukan ruwatan atau tirakatan dengan doa bersama dan macapatan membaca doa dari kitab suci yang mengisahkan Nabi Yusuf dan Nabi Sulaiman hingga pagi. Salah satu warisan dari nenek moyang ini memang harus dilestarikan untuk generasi selanjutnya.

Baca juga tradisi laut di Indonesia lainnya: Tradisi Larung Laut, Bentuk Syukur Suku Jawa Atas Hasil Alamnya

Filosofi Dari Tradisi Petik Laut Muncar

Filosofi tradisi Petik Laut Muncar, ungkapan syukur masyarakat pesisir Banyuwangi atas hasil tangkapan lautnya

Adapun filosofi dari isian sesaji tersebut yang akan dibahas. Pisang raja, memiliki filosofi nelayan yang melaut seakan-akan sebagai raja lautan yang pantang menyerah dan berani menerjang ombak dan menerpa angin laut. Kepala kambing, ibarat manusia yang bekerja bukan hanya menggunakan tangan dan kaki namun juga otaknya. Kinangan sirih, memfilosofikan masyarakat yang akan selalu mengingat petuah dan menghormati leluhurnya.

Di suatu tradisi budaya pasti memiliki mitos dibaliknya, tak terkecuali tradisi ritual Petik Laut Muncar ini. Terdapat mitos yang tersebar dengan tradisi ritual ini dipercaya bahwa nelayan yang melaut akan mendapat berkah saat menangkap ikan.

Jika dilakukan sesuai tradisi, maka hasil tangkapannya akan melimpah ruah. Namun, apabila tidak melakukan tradisi ritual ini makan akan menimbulkan bencana. Terlepas dari mitos-mitos di atas, beberapa masyarakat memaknai dengan tradisi turun temurun tersebut, Petik Laut Muncar adalah ungkapan rasa syukur kepada pencipta atas hasil laut yang melimpah.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Phyar Saiputra lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Phyar Saiputra.

Terima kasih telah membaca sampai di sini