Cerita Warga Sumbawa yang Sejahtera karena Industri Madu Hutan

Cerita Warga Sumbawa yang Sejahtera karena Industri Madu Hutan
info gambar utama

Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB) telah terkenal sebagai penghasil dari madu hutan. Perbukitan di pedalaman dengan jenggala rimbun ibarat surga yang tiada henti memberi penghuninya kehidupan, terutama dari cairan madu.

Sebelum tahun 1990, Pulau Sumbawa belum dikenal sebagai penghasil utama madu rimba. Bahkan bagi para petani di Hutan Batu Dulang, Sumbawa, cairan manis dari sarang tawon ini tak berharga daripada dengan kemiri dan kopi arabika.

Tetapi setelah madu hutan begitu diminati oleh masyarakat Indonesia, komoditas dari hutan Batulanteh itu dengan cepat menjadi salah satu andalan. Satu dasawarsa kemudian, madu hutan dari Pulau Sumbawa semakin terkenal.

Hubungan Letusan Tambora, Monster Frankenstein, dan Penemuan Sepeda

Pada 2019 lalu, tercatat sudah ada 26 kelompok Jaringan Madu Hutan Sumbawa (JMHS) dengan keanggotan 1.011 orang. Upaya untuk meningkatkan kelompok petani madu pun terus diupayakan.

“Kami mengajak desa-desa di sembilan kesatuan pengelolaan hutan di Pulau Sumbawa bergabung, tetapi mereka ternyata belum berproduksi,” kata Junaidi yang menjabat sebagai Sekretaris JMHS yang dimuat Kompas.

Menjaga kualitas

Dirinya menyatakan bahwa masyarakat Batu Dulang secara turun temurun berkemampuan untuk mengelola hasil hutan bukan kayu, yakni kopi, kemiri,, dan madu. Desa itu telah memproduksi madu sejak tahun 1996 walau dilakukan secara tradisional.

Madu hutan itu diperas dengan tangan dan tidak disaring sebelum dijual. Dalam madu terdapat serpihan sarang lebah sehingga tidak bersih. Kemasannya juga sederhana, memakai botol plastik bekas dengan tutup bonggol jagung, tanpa lebal.

“Memanen madu kala itu masih jadi sampingan karena harganya rendah. Kami mencari madu saat ada pembeli,” kata Junaidi.

Pulau Moyo, Destinasi Favorit untuk Menyepi Para Pesohor Dunia

Pendirian kelompok Hutan Lestari pada tahun 2000 menjadi tonggak berubahnya cara pengolahan madu di Sumbawa. Kemasan berganti ke botol kaca dan diberi label sederhana dan cetakan komputer.

Sejak 2007, kelompok ini juga mengubah sistem panen dengan cara lebih baik. Misalnya mereka cuma memotong bagian sarang lebah yang mengandung madu. Bagian lain, terutama sarang dengan anakan lebah tak diganggu.

“Dahulu, setiap panen, seluruh sarang diambil sehingga hanya sekali panen,” ujar Junaidi.

Mensejahterakan

Karena sistem baru ini, petani madu bisa memanen tiga kali untuk satu sarang. Panen pertama bisa menghasilkan 9 kilogram, kedua jadi 12 kilogram, dan yang ketiga mencapai 18 kilogram.

Sahabudin, Ketua Kelompok Sumber Alam mengatakan sistem baru ini sudah memberikan dampak positif kepada petani. Misalnya, dulu harga madu hutan tidak sampai Rp15.000 per liter, tetapi kini telah naik berkali-kali lipat.

“Melalui jaringan, harga madu terangkat berkali-kali lipat dan mengubah perekonomian warga,” ujarnya.

Merakit Sepeda Bermotor Listrik, Kemampuan Muda-Mudi NTB yang Jarang Terekspos

Harga madu hutan Batu Dulang saat ini bisa mencapai Rp200.000 per liter. Berarti dalam 10 tahun, harga madu bisa melonjak 13-14 kali lipat. Hal ini sejalan dengan peningkatan harga komoditas, kualitas hidup masyarakat pun membaik.

“Sepeda motor sangat membantu kami menjangkau hutan sehingga bisa lebih cepat memanen madu,” katanya.

Dampak positif kehadiran madu juga membuat masyarakat sadar untuk menjaga hutan. Oleh karena itu, ada larangan untuk penebangan pohon di dekat tegakan sarang dan juga mencegah kebakaran hutan.

“Menyepakati aturan yang kami buat berarti menjaga alam. Madu telah membuat kami sejahtera dan karena sudah sejahtera, masyarakat tidak mau mengganggu alam. Kami takut, kalau alam terganggu, madu akan berkurang,” kata Salabuddin.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini